Pada hari kamis, 1 Juli 2021 Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang difokuskan di daerah Jawa dan Bali untuk menekan angka penyebaran Covid-19 yang sedang mengalami gelombang tinggi. (Kompas.com,03/07/2021)
PPKM darurat meliputi pembatasan kegiatan masyarakat yang lebih ketat dari PPKM Mikro yang diterapkan oleh pemerintah sebelumnya. Kebijakan ini diharapkan dapat menekan angka penyebaran covid-19 dengan skala lebih besar daripada sebelumnya. Artinya PPKM ini sama halnya dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tidak sampai dilockdown. Dalam penerapannya PPKM Darurat merupakan pembatasan dengan cakupan daerah yang lebih luas yang masih memungkinkan masyarakat untuk beraktivitas secara terbatas di luar ruangan. (Viva.co.id, 5/07/2021)
Pekerjaan sektor yang tak penting harus bekerja work from home (WFO). Operasional transportasi dibatasi, kegiatan belajar mengajar diberlakukan 100% daring (online), kegiatan perjalanan udara harus menunjukkan bukti swab negatif. Kegiatan ibadah, hiburan dll ditiadakan sementara sampai dinyatakan aman.
Kendati demikian, banyak masyarakat yang mempersoalkan istilah pembatasan kegiatan masyarakat, mulai dari PSBB, PSBB transisi, PPKM Mikro sampai dengan PPKM Darurat ini. Hal ini menuai kritik banyak pihak termasuk Saleh Partaonan Daulay selaku anggota komisi IX DPR RI, ia mempertanyakan makna PPKM Darurat. Ia pun menyebutkan banyak kalangan yang menilai bahwa kebijakan yang diambil pemerintah cenderung hanya berganti nama dan istilah saja. Namun, kebijakan tersebut belum mampu menekan angka penyebaran virus. (Mediaindonesia.com, 6/07/2021)
Sebenarnya, Tim Mitigasi IDI telah menghimbau pemerintah agar memberlakukan lockdown minimal dua minggu, terutama di pulau Jawa. Hal ini dikarenakan lonjakan kasus yang membuat rumah sakit kolaps terutama tenaga medis yang mulai berguguran akibat terpapar covid-19. Akan tetapi Presiden hanya memberlakukan PPKM Darurat saja.
Adapun berlakukannya PPKM Darurat ini berkaitan dengan lonjakan kasus covid-19 harian dan masuknya virus baru (delta) yang penularannya 6 kali lebih cepat. Masuknya virus jenis delta ini mengakibatkan lonjakan kasus hingga 228 ribu kasus. Presiden mengumumkan kebijakan ini setelah banyak masukan dari sejumlah pihak antara lain Menteri, ahli Kesehatan dan sejumlah kepala daerah. Fakta tersebut mengakibatkan ketersediaan tempat tidur RS Darurat Covid-19 menipis, Wisma Atlet hampir menyentuh angka 90%.
Presiden mengatakan, “Kunci dari urusan ekonomi yang kita hadapi ini adalah bagaimana covid-19 ini dikurangi, ditekan, agar hilang dari Bumi Pertiwi ini. Oleh sebab itu, kebijakan PPKM Darurat ini mau tidak mau harus kita lakukan karena kondisi-kondisi yang tadi saya sampaikan,” (mediaindonesia.com,1/07/2021)
Sejak PPKM Darurat dimulai per 3 Juli, terlihat kepadatan dijalan-jalan alternatif karena banyaknya penyekatan bahkan pemblokiran di jalan-jalan utama. Akibatnya kepadatan tak dapat dihindari oleh sejumlah pengendara yang masih bepergian bahkan masuk kantor. Pada kenyataanya kebijakan ini membuat Sebagian masyarakat bingung, disatu sisi mereka harus bekerja memenuhi panggilan kantor. Disisi lain penutupan jalan dimana-mana. Terjadi ketidakselarasan antara pemangku kebijakan dan perusahaan.
