Sebelum Rasulullah saw diutus menjadi Nabi, kondisi masyarakat Makkah sangat jauh dari beradab. Banyak aktivitas mereka yang bukan hanya merugikan manusia, tapi juga merusak. Islam datang sekaligus menghapus semua aktivitas tersebut dari segala aspek kehidupan.
Dahulu sebelum Rasulullah saw lahir, mayoritas bangsa Arab mengikuti dakwah Nabiyullah Ismail as saat menyeru kepada agama ayahnya, Ibrahim as. Namun waktu telah bergulir ratusan bahkan ribuan tahun, mengikis sedikit demi sedikit keyakinan bangsa Arab terhadap Allah swt.
Penyembahan terhadap berhala, selalu dilakukan oleh kaum Jahiliyah saat itu. Tradisi dan upacara penyembahan berhala dilakukan oleh mereka dengan mengelilingi dan berkomat-kamit dihadapan berhala tersebut. Mereka meminta pertolongan tatkala mendapat masalah, menunaikan haji dan thawaf dengan merunduk dan sujud dihadapan berhala tersebut.
Penduduk Arab sebelum Rasulullah lahir juga bertaqarrub dengan menyajikan berbagai macam korban, menyembelih hewan peliharaan dan juga hewan ternak mereka. Hal itu mereka lakukan demi berhala yang mereka sembah dengan terus menyebut nama dari berhala-berhala tadi.
Selain itu yang dilakukan oleh mereka adalah selalu mengundi nasib dengan anak panah. Hal ini mereka kerjakan untuk menentukan sebuah pilihan. Semua digantungkan pada anak panah yang akan keluar. Baik keputusan kecil keseharian sampai hal besar.
Perdukunan bukan hanya menggejala, namun sudah menjadi keseharian mereka. Peramal mereka saat itu mengaku bisa mengetahui kejadian yang akan datang. Diantara peramal ini ada yang mengaku memiliki pengikut dari bangsa jin yang memberitahu suatu pengabaran. Termasuk berita tentang akan adanya nabi terakhir utusan Allah.
Hal itu semua merupakan gambaran tentang keadaan kepercayaan yang diyakini oleh penduduk jazirah Arab yang kemusyrikannya sudah mendarah daging diantara mereka. Selain itu keadaan sosial masyarakatnya juga tidak lebih baik.
Pada masanya banyak aktivitas yang keji, buruk, dan menjijikkan. Abu Daud meriwayatkan dari Aisyah ra, bahwa pernikahan di masa jahiliyah ada empat macam. Pernikahan spontan, kedua, seorang laki-laki yang menyuruh istrinya untuk berkumpul dengan laki-laki lain karena menghendaki untuk memperbaiki keturunan.
Ketiga, pernikahan poliandri. Keempat, mendatangi seorang pelacur, hingga saat ia hamil pelacur tersebut bisa mengundi siapa dari banyak laki-laki tadi yang menjadi walinya dan mengambil anak tersebut.
Masyarakat jahiliyah saat itu juga mempunyai tradisi mengubur bayi perempuan hidup-hidup, walaupun tidak semua penduduk melakukannya. Alasannya adalah pertama karena saat itu mereka memandang masyarakat yang dibanggakan adalah laki-laki dan menganggap bahwa perempuan itu lemah, tidk bisa melakukan apapun dan seterusnya.
Kedua, ada kekhawatiran akan bernasib buruk, ketiga dianggap tidak produktif, keempat, khawatir tidak kuasa memberikan kehidupan karena kemiskinan yang memang saat itu melanda. Kelima, ada anggapan bahwa anak perempuan adalah anak Tuhan yang akhirnya harus dikembalikan pada yang punya.
Bisa dikatakan bahwa kondisi sosial bangsa Arab saat itu lemah dan buta, kebodohan juga mewarnai segala aspek kehidupan mereka. Khurafat tidak bisa dilepaskan, manusia hidup juga layaknya binatang, wanita diperjual belikan dan kadang diperlakukan layaknya benda mati. Hubungan antar masyarakat sangatlah rapuh.
