"Ibarat menegakkan benang yang basah", begitulah pepatah yang tepat untuk menggambarkan keadilan hukum di Indonesia. Keadilan dianggap barang yang langka, di tengah anggapan bobroknya sistem hukum di negara kita. Tak jarang hukum dijadikan alat politik untuk menggetok lawan. Bahkan sudah menjadi rahasia umum jika hukum yang ada tumpul ke atas tajam ke Bawah. Hal tersebut terlihat dalam kasus terbaru, vonis 4 tahun HRS vs vonis 4 tahun eks Jaksa Pinangki.
Lantas bagaimana pendapat pengamat terkait kasus ini? Kali Muslimah Jakarta berhasil melakukan wawancara bersama mba Apri Haridiyanti, S.H., berikut wawancara bersama beliau.
Tanya: Apakah hukum di Indonesia sudah berjalan sebagai mana mestinya?
Jawab: Tidak. Jika kita uji secara factual dimana pada kasus yang sama tetapi tidakannya berbeda dan terjadi diskriminasi. Banyak kasus-kasus ketidak adilan hukum yang di pertontonkan dalam prakteknya. Seperti kita ketahui bahwa Indonesia merupakan negara hukum, semua orang sama di hadapan hukum saat ini menjadi mitos. Tujuan hukum itu yakni memberikan keadilan kepada setiap orang namun pada raealitasnya tajam kebawah tumpul keatas, Seharusnya dalam penegakan hukum di Indonesia tidak boleh tebang pilih sesuai kepentingan atau materi.
Tanya: Apa komentar anda terkait vonis kasus HRS dan jaksa Pinangki?
Jawab: Ketidak adilan dalam penegakan hukum juga bisa kita lihat pada kasus HRS dan Jaksa Pinangki.
Dalam proses hukum yang dijalani HRS terdapat ketidak konsistenan mulai dari pelanggaran prokes sampai menyebarkan berita bohong dari awal penahanan hingga vonis 4 tahun penjara ada konstruksi hukum yang keliru sesat dan menyesatkan yang di buat oleh jaksa, delik penyebaran kebohongan sangat tidak layak. Jika berbohong itu di sebut pidana
artinya pengertian ini berlaku umum, sesuai dengan prinsip equality before the law mestinya setiap orang yang melakukan kebohongan itu harus dipidana. Tapi faktanya kan tidak. Bahkan banyak pejabat termasuk orang nomor satu di negeri ini banyak melakukan kebohongan.”
BEM UI baru saja menggelari presiden RI sebagai King of Lip Service dengan bukti-bukti sekian banyak ucapan dia yang tidak terbukti yang artinya bohong tapi sampai hari ini kita tidak pernah mendengar bahwa kebohongan itu dipidana.
Sedangkan pada kasus eks jaksa pinangki yang di vonis 4 tahun sangat tidak tepat mengingat kejahatan yang dilakukan merupakan extra ordinary crime kasus korupsi, bersekongkol dengan koruptor yang merugikan keuangan negara, penyalah gunaan jabatan, grativikasi, dan pencucian uang merupakan kejahatan berlapis seharusnya di hukum lebih berat mengingat eks jaksa pinangki merupakan penegak hukum. pada pengadilan tingkat pertama di vonis 10 tahun namun setelah melakukan banding mendapat diskon menjadi 4 tahun hal ini tentu mencerminkan ketidak adilan dalam penegakan hukum.
Tanya: Bisakah dikatakan bahwa hukum di Indonesia saat ini merupakan alat politik?
Jawab: Iya itu sebuah keniscayaan. Hukum dan politik keduanya memiliki hubungan yang sangat erat ibaratnya seperti dua sisi mata uang hukum merupakan prodak politik sehingga sejak awal pembuatan terjadi tawar menawar antar pembuat baik itu hukum lama maupun hukum yang baru. Setiap undang-undang itu cacat sejak di lahirkan karena tidak mungkin menyerap seluruh tawar menawar yang di lakukan. Saat ini kita melihat bahwa kekuasaan menjadikan hukum sebagai legitimasi tindakan-tindakannya tanpa memandang kebenaran dan keadilan.
Tanya: Haruskah kita pertahahankan sistem hukum dalam kapitalisme-sekuler ini?