Muncul pertanyaan tentang sejauh mana konsistensi dan keseriusan pemangku kebijakan dalam mengatasi pandemik ini. Disisi lain banyak kebijakan yang bertabrakan, sehingga membuat masyarakat semakin keberatan. Bila ditilik mundur kebelakang, lonjakan kasus harian ini terjadi karena masuknya varian delta yang dibawa oleh warga asing yang datang ke Indonesia. Disaat negara lain menutup pintu untuk masuk ke negaranya. Namun, pemerintah tetap membiarkan pintu bandara internasional terbuka untuk WNA. Inilah ironi yang harus kita hadapi bersama.
Sejak 1 hingga 6 Juli 2021, Bandara Soekarno-Hatta menerima sebanyak 24.594 WNA masuk ke Indonesia. Di tengah pemberlakuan PPKM Darurat, masyarakat pun dihebohkan dengan video TKA Cina yang masuk melalui bandara Hasanudin-Sulawesi Selatan. Wajar saja jika banyak yang mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam menghadapi masalah pandemik ini.
Semenjak awal Maret 2021, masuknya Covid-19 pada 2 orang pertama, banyak pihak yang sudah menyarankan pemerintah untuk menutup pintu masuk dari luar negeri, bahkan Ketika virus sudah menyebar luas di negeri ini banyak masukan untuk diberlakukan lockdown secepatnya demi menghambat penyebaran. Namun sepertinya suara rakyat cukup lemah untuk membujuk pemerintah akibatnya hingga diberlakukannya kebijakan mulai dari PSBB, PPKM mikro hingga darurat tidak menjadikan solusi dari permasalahan kasus yang terjadi. (Muslimahnews.com, 7/07/2021).
Dengan fakta yang terjadi, seharusnya masyarakat bisa membuka mata dan berpikir jernih. Disaat kebijakan dan solusi yang diciptakan oleh manusia ini tidak membuahkan hasil, justru malah melahirkan turunan permasalahan baru. Ini artinya manusia butuh solusi yang menuntaskan hingga ke akar permasalahan. Tidak seperti pemangku kebijakan yang masih berlandaskan sistem kapitalistik sekuler yang mengedepankan aspek manfaat, keuntungan tanpa memikirkan akibat dari aturan yang dibuat.
Lalu bagaimana cara berpikirnya ketika solusi yang dibuat oleh manusia ini belum mampu menuntasakan semua masalah yang terjadi?. Sadar akan manusia adalah makhluk yang lemah dan butuh kuasa Allah SWT, seharusnya umat berpegang teguh pada sistem yang punya solusi untuk setiap permasalahan, tidak lain adalah sistem islam. Islam datang dengan syariatnya yang lengkap untuk menjawab seluruh permasalahan umat.
Dalam sistem islam, jika terjadi wabah, pemimpin akan bergerak cepat dan terarah dalam memutuskan kebijakan. Kebijakannya meliputi isolasi atau lockdown wilayah yang terpapar wabah agar tidak terjadi penulaan yang meluas. Ketika dilakukan isolasi disuatu wilayah, negara tidak berlepas tangan, justru menjamin kebutuhan dasar rakyatnya. Bantuan makanan, obat-obatan serta fasilitas Kesehatan apabila rakyat membutuhkannya, negara akan memenuhinya. Hal ini tidak lain untuk meminimalkan angka kematian. “Hancurnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR An-Nasa’i dan At-Tirmidzi). Penanaman keimanan pun dilakukan agar rakyat tetap optimis dan senantiasa bangkit dari keterpurukan.
Begitulah sistem yang berpegang teguh pada syariat Allah sang khalik dalam penanganan wabah. Begitu sigap dan terarah, tidak sampai menunggu keadaan kritis seperti sekarang hingga memakan jutaan jiwa.
Oleh: Silvia Casmadi
0 Komentar