Mengemis Ala Kapitalis


Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Kota Bogor tidak dipungkiri menyebabkan sebagian warga terdampak secara ekonomi. Apalagi mulai Juli 2021, Bantuan Sosial Tunai (BST) tidak diperpanjang lagi. Tanpa alasan yang jelas, Kementrian Sosial (Kemensos) menghentikannya. Padahal di Kota Bogor ada 58 ribu Keluarga Penerima Manfaat (PKM) program BST sebesar Rp 300 ribu itu. Hal ini tentunya akan menjadi beban tersendiri bagi Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, mengingat PPKM akan diterapkan hingga 20 Juli mendatang dan ada kemungkinan diperpanjang hingga pertengahan Agustus. (www.suara.bogor.com) Pemkot tidak mampu menggantikan Kemensos untuk membayar BST. Pendapatan Pemkot pun terdampak sejak awal pandemi. Pendapatan utama dari pajak, merosot tajam. Akhirnya, Bima Arya selaku Ketua Satgas Covid-19 Kota Bogor, memutuskan untuk membuka Posko Logistik Darurat. Posko ini dibuka untuk menggugah korporasi swasta maupun perorangan yang mampu untuk berbagi dengan warga tidak mampu yang terdampak secara ekonomi pada pelaksanaan PPKM Darurat. Pemkot membuka Posko ini di Gedung Wanita, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Bogor. (www.republika.com) Sumbangan bisa dalam bentuk bahan pokok seperti beras, gula, minyak goreng, makanan kaleng, mie instan, vitamin, susu, handsanitizer, masker atau bisa dijadikan satu paket untuk memudahkan distribusi langsung ke rumah warga. (www.pikiran-rakyat.com)

Dibukanya Posko Darurat Logistik, memperlihatkan bahwa pemerintah sedang meminta bantuan kepada masyarakat. Terutama masyarakat kaya. Dengan dalih saling membantu, saling berbagi, saling jaga, hingga gotong royong. Padahal pada hakikatnya pemerintah sedang mengemis kepada masyarakat kaya dalam rangka mengalihkan tanggung jawabnya untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Seperti inilah sistem kapitalisme, yang berlepas tangan dari mengurus kebutuhan rakyatnya. Memindahkan kewajiban mensejahterakan rakyat kepada pihak swasta. Dengan kata lain, negara hanya bertindak sebagai regulator. Hal ini terjadi baik pada saat kondisi kas negara aman maupun dalam kondisi krisis. Akibatnya rakyat miskin hidup tanpa jaminan terpenuhi kebutuhan pokoknya dan rakyat kaya terbebani dengan keberadaan rakyat miskin. Keadaaan ini jelas merupakan suatu kezaliman. 

Dalam syariat Islam yang diterapkan oleh daulah khilafah, pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, baik kaya maupun miskin, muslim maupun non muslim adalah kewajiban daulah. Daulah tidak boleh mengambil keuntungan dari pemenuhan kebutuhan pokok ini. Daulah juga wajib memastikan setiap individu terpenuhi kebutuhan pokoknya. Rasulullah Saw. bersabda:

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari)

Adapun yang termasuk kebutuhan pokok adalah sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, keamanan, dan transportasi. Kebutuhan pokok yang diberikan memenuhi standar kelayakan bagi seluruh rakyat.

Namun, jika kondisi kas daulah di baitul mal benar-benar kosong, maka kewajiban pemenuhan kebutuhan pokok rakyat berpindah ke tangan kaum muslim.  berdasarkan hadis:

 لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ 

“Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri ataupun orang lain.” (Imam Ahmad, Ibnu Mâjah)

Kaum muslim boleh menyumbangkan hartanya ke daulah untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat dan kebutuhan lain yang menjadi kewajiban daulah saat ada atau tidak ada harta di baitul mal.

Namun, kondisi ini sangat kecil kemungkinannya terjadi di daulah khilafah. Karena daulah memiliki sumber pendapatan yang banyak. Ada 3 pos pendapatan daulah, yaitu:

Pertama, Bagian fai dan kharaj. Bagian fa’i dan kharaj tersusun dari beberapa seksi sesuai dengan harta yang masuk dan jenis harta tersebut, yaitu; pertama, seksi ghanimah mencakup ghanimah, anfal, fai, dan khumus. Kedua, seksi kharaj. Ketiga, seksi status tanah. Keempat, seksi jizyah. Kelima, seksi fa’i. Keenam, seksi dharibah.

Kedua, Bagian pemilikan umum. Adapun bagian pemilikan umum dibagi menjadi beberapa seksi berdasarkan jenis harta pemilikan umum, yaitu; seksi minyak dan gas, seksi listrik, seksi pertambangan, seksi laut, sungai, perairan dan mata air, seksi hutan, dan padang (rumput) gembalaan. Dan seksi aset-aset yang diproteksi negara untuk keperluan khusus.

Negara tidak boleh memberikannya pada swasta apalagi asing. Negara hanya berhak mengelola dan hasilnya diperuntukkan bagi kemaslahatan umat sepenuhnya. Bisa dalam bentuk biaya kesehatan, biaya pendidikan, dll.

Ketiga, Bagian shadaqah. Bagian ini adalah harta-harta zakat seperti zakat mal dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, zakat ternak unta, sapi, dan kambing. Pos ini hanya didistribusikan pada delapan asnaf, tidak boleh untuk selainnya.

Seluruh sumber pendapatan baitul mal ini dikelola oleh daulah sesuai peruntukkannya dalam syariat islam. Sumber-sumber pendapatan ini cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh warga negara daulah, bahkan berlebih atau surplus. Berdasarkan data dari Dr. Hastin Umi Anisah, SE, MM, CMA, kekayaan alam Indonesia bisa menyumbang pendapatan sebesar 4.999,275 triliun per tahun. Ini baru dari satu negeri muslim, dari satu pos kekayaan alam saja. Jika negeri-negeri kaum muslimin bersatu dalam kekhilafahan islam, maka pendapatan negara akan tumpah ruah. Memenuhi kebutuhan pokok rakyat akan menjadi hal yang mudah tanpa harus mengemis ala kapitalis.

Pemahaman tersebut menggambarkan pada kita bahwa daulah khilafah benar-benar mampu meriayah su’unil ummah (melayani urusan seluruh rakyatnya). Jaminanan pemenuhan kebutuhan oleh negara tidak lantas menutup peluang bagi aghniya (orang kaya) untuk mendermakan hartanya membantu sesama. Islam justru menganjurkan kaum muslimin saling membantu (ta’awun) sesama manusia, sebagaimana dalam firman-Nya : “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan (TQS Al Maidah: 2). Hal ini sangat berbeda dengan kondisi penerapan sistem kapitalis saat ini yang justru menempatkan bantuan dari sesama rakyat sebagai pengalihan atas ketidakmampuan negara dalam menjamin kebutuhan rakyatnya. 

Oleh karena itu, sudah saatnya kita tinggalkan sistem kapitalisme yang mengabaikan urusan rakyat, beralih pada sistem khilafah yang sudah terbukti mampu mensejahterakan seluruh rakyatnya. Wallahua'lam.


Oleh: Vinci Pamungkas

Posting Komentar

0 Komentar