Berharap Angka Covid-19 Tiarap dengan Ganjil-Genap, Bisakah?


Kebijakan ganjil-genap kembali diberlakukan di Kota Bogor. Tujuannya untuk mengurangi mobilitas warga selama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 berlangsung. Harapannya dengan berkurangnya mobilitas warga, penularan virus SarsCov-2 pun bisa ditekan.

Kapolresta Bogor Kota, Kombes Susatyo Purnomo Condro menjelaskan, kebijakan ganjil-genap di Kota Bogor menjadi pilihan karena ada pengecualian-pengecualian bagi kendaraan tertentu yang akan melintas. Diantaranya angkutan daring, angkot, hingga pengantar logistik. “Berdasarkan evaluasi Satgas selama pelaksanaan PPKM Darurat sejak 3 Juli 2021, pertama adalah Kota Bogor menjadi kota perlintasan. Kedua, banyak masyarakat yang akan berbelanja kebutuhan hari-hari itu juga ikut tersekat pada saat kami melakukan upaya pengurangan mobilitas,” ungkap Susatyo. (www.pikiran-rakyat.com)

Sejak aturan ganjil genap dilaksanakan seiring dengan pemberlakuan PPKM, angka Covid Bogor ternyata belum turun. Dilansir dari laman daring Investor.id, angka Covid Bogor justru naik lagi. Sebanyak 30 pasien positif Covid-19 Kota Bogor dilaporkan meninggal. Laporan kasus kematian akibat Covid-19 di Kota Bogor terbanyak selama PPKM Level 4 atau zona merah berlaku. Berdasarkan laporan harian satgas Covid-19, untuk kasus pasien meninggal Kota Bogor rata-rata 3 orang per hari. Angka sempat naik pada Senin (19/7/2021) dengan 12 orang, juga pada Kamis pekan lalu dengan 9 orang meninggal dunia. Selain kasus meninggal, laporan harian Senin (26/7/2021) kasus positif baru Covid-19 bertambah 562 orang dan kasus pasien sembuh 528 orang. Sehingga akumulasi kasus Covid-19 sejak awal pandemi di Kota Bogor mencapai 31.288 orang, rinciannya 3.546 masih sakit atau positif aktif, sembuh 27.335 dan meninggal 407 orang. Dinas Kesehatan Kota Bogor melaporkan, puluhan kasus kematian akibat Covid-19 itu terdiri dari 21 meninggal di rumah sakit dan 9 orang meninggal saat isolasi mandiri. (www.investor.id) 

Jika melihat fakta yang terjadi, bisa disimpulkan bahwa aturan ganjil-genap  tidak efektif untuk menekan penularan Covid-19. Bahkan aturan PPKM sebagai induknya pun sama tidak efektifnya.  Karena masyarakat tetap harus berkeliaran untuk mencari makan. Kebutuhan tidak ditanggung negara. Kalaupun ada bantuan, jumlahnya tidak memadai dan sebagian kecil rakyat saja. Tak jarang itupun salah sasaran.

Aturan ganjil-genap hanya efektif untuk merekayasa lalu lintas. Agar tidak terjadi kemacetan di ruas jalan tertentu. Karena volume kendaraan bisa dikurangi dengan aturan ini. Walaupun masih ada yang mengeluhkan bahwa kemacetan hanya berpindah saja. Berpindah ke jalan yang tidak dikenai aturan ganjil-genap.

Untuk saat ini, wabah sudah semakin menggila dan diakui oleh Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan, sudah tidak bisa dikendalikan pemerintah. (www.detik.com) Ini menunjukan bahwa solusi yang lahir dari paradigma kapitalis yang selama ini diusung pemerintah telah gagal. Butuh solusi lain dalam paradigma ideologi lain.

Islam adalah ideologi paripurna yang menawarkan solusi terkait pandemi. Ini sudah terbukti efektif semenjak jaman Rasulullah Saw. Beliau Saw. pernah bersabda tentang bagaimana cara menangani penyakit yang ada pada suatu daerah. 

