Beberapa kali pemerintah mengupayakan perbaikan sistem pendidikan, namun untuk kesekian kalinya pula menghadapi permasalahan dan cenderung berujung pada kegagalan. Hingga kini program baru bernama ‘Kampus Merdeka’ pun diharapkan bisa menjadi harapan baru untuk negeri. Kampus Merdeka merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di bawah naungan Nadiem Makarim. Kebijakan ini diluncurkan secara resmi pada Januari 2020 lalu.
Beberapa program Kampus Merdeka di antaranya, program magang/praktik industri, proyek desa, pertukaran pelajar, penelitian atau riset, wirausaha, studi atau proyek independen, proyek kemanusiaan dan mengajar di sekolah. Kampus Merdeka oleh pemerintah untuk meningkatkan kapasitas pelajar agar mampu bersaing di era revolusi 4.0.
Berkaitan dengan masa depan mahasiswa, Kampus Merdeka pun diciptakan untuk menjawab tuntutan kebutuhan zaman. Mahasiswa disiapkan untuk memiliki kemampuan serta kompetensi menghadapi perubahan sosial, budaya, dunia kerja dan teknologi yang terus berkembang pesat secara pesat, serta link and match secara langsung dengan masa depan. Hal tersebut kemudian diwujudkan dengan pembelajaran yang otonom dan fleksibel, kultur belajar yang inovatif, tidak mengekang dan sesuai dengan kebutuhan setiap mahasiswa di perguruan tinggi.
Pertanyaan selanjutnya, “Akankah Kampus Merdeka menyelesaikan permasalahan dan menjawab tantangan pendidikan saat ini?” Kampus Merdeka sebenarnya sangat diharapkan untuk menyelesaikan beberapa permasalahan di antaranya: (1) Nyatanya masih banyak pengangguran terdidik, (2) persaingan lapangan pekerjaan semakin ketat, (3) pada akhirnya para pelajar berpendidikan hanya untuk mengejar materi (tidak untuk mengabdi) serta (4) masih banyak kasus pelanggaran moral di tengah akademisi, seperti pelecehan seksual dan lainnya. Dari data Badan Pusat Statistik, pengangguran terdidik di Indonesia pada Agustus 2020 tercatat sebanyak 6,27 juta jiwa atau 64,24 persen dari seluruh jumlah penganggur di Indonesia.
Namun, pada faktanya landasan diadakan program Kampus Merdeka ini adalah kepentingan pemilik modal/pasar, yang orientasinya keuntungan materi, bukan berlandaskan akidah yang memiliki peraturan menyeluruh segala aspek kehidupan, seperti mengatur masalah moral, batasan interaksi antara lawan jenis, bahkan ekonomi politik dan lainnya. Sistem pendidikan tanpa adanya landasan akidah yang benar, akan mengantarkan pada penerapan pendidikan yang tidak sejalan dengan tujuan hidup manusia di dunia. Kampus Merdeka pun diragukan untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan saat ini karena masih adanya penerapan sistem kapitalisme-liberal serta upaya misi global untuk menjaga neo-imperialisme ala kapitalis modern yang bahkan merusak sistem pendidikan di negeri-negeri kaum Muslimin.
Setidaknya ada tiga kerusakan tujuan pendidikan yang melanda negeri-negeri Muslimin: Pertama, menyusupnya tujuan pendidikan asing sebagai agenda penjajahan. Kedua, kapitalisasi dan komersialisasi pendidikan. Inilah kerusakan tujuan pendidikan sebagai konsekuensi diterapkannya sistem ekonomi liberal kapitalis berbasis riba yang merusak tujuan pendidikan di dunia Islam.
Memang, globalisasi kapitalisme mengharuskan: (1) semua negara harus mengadopsi sistem ekonomi liberal, dengan slogan perdagangan bebasnya, (2) privatisasi terhadap semua sektor publik, (3) menempatkan negara sebagai penjamin bagi kelangsungan sistem ekonomi pasar. Tiga kondisi ini memberi implikasi nyata dalam dunia pendidikan yakni privatisasi dan otonomi pendidikan yang meniscayakan biaya pendidikan yang tinggi dan pendidikan bukan lagi milik publik/rakyat melainkan milik lapisan sosial kaya tertentu di dalam masyarakat.
Ketiga, profesionalisme, keahlian individu dan kepuasan intelektual. Nilai-nilai sekuler kapitalis membuat memperoleh ‘profesi’ dianggap sebagai capaian puncak kesuksesan individu.
