Saat ini Indonesia sedang mengalami gelombang kedua pandemi. Adanya varian baru dari virus corona, yaitu varian delta yang menurut para ahli dapat menular lebih cepat dibandingkan dengan varian sebelumnya menyebabkan peningkatan kasus infeksi hingga mencapai rekor terbaru di Indonesia, yaitu 34.000 kasus dalam sehari pada Rabu, 8 Juli 2021.
Jumlah ini bahkan menjadi kasus baru yang tertinggi di dunia (cnbcindonesia.com). Dengan meningkatnya kasus infeksi maka meningkat pula permintaan akses ke pelayanan dan fasilitas Kesehatan. Hal ini menyebabkan layanan ICU dan UGD penuh, sehingga banyak pasien yang harus dirawat di tenda darurat dan stok tabung oksigen semakin menipis, baik dirumah sakit maupun di pasaran (bbc.com).
Dilansir dari bbc.com, dari awal Juni hingga selasa, 6 Juli 2021 terdapat 324 pasien yang meninggal dunia karena terpaksa melakukan isolasi mandiri. Penyebabnya ada dua, yaitu kolapsnya fasilitas kesehatan dan langkanya pasokan oksigen. Selain dihadapkan dengan langkanya tabung oksigen, rakyat juga dibuat bingung dengan perbedaan pernyataan yang dilontarkan oleh pemerintah dan sejumlah ahli, terkait obat untuk Covid-19 yaitu Ivermectin. Sejatinya obat ini digunakan sebagai terapi antiparasit.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, menyebutkan bahwa Ivermectin ampuh untuk pengobatan Covid-19. Satu suara dengan Moeldoko, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir bahkan sudah menyiapkan 4,5 juta dosis Ivermectin sebagai terapi Covid-19 jika uji klinis obat tersebut menunjukkan hasil positif. Akan tetapi, sejumlah ahli justru kontra dengan klaim dari Pemerintah, karena belum ada bukti secara evidence based bahwa Ivermectin dapat digunakan untuk terapi virus SarsCov-2. Memang ada beberapa negara yang melaporkan hasil uji positif, namun ada juga negara yang menunjukkan hasil yang kurang mendukung (detik.com).
Kelangkaan stok tabung oksigen dan tidak bulatnya suara ditengah rakyat menimbulkan pertanyaan, mengapa hal ini bisa terjadi?
Pasien yang terinfeksi Covid-19 memang meningkat sangat signifikan, namun seharusnya hal ini bisa diantisipasi oleh pemerintah. Para ahli pun sudah memperingatkan akan adanya lonjakan kasus infeksi melebihi apa yang terjadi di akhir Januari 2021 lalu.
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengatakan pihaknya telah memperingatkan pemerintah bahwa pada Juni-Juli akan terjadi peningkatan signifikan karena ekses keramaian, seperti liburan (bbc.com). Pemerintah seakan terlena karena adanya penurunan kurva infeksi Covid-19 beberapa bulan silam. Dan ketika ada varian baru dengan tingkat infeksi lebih tinggi, negara tidak siap menyambutnya.
Pemerintah yang terlena membuat lengah dan akhirnya rakyat yang kembali harus menanggung resikonya. Bukankah seharusnya negara yang menjadi pelindung pertama dan utama bagi rakyatnya?
Keadaan carut marut yang dialami oleh Indonesia saat ini jelas butuh pembenahan, dan itu mesti dilakukan secara komprehensif dari berbagai sector. Sehingga penanganan bisa dilakukan secara sistematis dan tidak ada lagi suara suara yang saling bertolak belakang. Pemimpin negeri ini sudah seharusnya memegang kendali, sehingga tidak ada lagi kebijakan kebijakan yang saling bertolak belakang yang justru membuat bimbang dan gamang. Namun, sebaik apapun scenario yang dilakukan oleh pemerintah serta jajarannya, jika memang system yang menaunginya yang rusak maka akan selalu ada masalah disetiap ujungnya.
System kapitalis yang berdiri saat ini semakin memperparah situasi pandemic. Dengan selalu mengedepankan manfaat serta keuntungan dalam pandangannya, system ini membuat banyak negara enggan untuk melakukan pencegahan penyebaran infeksi dengan cara lockdown. Sehingga Kesehatan rakyat pun dipertaruhkan di garda terdepan sebagai tumbal dari keserakan yang tidak manusiawi ini.
Oleh karena itu, perkara penanganan pandemi ini sendiri bukan hanya sekedar persoalan teknis semata, tapi juga terkait dengan cara pandang terhadap segala hal. Disinilah Islam dibutuhkan, karena Islam bukan hanya sekedar agama, tapi juga system kehidupan yang memiliki cara pandang khas. Islam melihat kehidupan sebagai hal yang sangat berharga. Bahkan Rasulullah menegaskan dengan sabdanya, “Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak” (HR. Nasa’i).
Dengan cara pandang ini system islam akan melindungi rakyatnya. Pemimpinnya akan bertanggungjawab penuh terhadap urusan rakyat dan berperan sebagai tameng di garda terdepan. Karena inilah yang dilakukan oleh Rasulullah, role model terbaik seorang pemimpin. Negara akan terus mengusahakan terwujudnya terapi yang aman bagi rakyat dengan menggandeng para pakar yang memang ahli dalam bidangnya, sehingga terjalin kesatuan suara yang memandu rakyat menghadapi wabah.
Dengan begitu rakyat pun akan percaya dan patuh kepada sang pemimpin dalam setiap aturan dan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, yang insyaallah ketika terjadi sinergi seperti ini wabah akan lebih cepat terkendali. Sungguh, adakah system yang memuliakan manusia dan menjaga hajat hidup orang banyak saat ini? Yang tidak hanya memikirkan persoalan untung dan rugi kala dihadapkan pada pengorbanan jiwa-jiwa rakyat? Sungguh, hal ini tidakakan kita temukan selain pada system islam.
Oleh: apt. Phihaniar Insani Putri, M. Farm.
0 Komentar