إذا سمعتم به بأرض فلا تقدموا عليه وإذا وقع بأرض وأنتم بها فلا تخرجوا فرارا منه.

“Jika kalian mendengar penyakit Tha’un di sebuah wilayah, maka janganlah datang ke daerah tersebut. Jika kalian ada di dalam wilayah tersebut, maka kalian janganlah lari keluar.”  (HR. Bukhari Muslim)

Kebijakan isolasi atau lockdown diambil oleh negara Islam untuk mengatasi wabah. Warga yang sakit dipisahkan dari yang sehat dan dibantu segala kebutuhan makan, obat, dan lain-lain hingga sembuh. Dengan demikian, warga yang sehat tetap dapat beraktivitas, bekerja dan sebagainya tanpa khawatir tertular penyakit. Dengan demikian, roda ekonomi negara tetap dapat berjalan. Hadis dari Abdullah bin ‘Amir mengatakan,

أَنَّ عُمَرَ، خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ، فَلَمَّا كَانَ بِسَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ، فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ”‏ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ ‏”‏‏

“Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad saw. pernah berkata, ‘Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu."  (HR.Bukhari)

Bagaimana jika virus sudah menyebar tak terkendali seperti saat ini? Ada beberapa hal yang bisa kita upayakan agar keadaan tidak makin memburuk dan korban nyawa makin banyak berjatuhan karena terpapar Covid-19. Pertama, gencarkan terus 3T (testing, tracing, treatment) untuk memisahkan yang sakit dari yang sehat, kemudian patuhi protokol kesehatan 5M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, dan mengurangi mobilitas), serta vaksinasi untuk mengurangi risiko penularan. Kedua, negara melakukan lockdown total di wilayah zona merah dan mengalokasikan dana untuk pemenuhan kebutuhan dasar rakyat minimal pangan sehat selama dua pekan awal, kemudian dilakukan evaluasi kebijakan. Untuk melakukan hal ini perlu political will yang tinggi dari pemerintah. Monitoring ketat dari rakyat untuk pelaksanaan poin kedua ini sangat diperlukan. Ketiga, bangsa Indonesia wajib melakukan taubatan nasuha (tobat yang sungguh-sungguh) kepada Allah Swt. agar Allah Swt. mengampuni segala dosa kita, baik dosa individu, jemaah, atau dosa sistemis karena kita tidak mengambil aturanNya dalam mengatur kehidupan kita. Semoga dengan bertobat, Allah Swt. berkenan mengangkat wabah penyakit dari atas muka bumi. Keempat, dan ini poin terpenting, bahwa sistem kapitalisme liberal telah membuat ekonomi Indonesia makin jungkir balik dan memburuk. Utang dan bunga pemerintah Indonesia makin lama makin membengkak. Ketergantungan politik ekonomi Indonesia kepada asing tak terelakkan. Maka, untuk keluar dari jerat sistemis ini, kita perlu alternatif sistem lain yang lebih tangguh menghadapi kondisi buruk.

Sistem Islam kaffah yakni khilafah islamiyah harus segera kita ambil menggantikan sistem kapitalisme yang telah bobrok ini. Dengan sistem politik Islam, negeri-negeri muslim akan mempunyai kekuatan untuk mengatur kekayaan alamnya, mengatur kas negaranya, hingga memberi makan rakyatnya di tengah pandemi seperti saat ini. Karena Islam tidak membangun negaranya di atas pijakan utang luar negeri seperti kapitalisme.

Mekanisme sistem ekonomi Islam berdiri di atas pembangunan ekonomi sektor riil, bukan sektor nonriil seperti kapitalisme yang absurd dan rapuh. Sistem ekonomi Islam akan lebih nyata terindra implementasinya dalam sistem politik pemerintahan khilafah islamiyah.


Oleh: Rini Sarah

Posting Komentar

0 Komentar