Heboh pengadaan pakaian dinas Louis Vuitton anggota DPRD Kota Tangerang senilai Rp 675 juta membuka tabir hal serupa di daerah lainnya. Termasuk anggaran pakaian dinas di Kota Bogor pun cukup fantastis. Seperti diketahui, setiap daerah memiliki anggaran sendiri untuk belanja pakaian dinas Anggota DPRD, kepala daerah dan pegawai di lingkungan pemerintah. Biasanya anggaran disesuaikan dengan kebutuhan dinas, pejabat bahkan daerah itu sendiri.
Menurut data yang dilepas oleh LPSE Kota Bogor, selama 8 bulan ini total yang sudah dikeluarkan sebesar Rp 293 juta untuk pengadaan pakaian dinas Walikota dan Wakil Wali Kota. (www.tribunnews.com) Sementara anggaran pertahun untuk pembelian pakaian dinas Walikota dan Wakil Walikota di Kota Bogor sebesar Rp 322 juta/tahun. Kepala Bagian (Kabag) Umum Sekertariat Daerah (Setda) Kota Bogor, Yadi Cahyadi mengatakan anggaran sebesar Rp 322 juta merupakan pagu yang disiapkan untuk pembelian pakaian dinas kepala daerah selama setahun. Yadi mengungkapkan, biasanya selain pakaian dinas yang digunakan sehari-hari juga disiapkan ketika memperingati hari tertentu semisal HUT Damkar, BNPB, BPBD, dan pada peringatan lainnya seperti pada Kemerdekaan Republik Indonesia di bulan Agustus. (www.radarbogor.id)
Anggaran pengadaan pakaian dinas untuk anggota DPRD Kota Bogor pun tidak kalah fantastis. Penyediaan pakaian dinas dan atribut DPRD mengalokasikan anggaran sebesar Rp 700 juta. Anggaran tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Bogor tahun 2021. (www.radarbogor.id) Sekwan DPRD Kota Bogor, Boris Derurasman menyatakan bahwa anggaran pengadaan pakaian dinas para penguasa daerah kota hujan ini sudah sesuai dengan peraturan. Penganggaran pakaian dinas 50 anggota DPRD Kota Bogor tersebut sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2017 tentang hak keuangan dan administrasi pimpinan dan anggota DPRD.
Anggaran fantastis nan awis (mahal; bahasa Sunda) ini sudah lama dan rutin didapatkan oleh para pejabat daerah. Anggaran pakaian dinas ini tidak dikurangi meskipun pandemi terjadi. Walaupun ada rencana evaluasi, tapi sampai saat ini belum terjadi. Inilah potret penguasa dalam sistem demokrasi. Kebijakan-kebijakannya mencerminkan kerakusan dan miskin empati. Sungguh membuat miris apalagi jika dibandingkan dengan besar bantuan sosial (bansos) yang diberikan kepada masyarakat yang hanya Rp 300 ribu per bulan. Itupun hanya sebagian kecil masyarakat yang menerimanya. Padahal sudah tak terhitung lagi jumlah masyarakat yang terdampak secara ekonomi selama pandemi terjadi.
Hal ini sangat berbeda dengan para pemimpin kaum muslimin pada masa kekhilafahan Islam. Pemimpin digariskan hukum Allah sebagai pengayom dan pengurus umat. Bukan umat yang melayani mereka dengan memberikan upeti, lalu hasilnya mereka gunakan untuk hidup berfoya-foya.
Mari kita lihat teladan Nabi Saw. sosok pemimpin agung yang hidup dalam kesederhanaan. Rasulullah Muhammad Saw. merupakan pribadi yang gemar hidup sederhana bahkan zuhud (meninggalkan kemewahan duniawi dengan mengharap kebahagiaan akhirat untuk memperoleh rida Allah Swt.). Beliau sesungguhnya dapat hidup dengan gelimang kenikmatan duniawi, tetapi hal itu ditinggalkannya. Dengan hidup zuhud, Nabi SAW mengutamakan kemaslahatan umat dan kepentingan dakwah Islam.
Rasul SAW memiliki sejumlah pakaian. Namun, tidak satu pun yang menunjukkan nuansa kemewahan. Di Madinah, beliau merupakan seorang kepala negarapenguasa. Namun, tidak ada sama sekali pernak-pernik kemewahan seperti yang biasa ditunjukkan raja-raja pada umumnya. Demikian juga para Khulafaur Rosyidin mereka juga pemimpin yang sangat sederhana dan zuhud dalam hidupnya. Ketika Khalifah Umar bin Khattab mendapati harta rampasan dari Persia yang begitu menyilaukan mata, Ali bin Abi Thalib menasihatinya: "Anda hidup sangat sederhana dengan menahan diri dari segala yang Anda rasa tidak baik, sehingga rakyat Anda juga begitu. Kalau saja Anda mau menyenangkan diri tentu mereka juga akan demikian." Selain itu, ada Gubernur Homs di masa Khalifah Umar bin Khattab, Sa’id bin Amir. Beliau adalah sosok pemimpin yang dicintai rakyatnya walau hidupnya sangat sederhana. Bahkan diriwayatkan beliau hanya memiliki satu pakaian saja.
Sosok pemimpin seperti ini hanya lahir dari sistem Islam ketika diterapkan dalam sebuah negara, yakni khilafah islamiyah. Islam memandang bahwa penguasa adalah pelayan umat, maka penguasa tidak berhak berfoya-foya dengan uang rakyat. Apalagi di tengah derita rakyat dalam kondisi pandemi. Karena pos pengeluaran dan pemasukan dalam Baitul mal (APBN Negara Islam) sudah ditentukan oleh hukum Allah. Untuk para penguasa sudah dianggarkan tunjangan dari baitul mal dengan jumlah yang wajar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari penguasa dan keluarganya. Tunjangan ini juga diberikan untuk memudahkan mereka dalam menjalankan kewajibannya sebagai pelayan yang mengurusi segala urusan rakyat. Sungguh kita merindukan para pejabat yang zuhud sekaligus amanah dalam menjalankan kepemimpinannya. Pejabat pengayom umat ini hanya dapat diwujudkan dalam kehidupan jika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai khilafah. []
Oleh: Rini Sarah
0 Komentar