Jawab: Sudah seharusnya kita menggati sistem hukum kapitalis-sekuler yang terbukti dalam setiap peraturan yang di lahirkan sudah cacat, lemah karena di buat oleh manusia. Secara fakta tidak memenuhi unsur keadilan. Istilah kasih uang habis perkara lekat dalam penegakan hukum dan hukum dijadikan penguasa sebagai alat untuk menjerat lawan politik serta bertindak sesuka hati untuk melanggengkan kekuasaannya.
Tanya: Bagaimana Islam menilai ini?
Jawab: Berbeda halnya dengan sistem hukum sekular, sistem Islam akan menghasilkan produk hukum yang lengkap, padu, harmonis, selalu relefan dengan zaman, menjamin kepastian hukum dan membawa kebaikan serta kebahagiaan hakiki bagi masyarakat.
Kejelasan asasnya, yakni akidah Islam. Hukum yang lahir dari akidah Islam adalah hukum yang berasal dari Sang Khaliq, Allah SWT. Karena berasal dari Allah Yang Mahasempurna dan Mahaadil, maka dipastikan hukum yang diturunkan pun akan mengandung kesempurnaan, kebaikan dan keadilan untuk seluruh umat manusia, tanpa kecuali.
Kejelasan sumber hukum. Sumber hukum Islam sangat jelas. Yang disepakati oleh para ulama adalah al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas Syar’i. Dengan kejelasan sumber hukumnya, maka akan terhindar dari perselisihan, karena rujukannya jelas dan baku, yakni wahyu Allah SWT.
Kejelasan pengertian kejahatan (jarimah) dan sanksinya. Berbeda halnya dengan sistem hukum sekular, sistem hukum Islam, karena bersumber dari wahyu, sejak awal sudah mampu mendeskripsikan perbuatan apa saja yang masuk dalam kategori kejahatan (jarimah), sekaligus menetapkan berbagai jenis sanksinya. Kejahatan (jarimah) adalah setiap perbuatan yang melanggar ketentuan hukum syariah sehingga berimplikasi dosa dan layak mendapatkan sanksi hukum (‘uqubat).
Legislasi (at-tasyri’) dalam Islam memiliki dua makna. Pertama, menyusun hukum syariah dari awal. Kedua, mengadopsi dan menjelaskan hukum yang digali dari syariah yang telah ada. Islam menetapkan bahwa penyusunan hukum syariah dari awal semata-mata hanya menjadi hak Allah SWT. Manusia tidak berhak untuk membuat suatu keputusan hukum sendiri terkait halal atau haram. Adapun makna kedua, yakni mengadopsi dan menjelaskan hukum yang digali dari syariah yang ada. Dalam hal ini, Allah SWT sebagai Al-Hakim (Pembuat Hukum) telah memerintahkan hamba-Nya yang beriman untuk merujuk pada Kitab-Nya dan Sunnah Rasululullah Saw.
Tanya: Lalu bagaimana seharusnya hukum diteggakkan sesuai kacamata Islam?
Jawab: Ini keunggulan dalam sistem hukum Islam, yakni siapapun tidak bisa mengintervensi hukum. Mengapa demikian? Karena hukum berasal dari Allah SWT, tidak mungkin seorang pun yang bisa dan boleh mengotak-atik dan memanipulasi hukum. Mengapa demikian? Karena di dalam Islam, semuanya serba jelas. Jelas sumber hukumnya. Jelas perbuatan apa saja yang merupakan pelanggaran hukum syariah. Jelas sanksi hukum apa saja yang dapat dikenakan bagi pelaku kejahatan. Dengan demikian, mustahil ada pihak yang dapat mengintervensi hukum Islam.
Ada jaminan kebaikan untuk manusia. Ini yang tidak dimiliki oleh sistem sekular dan hanya dimiliki oleh sistem hukum Islam. Kita tahu, bahwa Allah SWT mengutus Rasulullah saw. dengan membawa rahmat bagi semesta (QS al-Anbiya [21]: 107). Dengan demikian jelas, Rasulullah saw. yang membawa syariah dan hukum secara pasti akan mewujudkan berbagai kebaikan dan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Ini merupakan jaminan dari Allah SWT yang pasti kebenarannya.
Rep. WID
0 Komentar