Jagad maya sempat dihebohkan dengan kabar dari penyanyi Indonesia, YS, yang secara terbuka mengatakan menemani anak menonton video porno sebagai bentuk pendidikan seks pada anak. Ia menyebutkan ingin menjadi orang tua yang berpikiran terbuka. Lantas hal ini menunai pro-kontra di antaranya dari ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto. Ia mengatakan, konten porno itu konten berbahaya. Dampak negatifnya serius bagi tumbuh kembang anak (Detiknews, 26/6/2021).
Pendidikan seksual memang menjadi isu hangat khususnya di Indonesia. Kampanye akan pendidikan seksual yang berbasis ‘consent’ terbilang massif terhadap para orang tua muda. Konsep yang terbangun dari paradigma sekuler-liberal ini sangat berbahaya karena mengindikasi terjadinya kerusakan moral dan membunuh konsep keluarga Muslim sejati.
Orang tua Muslim harus lebih waspada, karena pendidikan seksual yang merupakan bagian dari liberalisasi seksual menjadi komitmen negara-negara Barat dan sudah menjadi program global. Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) menyerukan setiap negara di dunia untuk menerapkan pendidikan seksual, termasuk Indonesia. Kita bisa temukan berbagai kampanye edukasi terus bergulir di berbagai perguruan tinggi dan organisasi di setiap lapisan masyarakat.
Sudah menjadi tabiat negara adidaya, pemangku peradaban hari ini yakni Barat untuk menjadikan diri mereka sebagai role model bagi negeri-negeri pengikut. Hal yang perlu diikuti salah satunya adalah bagaimana mereka memandang seksualitas. Keperluan terhadap pendidikan seks lahir karena maraknya permasalahan yang lahir dari perilaku seks bebas, seperti HIV Aids, gonore disertai angka kematian yang tinggi. Padahal jika kita jeli, penyebab utama dari berbagai permasalahan seksualitas yang ada karena penyimpangan nilai-nilai etika dan pandangan liberalisme mereka.
Sungguh ironi jika orang tua Muslim pun mengadopsi paham ini. Dengan dalih berpikiran terbuka atau ‘open minded’, tidak sedikit orang tua mengabaikan nilai syariat dalam mendidik anak. Asal itu konsep dari Barat, dianggap baik dan benar. Ini yang perlu kita luruskan. Rasa inferior sebagai Muslim membuat para orang tua Muslim silau dan berkiblat kepada peradaban Barat. Padahal paradigma dan nilai-nilai yang dianut sangat berbeda dari asas.
Sebetulnya dengan melihat berbagai masalah seksualitas serta krisis moral di Indonesia hari ini, bisa kita simpulkan bahwa hal itu disebabkan karena gaya hidup yang sekuler-liberal. Karena berkiblat kepada siapa? Barat tentunya. Ini jelas menunjukan produk yang kita impor dari Barat seharusnya sudah melalui tahap filter dan seleksi yang tinggi, apalagi produk pemikiran. Tetapi nyatanya kan tidak.
Kita harus lebih berhati-hati, wahai ayah dan ibunda. Jangan sampai nilai-nilai asing yang merusak akhirnya meracuni cara kita mendidik putra-putri bangsa. Sudah cukup bangsa ini rusak dengan kualitas moral yang rendah akibat berkiblat pada peradaban hedon, materialis dan liberal. Jangan sampai ayah dan ibunda memperpanjang penderitaan kita dengan mengajarkan konsep pendidikan yang keliru. Apakah harus mengalami masalah berkali-kali baru akhirnya membuat kita sadar? Apakah harus mengalami penderitaan kesekian kali baru akhirnya kita mau kembali kepada syariat?
Jika kita mau memandang masalah ini lebih luas, sebetulnya problem seksualitas meliputi banyak aspek seperti kualitas pendidikan, ekonomi dan sosial. Tingkat kualitas pendidikan dan ekonomi yang rendah mengindikasi tingginya aksi kejahatan seksual, yang pasti otomatis berimbas kepada aspek sosial masyarakat. Dan hari ini sistem kapitalisme menunjukan semua boroknya.
Sampai kapan kaum Muslimin rela hidup dengan tatanan hidup yang penuh dengan derita dan tidak sesuai fitrahnya? Sampai kapan kaum Muslimin terus berpaling dan enggan kembali memegang konsep langit dari Tuhannya? Padahal Tuhannya Yang Mahakasih sudah memberikan panduan yang sempurna lagi menyeluruh.
Sebagai sistem hidup yang sempurna yang ditetapkan oleh Allah SWT, Islam memiliki aturan sempurna terkait pendidikan, ekonomi, sosial, bahkan politik berlandaskan akidah Islam yang tujuannya menjaga kemuliaan martabat manusia.
Islam mewajibkan negara memberikan layanan pendidikan serta kesehatan, termasuk kesehatan seksual dan reproduksi dengan layanan yang menyeluruh, terpadu, berkualitas dan mudah diakses kepada setiap individu rakyatnya. Agar pertumbuhan biologis manusia berkembang beriringan dengan kematangan berpikir dan bersikap.
Untuk men-cover segala kebutuhan negara, Islam memiliki konsep sumber dana yang jelas dan cukup untuk menjamin kesejahteraan manusia. Islam juga menyediakan sarana dan prasarana kesehatan di berbagai wilayah negara. Dengan demikian, kesehatan rakyat dapat diwujudkan secara nyata.
Di samping itu, Islam pun mengatur pemenuhan kebutuhan seksual dan pengaturan tubuh dalam bingkai ketaatan kepada Allah, bukan berdasarkan hawa nafsu atau standar selain syariat. Tata pergaulan Islam juga akan menjadi penjaga kehormatan manusia, kejelasan keturunan, serta kebahagiaan dan ketenteraman umat.
Ketegasan sistem sanksi dalam Islam yang bersifat zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa) akan menjamin tegaknya aturan dan tertibnya kehidupan masyarakat dan negara. Semua itu hanya dapat terwujud ketika aturan Islam diterapkan secara kaffah dalam berbagai bidang kehidupan dalam naungan Khilafah Islamiyah. Sejarah The Golden Age membuktikan syariat Islam mampu mengangkat martabat manusia dengan keluhuran moral dan intelektual.[]
Oleh Safina An-Najah Zuhairoh An-Nafi’i
0 Komentar