Islam Din Sempurna, Mengatur Sistem Pergaulan Pria – Wanita



Interaksi atau pergaulan seorang pria dengan sesama pria atau seorang wanita dengan sesama wanita tidak memerlukan peraturan. Namun berbeda, pergaulan antara pria dengan wanita dan sebaliknya, memerlukan suatu peraturan.


Peraturan pergaulan pria dengan wanita dan sebaliknya, sangat dibutuhkan sebab dua faktor: *Pertama*, Pria dan wanita memiliki potensi hasrat seksual untuk tertarik satu sama lain. Potensi hasrat seksual tersebut dapat bangkit jika keduanya berinteraksi; misalnya ketika bertemu di jalan, kantor, sekolah, pasar, dan lain-lain. Untuk itu harus ada aturan main dan mekanisme yang dapat mengendalikan perkara tersebut. *Kedua*, pria dan wanita merupakan bagian dari masyarakat sehingga harus saling tolong-menolong demi kemaslahatan masyarakat. 


Mempertemukan kedua faktor tersebut bukanlah perkara mudah, sebab jika salah maka dapat berdampak pada kekacauan di tengah masyarakat. Masalah inilah yang dibahas dalam webinar Kajian Kitab Islam (KKI) An Nizham Al Ijtima’I fi al Islam (Sistem Pergaulan dalam Islam) bersama Ustadzah Afifatul Millah, pada selasa 22 Juni lalu. 


Dalam webinar yang dihadiri 79 peserta tersebut, Ustadzah Afif menjelaskan bahwa ada yang beranggapan agar potensi hasrat seksual antara pria dengan wanita tidak bangkit, maka pria dengan wanita harus dipisahkan secara total, tanpa peluang berinteraksi. Akibatnya, tidak terwujud tolong-menolong antara laki-laki dengan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebaliknya, ada yang beranggapan interaksi antar pria dengan wanita harus dibebaskan agar terwujud tolong-menolong dalam kehidupan bermasyarakat. Namun akibatnya, hasrat seksual bangkit secara liar sehingga mengakibatkan berbagai pelecehan seksual terhadap kaum wanita. 


Maka untuk mengakomodir kedua faktor tersebut, dibutuhkan suatu aturan yang bukan berasal dari pikiran manusia, namun berasal dari Zat Pencipta Manusia, yang Maha Adil dan Maha Mengetahui segala sesuatu. Aturan tersebut hanya dijumpai dalam syariat Islam. Syariat Islam mampu mengakomodasi dua faktor tersebut. Di satu sisi syariat Islam mencegah potensi bangkitnya hasrat seksual ketika pria dengan wanita berinteraksi. Jadi, pria dengan wanita diperbolehkan berinteraksi dalam koridor yang dibenarkan syariat. Di sisi lain, syariat menjaga agar tolong-menolong antara pria dengan wanita dapat berjalan demi kemaslahatan masyarakat. 


Dalam sesi Tanya-Jawab, Ustadzah Afif menjelaskan contoh pengaturan syariat Islam terkait pergaulan Pria dengan Wanita. Dalam Islam, perempuan diperintahkan menutup aurat. Bagi muslimah diperintahkan mengenakan jilbab (QS. Al Ahzab:59) dan kerudung (QS. An Nur: 31), sedangkan bagi wanita non muslim diperintahkan mengenakan pakaian yang sopan. Selain itu perempuan baik muslimah ataupun non muslim, diperintahkan untuk tidak _tabarruj_ (menampakkan perhiasan dan aurat kepada laki-laki asing). Jika wanita telah berpakaian sesuai ketentuan syariat Islam dan juga tidak ber_tabbaruj_, apabila ada laki-laki yang masih bangkit hasrat seksualnya melihat wanita tersebut maka itu bukanlah kesalahan dari pihak wanita. Sebaliknya laki-laki tersebut harus menundukkan pandangan (ghadul bashar) agar hasrat seksual dapat dikendalikan. 


Selain aturan tentang pakaian, larangan _tabarruj_, dan perintah menundukkan pandangan, masih banyak syariat Islam lainnya untuk mengatur pergaulan Pria dengan Wanita. Semua itu akan dibahas satu per satu dalam webinar KKI An Nizham Al Ijtima’I fi al Islam (Sistem Pergaulan dalam Islam) bersama Ustadzah Afifatul Millah berikutnya, yang insyaAllah akan diadakan setiap bulan sekali.  


Untuk menyemarakkan acara, pada webinar KKI pertama ini, pihak panitia memberikan door prize kepada peserta yang bertanya dan yang memberikan testimoni, dan kemudian acara ditutup dengan do’a.


Oleh Ummu Taqizaki

Posting Komentar

0 Komentar