Sedangkan kondisi politiknya dikuasai oleh komunitas tertentu diantara mereka. Komunitas itu sering memaksakan kehendaknya pada rakyat, tanpa memberikan hak pada siapapun untuk mengemukakan pendapat. Hal ini terjadi di mayoritas negeri, Romawi, Persia, negeri bawahan mereka juga negeri-negeri yang ada saat itu termasuk jazirah Arab.
Dalam sektor ekonomi diketahui bahwa masyarakat dan institusi negara belum mempunyai aturan pendistribusian yang adil untuk manusia. Dengan begitu pasti melahirkan kelas sosial yang timpang. Satu sisi memiliki kekayaan yang berlimpah, di sisi yang lain mereka sama sekali tidak mempunyai satu sen pun untuk dibelanjakan. Dengan begitu kekuatan mutlak ada di tangan pemegang kekayaan.
Aktivitas riba juga sudah dikenal saat itu. Imam Mujahid menuliskannya dalam Jami’ li Ahkamil Quran disebutkan bahwa Orang Arab sering melakukan transaksi jual beli non tunai. Jika jatuh tempo sudah tiba dan pihak yang berhutang belum mampu melunasi maka ada penundaan waktu pembayaran dengan kompensasi jumlah uang yang harus dibayarkan, yang akan menjadi bertambah nilainya.
Keseluruhan perbuatan jahiliyah di atas sudah mendarah daging di tengah masyarakat Makkah. Namun Islam meluluh lantakkan semuanya. Islam datang untuk menata ulang struktur kemasyarakatan yang ada di jazirah Arab juga masyarakat internasional kala itu.
Perlahan namun pasti, dakwah Islam dapat menyebar dengan kejeniusan strategi Rasulullah yang pastinya berkat tuntunan syari’ah. Manusia menjadi paham aktivitas mana yang dapat mengantarkan mereka menuju kebahagiaan yang abadi dan mana yang hanya sesaat. Akal mereka dibuktikan dengan pasti agar tidak lagi tergelincir pada aktivitas jahili.
Kehidupan jahiliyah pun berganti dengan kehidupan Islami, apalagi setelah Islam menjadi sebuah peradaban dalam tata kehidupann bernegara. Amar ma’ruf nahi mungkar tentunya dapat lebih mudah tersampaikan. Karena percaya atau tidak, dalam mengarungi medan dakwah yang tak menentu rimbanya, bila terdapat ‘support sytem’ yang kuat, maka akan berjalan dengan lebih terarah dan lebih baik tentunya.
Bisakah kehidupan saat ini dikatakan sebagai jahiliyah modern? Yang tak lebih baik dengan masa Islam saat itu, yang bila dikuliti satu demi satu tak jauh berbeda kerusakannya. Riba, mengundi nasib, ataupun zina.
Saat ini masyarakat dunia sudah semakin terpuruk dan tenggelam oleh arus kehidupan kapitalis. Tak tentu arah, kerusakan menggerogotinya dari dalam. Dari pikiran, mental, yang membuat tertutupnya akal sehat. Betapa masyarakat tidak diayomi dengan maksimal oleh pemimpin yang henya berpikir kesenagan pribadi.
Dengan adanya pandemi yang belum terlihat ujungnya, justru sangat menelanjangi kebobrokan kapitalis secara nyata. Kerusakan sudah bisa ditunjuk jari.
Sehingga solusi dan jawaban atas kegundahan dan keresahan kehidupan dunia ada dalam Islam. Islam lah satu-satunya penyembuh dari kerusakan yang ada saat ini. Karena syariat dapat menjawab segala persoalan, dari individu hingga tata kelola negara agar dapat produktif mengayomi rakyat.
Wallahu’alam.
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar