APBN Semakin Berat, Utang Solusi yang Tepat?


Krisis ekonomi semakin berkepanjangan, apalagi setelah negeri ini dilanda pandemi. Salah satu faktornya adalah APBN yang semakin berat. Rektor Universitas Paramadina, Didik Rachbini mengatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) memiliki masalah berat di masa pandemi ini. Ia menduga APBN dapat memicu krisis ekonomi. Setidaknya ada lima faktor di dalam APBN yang berpotensi menyebabkan krisis di kemudian hari. Faktor tersebut antatra lain adalah proses politik APBN yang sakit dan bias, dan dapat difisit primer yang semakin melebar dan tidak terkendali. 

Selain itu, rasio pembayaran utang terhadap pendapatan yang naik di era Presiden Joko Widodo. Persoalan lainnya adalah dana yang mengendap dan bocor di daerah, serta pembiayaan PMN dan BMN sakit yang berpotensi menjadi masalah di masa depan. Sementara itu rasio penerimaan perpajakan terus menurun dari 10,65% sebelum pandemi menjadi 8,69%. Namun kondisi ini tidak menurunkan tekat pemerintah untuk berutang demi menutupi defisit APBN yang besar akibat alokasi anggaran yang sangat besar. 

Hal ini didukung oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, yang ditunjukkan dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana sebesar Rp. 124,13 triliun. Langkah ini dilakukan menyusul pemerintah menambah anggaran pemulihan ekonomi nasional menjadi Rp.744,75 triliun dari Rp.699,43 triliun. Karena itu alih-alih menyelesaikan persoalan, Didik mengatakan pemerintah di masa yang akan datang akan mendapatkan warisan beban utang dari pemerintah saat ini. Sehingga dari waktu ke waktu nanti, APBN, prresiden dan anggota DPR kita yang akan datang, itu dipaksa dalam keadaan normal pun, untuk menambal defisit yang sangat besar.

Mirisnya di tengah besarnya alokasi anggaran APBN terutama penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional sejak tahun lalu dampaknya kurang maksimal dirasakan masyarakat. Buktinya Covid-19 Indonesia malah menduduki posisi nomor 1 di dunia. Tak bisa dipungkiri, pemasukan APBN dalam sistem kapitalisme yang diterapkan diberbagai negeri saat ini hanya bersumber dari utang dan pajak. Jika APBN mengalami defisit dan pajak tersendat, maka utang luar negri satu-satunya pilihan yang akan digenjot. Karena itu berutang adalah satu-satunya cara yang ditempuh negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme mengatasi krisis ekonomi dan berkepanjangan dan APBN yang makin berat. Namun, ketika APBN semakin berat, utang solusi yang tepat?Tentu tidak, malah semakin memperparah keadaan.

Di sinilah bobroknya sistem kapitalisme, secara potensi negeri ini punya modal besar untuk menjadi negara makmur sejahtera, sumber daya alam begitu melimpah ruah, tambang, energi, pertanian, hutan, laut, semuanya ada. Namun semua itu tidak berguna, sebab pengelolaannya telah diserahkan pada pihak swasta. Menjadikan negeri ini hanya mengandalkan berutang, padahal diakui atau tidak, utang telah menjadi alat penjajahan untuk semakin melanggengkan agenda penjajahan di negeri Muslim. 

Kondisi ini jauh berbeda dengan Islam. Islam bukanlah sekadar agama, namun sebuah sistem kehidupan yang kompleks. Dalam tata aturan ini terdapat pengaturan sistem keuangan, pengelolaan kas di dalam Islam sangat unik, berbeda dengan kapitalisme. Sistem ini akan menjaga kas negara minus atau bocor, sehingga tidak akan tekor.

Beberapa perincian dalam sistem keuangan ala Islam sebagai berikut: Pertama, pengatur APBN atau keuangan adalah khalifah, dengan demikian Islam memiliki metode pemilihan khalifah yang khas. Tidak semua orang dapat menjadi khalifah. Saat pemilihan ia harus memenuhi syarat yang ketat, di antaranya Muslim, baligh, berakal, merdeka, mampu dan adil. Dari sini akan diperoleh seorang pemimpin yang kuat imannya, ia akan amanah dengan tugasnya, serta senantiasa berhati-hati dalam mengatur keuangan negara.

Kedua, APBN dalam sistem Islam memiliki pemasukan yang tetap dan jumlahnya beragam. Kas menurut Islam dibagi menjadi pos zakat, kas negara dan kepemilikan umum. APBN akan mendapatkan pemasukan dari pos tersebut. Kas zakat akan diisi oleh para muzakki (orang yang wajib membayar zakat). Kas negara akan diisi oleh jaziyah, ganimah, fai, kharaj, termasuk harta tak bertuan yang diperoleh dari harta yang tak memiliki ahli waris atau harta yang dikembalikan oleh orang-orang yang berlaku curang. Sedangkang kas kepemilikan umum didapat dari hasil pengelolaan sumber daya alam.

Ketiga, pengeluaran yang ketat, aktivitas pembiayaan yang dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan penting, tidak dibenarkan kebutuhan tersebut melanggar hukum syariat, sehingga kas negara tidak akan mudah bocor dikarenakan penggunaan yang boros.

Keempat, pengawasan yag teliti. Pembelanjaan negara akan selalu diawasi oleh beberapa pihak, seperti rakyat, majlis umat, majlis wilayah, hingga partai politik. Peluang berlaku curang dan memanfaatkan kas APBN akan diminamilisir. Jika ada kesalahan sedikit saja akan langsung diingatkan. Semua ini berjalan atas dorongan iman, saling menasihati dengan kasih sayang.

Empat hal tersebut akan diterapkan dalam sistem Islam untuk menghindari pemanfaatan APBN yang tidak tepat, hanya saja yang perlu diperhatikan adalah sistem penjagaan Islam seperti ini akan berjalan sempurna jika diterapkan dalam bingkai khilafah kepemimpinan Islam. Jadi jika ingin APBN tidak tenggelam dalam kubangan haram, hanya bisa diselamatkan dengan sistem Islam.[]


Oleh: Eva Erfiana, S.S


Posting Komentar

0 Komentar