Situasi tanah air atas penyebaran virus covid 19 semakin mencekam. Pasalnya, Indonesia mencetak rekor kematian covid 19 tertinggi di dunia dalam 2 hari terakhir. Dan pemerintah belum bisa menekan penurunan kasus covid 19 tersebut. Justru saat ini covid 19 semakin tidak terkendali.
Sistem pelayanan kesehatan pun mengalami kolaps. Rumah sakit rujukan terus ditambah, isolasi mandiri di sekolah-sekolah dibuat. Namun pasien covid 19 pun masih ada yang kesulitan mencari kamar. Kendaraan ambulans kewalahan untuk menjemput para pasien Covid-19. Begitu juga dengan persediaan tabung oksigen juga minim stok. Padahal wabah covid 19 ini sudah memasuki tahun ke-2 menghuni negeri ini. Namun tanda-tanda penurunnya kasus covid-19 belum nampak signifikan bahkan terus merangkak naik. Yang paling menyedihkan, gugurnya tenaga kesehatan di lapangan. Inilah imbas diterapkannya kepemimpinan ala Kapitalisme.
Kini, pemerintah telah melakukan PPKM darurat di sejumlah wilayah Jakarta untuk mengatasi lonjakan covid-19 yang semakin menjadi. Selama PPKM darurat, pemerintah menyekat sejumlah titik demi meminimalkan kerumunan. Namun, penyekatan tersebut berimbas pada kemacetan di sejumlah ruas jalan. Salah satunya penyekatan di wilayah Jakarta-depok di jalan raya Bogor KM 29 Panasonic Jakarta timur.
Masyarakat harus terjebak macet selama 20 menit dan memutuskan memutar balik kendaraannya dan mencari jalan alternatif. Menempuh perjalanan panjang sampai 2 jam ke tempat tujuan.
Masyakat menilai adanya penutupan di sejumlah ruas jalan sangat tidak efektif. Justru banyak menimbulkan kerumunan di setiap penyekatan jalan. Adanya penutupan di sejumlah ruas jalan sangat tidak efektif dilakukan, karena merugikan banyak pihak. Buktinya, diadakan PPKM Darurat seperti ini pun beberapa kantor masih beroperasi normal.
Dan paling banyak drama adalah aksi protes dari pedagang makanan. Mereka mengatakan, jika ia tidak berdagang, maka ia tidak bisa makan. Pasalnya, selama masa PPKM darurat ini, pemerintah telah menetapkan aturan bagi pedagang makanan. Salah satunya membatasi waktu berjualan yang tidak boleh lebih dari jam 19.00.
Namun, terkadang masih ada pedagang yang terpaksa tidak menutup warungnya karena lain hal. Mereka pun terkena teguran oleh petugas yang melakukan sidak PPKM darurat. Sayangnya, tindakan petugas saat melakukan sidak dinilai terlalu arogan. Seperti berbicara dengan nada tinggi hingga merampas barang dagangan pedagang.
Keluhan dan protes masyarakat terhadap kebijakan ini sejatinya menunjukkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengurus rakyat sekaligus menunjukkan hilangnya wibawa kepemimpinan di mata masyarakat.
Banyak pihak meminta pemerintah bisa lebih tegas lagi. Jika memang, pemerintah memberlakukan PPKM darurat, kenapa tidak memberlakukan undang-undang karantina wilayah. Lakukan lockdown total bukan setengah-setengah seperti sekarang ini.
Pemerintah sejak awal sudah salah langkah menanggani pandemi virus covid 19 asal Wuhan China ini. Bahkan negara mengabaikan teriakan para ahli kesehatan untuk lockdown total namun sayangnya tanggapan pemerintah itu menganggap kebijakan yang tidak mungkin diambil. Karena jika hal ini benar-benar diterapkan, menurut pemerintah, itu akan membuat ekonomi negara stagnan, nyaris lumpuh dan memperpanjang resesi.
Lebih ironi lagi, bandara internasional tetap dibuka. Proyek pembangunan nasional dan konstruksi juga seratus persen masih berjalan. Pembangunan infrastuktur nasional dan perjanjian OBOR dengan pemerintah China menjadi alasan TKA tetap bisa masuk ke tanah air. Sebab jika dilihat dengan seksama, sumber virus Covid-19 itu adalah arus WNA dan TKA dari luar negeri dengan membawa virus Covid-19 dan menyebarkan ke warga negara Indonesia. Hilir mudik tenaga kerja asing ke Indonesia yang berpotensi membawa virus covid 19 varian baru.
