Meme King Of Lip Service Akankah Menjadi Awal Kebangkitan Mahasiswa?

 


Mahasiswa sebagai Agent Of Change tentunya memiliki posisi tersendiri di hati masyarakat, karena melalui lisannyalah dapat mewakili aspirasi mereka. Label Mahasiswapun menjadi harapan penerus perjuangan dan kebangkitan bangsa. Mahasiswa menjadi kalangan intelektual yang dapat memberikan kritik terhadap penguasa, namun terkadang sikap kritis ini dibungkam oleh mereka yang anti-kritik.


Baru-baru ini kalangan Mahasiswa dihebohkan oleh Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) khususnya ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) memberikan gelar kepada Jokowi yaitu King Of Lip Service (Raja Bual) yang viral di Media Sosial. Tentu saja hal ini menuai kekhawatiran para penguasa terutama Rektor Universitas Indonesia (UI). Yang mereka cemaskan adalah “What Next” Apalagi yang muncul di Kampus UI? Apakah meme KIS itu sifatnya ‘sepukul’ (one off) atau menjadi kebangkitan mahasiswa.  (Suara Merdeka, 30/06/2021)


Selama ini mahasiswa dininabobokan dengan situasi yang ada sehingga daya kritis di kalangan mahasiswa semakin lama semakin tergerus, melabelkan meme merupakan awal sikap kritis terhadap kebijakan penguasa  dimulai. Bisa jadi mereka para mahasiswa memberi pesan ke seluruh kampus untuk menunjukkan aksi kritisnya dan membuat pergerakan. Hal inilah yang di takutkan oleh para penguasa. Padahal sejatinya para pemangku kebijakan haruslah bersikap care terhadap masyarakatnya. Terlebih seorang mahasiswa dalam menyampaikan kritisnya di lindungi oleh Undang-undang sebagai hak dalam mengemukakan pendapat. Keberanian menyampaikan meme tersebut telah membuka mata kita bahwasannya, pemangku kebijakan saat ini memang antara apa yang diucapkan dengan yang dilakukan menjadi kontradiksi. Dari sini mahasiswa geram atas perlakukan para pemangku kebijakan kepada rakyatnya.


Tidak hanya rektor Universitas Indonesia yang memberikan peringatan kepada ketua BEM Dosen UI yakni Ade Armando,  sebagai pendukung Jokowi (Pro Jokowi) menjadi kebakaran jenggot ketika mahasiswanya memberikan label tersebut dan terkesan seolah-olah adanya bahaya. Sehingga dosen satu ini berusaha untuk meredam kebangkitan mahasiswa yang telah sadar saatnya mereka “turun gunung”.


Sejatinya kebangkitan adalah sebuah keniscayaan, ketika sebuah negara berada diambang kehancuran yang dipimpin oleh orang-orang yang rakus terhadap kekuasaan dan hubbun dunia juga tidak kompeten dibidangnya. Seperti apa yang disampaikan Rasullah Saw dalam sabdanya.  “Jika suatu urusan diserahkan pada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.” (HR. Bukhari). Pada faktanya kefasadan demi kefasadan yang kita saksikan di negeri ini telah nampak.  Oleh karena itu, kebangkitan sangat diperlukan. Bukan pula kebangkitan yang sifatnya pragmatis. Kebangkitan yang dimaksud adalah kebangkitan yang bermula dari kebangkitan pemikiran dan pergerakan. Pemikiran Islam adalah satu-satunya jalan berpikir kritis. Menggembor-gemborkan kembali Islam sebagai Ideologi ditengah-tengah negara. Menuntut diterapkannya Islam  kafah sebagai aturan satu-satunya diterapkan dalam bernegara dan dipimpin oleh orang-orang yang kompeten dalam memimpin sebuah negara. Sehingga, akan terjadi keselarasan antara ucapan dan perbuatan. Tidak mengobral janji-janji dan harapan palsu bagi masyarakat yang dipimpinnya. Dengan demikian, mahasiswa muslim sudah sepantasnya melek akan kebangkitan hakiki. Sehingga, kesejahteraan dapat kita rasakan segera.


Wallahu A’lam Bishawab


Oleh Sri Mulyati

Mahasiswa

Posting Komentar

0 Komentar