“Membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban tetapi juga hak setiap warga negara untuk berpartisipaasi dalam pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sejatinya pajak adalah bentuk kezaliman yang dilembagakan,” ungkap Ustazah Nurhasanah dalam Kajian Muslimah Shalihah: Polemik Pajak Sembako di Tengah Pandemi, Ahad, (25/7/2021) Via Zoom Meeting di Depok.
Menurutnya, dalam sistem kapitalisme neoliberal, pajak dibebankan kepada seluruh rakyat, sehingga berpotensi terjadi kezaliman terhadap rakyat. “Demikian halnya jika memang kebijakan PPN akan dikenakan pada sembako, maka rakyatlah yang akan jadi korban kezaliman penguasa,” bebernya di hadapan sekitar 98 Muslimah di Kota Depok.
Selanjutnya, Ustazah Nurhasanah pun mengutip firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surah as-Syuraa ayat 42 yang artinya, “Sesungguhnya kesalahan hanya ada pada orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapat siksa yang pedih,” terangnya sambil membacakan ayat tersebut beserta terjemahannya.
Ia juga mengutip hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Abu Dawud dan At-Tirmidzi, “Barangsiapa yang diserahi kepemimpinan terhadap urusan kaum Muslimin namun ia menutup diri tidak mau tahu kebutuhan mereka dan kefakiran mereka, niscaya Allah tidak akan memperhatikan kebutuhannya dan kefakirannya di hari kiamat,” tuturnya sambil membacakan hadits tersebut.
Ustazah Nurhasanah pun menegaskan, hal ini berbeda dengan sistem Islam. “Meski beban pajak menjadi kewajiban kaum Muslimin, tetapi tidak semua kaum Muslim menjadi wajib pajak, apalagi non-Muslim. Pajak juga hanya diambil dari kaum Muslim yang mampu, yang kaya saja. Dari kelebihan, setelah dikurangi kebutuhan pokok dan sekundernya yang proporsional (ma’ruf), sesuai dengan standar hidup mereka di wilayah tersebut,” bebernya.
“Karena itu, jika ada kaum Muslim yang mempunyai kelebihan, setelah dikurangi kebutuhan pokok dan sekundernya, maka dia menjadi wajib pajak. Tetapi, jika tidak mempunyai kelebihan, maka dia tidak menjadi wajib pajak dan pajak tidak akan diambil darinya,” terangnya.
Oleh karena itu, menurut Ustazah Nurhasanah sudah seharusnya para penentu kebijakan berhati-hati terhadap peringatan dari Rasulullah SAW dalam Hadits Riwayat Muslim dan Ahmad yang artinya, “Ya Allah, siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia; siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia berlaku lembut kepada mereka, maka berlaku lembutlah kepada dia,” tegasnya sambil membacakan isi hadits tersebut.
Tiga Kebijakan Pajak
Dalam acara tersebut hadir pula pembicara lainnya, Ustazah Siti Komariah. Ia mengungkapkan setidaknya ada tiga kebijakan perpajakan sebagai hasil dari buruknya pengelolaan dan politik APBN dari sisi penerimaan dan pengeluaran, yakni:
Pertama, mendorong investasi di antaranya, amnesti pajak, penghapusan pajak deviden, terutama berupa SBN, menambah utang.
Kedua, perluasan basis pajak, di antaranya perluasan objek pajak (PPN), kenaikan tarif PPN dan PPh meskipun membebani masyarakat.
Ketiga, tulang punggung negara. Di antaranya, menanggung beban penerimaan besar. Sementara sifat pajak sangat terpengaruh kondisi ekonomi bukan pondasi penerimaan yang kuat.[]
Reporter: Siti Aisyah
0 Komentar