Walaupun saran yang diberikan tidak diterima oleh pemerintah. Kepedulian masyarakat terutama para ahli kesehatan tetap bergema.
Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra mendorong pemerintah untuk berani menerapkan kebijakan yang radikal dalam mengatasi pandemi Covid-19 di Tanah Air. Hermawan menyebut terdapat dua pilihan yang dapat pemerintah lakukan, yakni dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) nasional, atau menerapkan lockdown regional. (kompas.tv, 21/06/2021)
Di tengah kondisi dalam negeri yang kian mencekam. Diharap pemerintah mengurusi rakyatnya dengan sepenuh hati untuk mencari solusi agar kepercayaan rakyat kepada negara kembali pulih. Namun yang terjadi sebaliknya, penerapan kebijakan-kebijakan yang kian membuat jarak antara pemerintah dengan masyarakat. Pemerintah akan menerapkan pajak sembako, pajak pendidikan namun disisi lain membebaskan pajak pembelian mobil mewah untuk kalangan atas. Seolah-olah menutup mata dari lonjakan virus covid 19 dan penderitaan rakyat akibat pandemi.
Padahal korban terus berguguran dari berbagai kalangan. Bahkan Petugas pemakaman kewalahan, lahan pemakaman terus diperlebar. Bukankah ini kondisi sangat darurat dan harus segera diatasi?
Pemerintah memerlukan bangunan sistem kuat. "The truly guardian government" untuk atas pandemi covid 19. Pemerintah yang benar-benar sebagai pelindung masyarakat. Sejarah telah membuktikan satu-satunya sistem yang mampu menangani wabah dan menjamin keselamatan rakyat adalah sistem Islam. Syariat Islam telah menempatkan penguasa sebagai penanggung jawab, pelayan, dan pelindung umat, "The truly guardian government".
Rasulullah SAW bersabda “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia adalah laksana pengembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya.”(HR. Bukhari).
Negara di dalam Islam hadir sebagai institusi peri’ayah (Pengurus kebutuhan umat). Segala kebutuhan umat baik kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, maupun kebutuhan dasar seperti, pendidikan, kesehatan, maupun infrastruktur, dijamin penuh oleh negara.
Negara akan memberikan pelayanan kesehatan terbaik dan secara cuma-cuma untuk masyarakat seperti tes swab maupun rapid test, serta fasilitas kesehatan yang memadai baik segala kebutuhan juga terpenuhi seperti APD, obat-obatan, ventilator, pasokan oksigen dan lainnya, agar pasien segera pulih.
Karena dalam Islam nyawa seorang manusia sangat tinggi kedudukannya. Rasulullah SAW bersabda,
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَن
ُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُؤْمِنٍ بِغَيْرِ حَقٍّ
“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak”. (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan disahihkan Al- Albani)
Pelayanan kesehatan yang diberikan negara secara komperhensif. Dananya didapatkan dari hasil pengelolaan kekayaan alam yang langsung dikelola oleh negara baik itu kepemilikan umum maupun kepemilikan negara, hasilnya akan di distribusikan langsung untuk kebutuhan masyarakat. Negara haram hukumnya membebani rakyat dengan biaya kesehatan yang sangat mahal seperti di dalam sistem kapitalisme sekarang ini.
Tak hanya itu, penyelesaian wabah dalam Islam sangat gencar dilakukan, agar virus tidak menyebar kemana-mana. Negara akan melakukan pencegahan preventif dengan melakukan karantina wilayah total. Khalifah tidak akan membiarkan orang yang terkena wabah masuk ke dalam wilayah yang tidak terkena wabah dan sebaliknya.
Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut ini:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
Artinya: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)
Dengan ini, negara akan mudah memisahkan yang terinfeksi dengan yang tidak. Sehingga yang tidak terinfeksi bisa melakukan aktifitas seperti biasanya, dan yang sakit segera di isolasi. Sehingga kasus wabah tidak akan berlarut larut.
Beginilah cara Islam melindungi nyawa rakyatnya, di bawah naungan institusi Khilafah Islamiyah. Waktunya kembali kepada sistem Islam, yang jelas mampu memberikan solusi tuntas terhadap problematika umat. Insya Allah akan segera hadir.
Wallahu’alam bishowab
Oleh: Alin FM
Praktisi multimedia dan penulis
0 Komentar