Lalu, mengapa sistem pendidikan yang mengikuti keinginan korporasi masih diterapkan bertahan? Hal ini dikarenakan masih tegaknya peradaban Barat yang berideologi kapitalisme-sekulerisme. Peradaban Barat yang menerapkan sistem kapitalisme masih terus menjaga serta menyebarluaskan ideologinya untuk diterapkan di seluruh dunia sehingga bentuk penjajahan (yang hakikatnya lahir dari sistem kapitalisme) model baru masih tetap ada hingga saat ini. Ideologi kapitalisme akan terus mencetak sistem pendidikan yang mendukung serta menguntungkan para kapitalis (pemilik modal).
Penerapan maupun tujuan kurikulum dalam sistem kapitalisme tentu sangat jauh berbeda jika dibandingkan penerapan kurikulum dalam sistem pendidikan Islam. Kurikulum Islam dibangun atas dasar akidah, sehingga dalam menuntut ilmu harus adanya ruh atau kesadaran akan hubungan kita dengan Allah SWT. Dalam Islam posisi ilmu pengetahuan sangatlah mulia.
Menjadikan pendidikan atau ilmu pengetahuan sebagai komoditas, sama saja menghinakan ilmu pengetahuan itu sendiri. Imam al-Ghazali sudah mengingatkan dengan bahasa yang lugas dalam muqaddimah kitab “Bidayatul Hidayah”. Kata beliau, jika seseorang mencari ilmu dengan maksud untuk sekadar hebat-hebatan, mencari pujian, atau untuk mengumpulkan harta benda, maka dia telah berjalan untuk menghancurkan agamanya, merusak dirinya sendiri dan telah menjual akhirat dengan dunia. (Fa-anta saa’in ilaa hadmi diinika wa ihlaaki nafsika, wa bay’i aakhiratika bi dunyaaka).
Oleh karena itu, tujuan mencari ilmu haruslah ditujukan untuk ibadah dan mencari hidayah Allah. Maka pendidikan harus kembali didekatkan pada wahyu Allah, bukan malah dijauhkan. Pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram dan sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan yang telah digariskan syari’at Islam adalah: (1) Membentuk manusia bertakwa yang memiliki kepribadian Islam (syakhshiyyah Islamiyyah) secara utuh, yakni pola pikir dan pola sikapnya didasarkan pada akidah Islam. (2) Menciptakan ulama, intelektual dan tenaga ahli dalam jumlah berlimpah di setiap bidang kehidupan yang merupakan sumber manfaat bagi umat, melayani masyarakat dan peradaban, serta akan membuat negara Islam menjadi negara terdepan, kuat dan berdaulat sehingga menjadikan Islam sebagai ideologi yang mendominasi di dunia.
Maka, penerapan syariat Islam adalah solusi pendidikan saat ini karena sistem pendidikan dalam Islam sesuai fitrah (bukan untuk memenuhi keuntungan jasmani semata) sehingga pendidikan bertujuan untuk mencetak generasi cemerlang dan beribadah Kepada Allah SWT bukan hanya untuk meraih keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Lalu, apa yang harus kita upayakan saat ini untuk mewujudkan penerapan sistem Islam secara paripurna?
Beberapa hal yang harus dilakukan di antaranya: Pertama, mengkaji Islam. Untuk memahami tujuan dan sistem pendidikan dalam Islam, tentu perlu mengkaji lebih dalam mengenai sistem Islam itu sendiri. Untuk memahami syariat-Nya secara menyeluruh, tentu kita harus mengkaji Islam secara menyeluruh pula.
Kedua, mendakwahkan penerapan Islam secara menyeluruh. Tidak hanya mempelajari Islam, tapi kita juga harus mendakwah Islam secara menyeluruh. Kita harus mendakwahkan Islam sebagai solusi atas segala permasalahan umat saat ini. Kita harus berdakwah berjamaah sesuai dengan perintah Allah SWT dalam QS ali-Imran ayat 104.
Maka, “Apakah Kampus Merdeka benar-benar merdeka?” Ternyata tidak! Kampus Merdeka hanyalah bagian daripada upaya penjajahan kapitalis Barat di tengah sistem kapitalisme saat ini. Program Kampus Merdeka hanyalah bagian daripada menyukseskan program kapitalis untuk memaksimalkan SDM bagi kepentingan para kapitalis. Program Kampus Merdeka juga meniadakan tujuan hakiki pendidikan.
Maka, untuk mewujudkan pendidikan hakiki yang sesuai fitrah ialah menerapkan Islam secara menyeluruh. Dimulai darimana untuk mewujudkannya? Mari mengkaji Islam secara menyeluruh dan mendakwahkan penerapannya secara paripurna. Wallahu a’lam bishshowwab.[]
Oleh Isra Novita
Mahasiswa
0 Komentar