Untuk mengatasi solusi kemacetan di Kota Bogor, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor bekerjasama dengan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) dengan pengoperasian angkutan umum perkotaan dengan skema pembelian (Buy The Service / BTS). Di Lansir oleh RadarBogor, pada 27 Juli 2021, Direktur Angkutan BPTJ Saptandri Widiyanto bersama Kepala Dinas Perhubungan Kota Bogor Eko Prabowo. Mengucapkan terima kasih atas peran dan dukungan Pemkot Bogor dalam pelaksanaan layanan angkutan umum dengan mekanisme BTS.
Program kerjasama ini juga mendapatkan apresiasi dari Kementerian perhubungan, karena program ini dianggap sangat baik dalam penataan transportasi, sesuai dengan Perda Kota Bogor yakni mewujudkan program konversi 3:1 (tiga angkot menjadi satu bus). Selain itu, BTS merupakan pilot project yang diharapkan akan diikuti oleh kota-kota lain se-Jabodetabek. Dan diharapkan mekanisme BTS mampu memberikan manfaat untuk warga.
Pengadaan BTS yang akan dikonversi dengan angkot, akan berimbas pada berkurangnya jumlah angkot. Sekilas program BTS seakan menjadi harapan baru untuk menghapus kemacetan di Kota Bogor. Namun, jika melihat dengan seksama program ini tentu saja akan menyisakan permasalahan baru di Kota Bogor. Salah satunya menimbulkan angka pengangguran baru dari kalangan supir angkot, dan berkurang pemasukan supir angkot karena adanya bus BTS.
Tidak dipungkiri, kemacetan menjadi potret yang sering terjadi di kota-kota di Indonesia. Dan apakah memang benar, bahwa angkot menjadi “biang kerok” satu-satunya sumber kemacetan di Kota Bogor? Padahal permasalahan kemacetan bukan hanya dikarenakan angkot semata, tetapi banyak faktor lainnya yang mendukung kemacetan itu terus terjadi. Antara lain pertama, volume kendaraan yang melebihi kapasitas jalan. Kedua, buruknya layanan transportasi publik, mulai tarif yang mahal, armada yang tidak layak, seringnya terjadi kecelakaan sampai ancaman kriminalitas. Ketiga, banyaknya infrastruktur jalan yang rusak dan perbaikan jalan. Dan keempat budaya tertib lalu lintas yang sangat rendah di kalangan pengendara. Dari empat faktor diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa kemacetan yang terjadi sebenarnya bersifat sistemik. Sistem yang menaungi aturan yang diterapkan saat inilah yang menjadi sumber utama dari masalah kemacetan.
Berbagai upaya yang digulirkan pemerintah untuk mengatasi kemacetan, tapi tidak satupun upaya tersebut dapat menjadi solusi kemacetan. Justru yang terjadi upaya tersebut hanya akan menuai permasalahan baru. Solusi tambal sulam memang menjadi “senjata pamungkas” sistem kapitalisme yang bertahta saat ini. Yang orientasinya hanya untuk meraih keuntungan/manfaat semata, dan solusi yang ditawarkan oleh sistem ini tidak menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya.
Oleh karena itu, diperlukan solusi sistemik sebagai alternatif lain sebagai solusi kemacetan. Islam sebagai agama dan ideologi memiliki aturan yang sempurna untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia. Islam memandang bahwa jalan merupakan salah satu infrakstruktur yang sangat penting dalam membangun dan meratakan ekonomi sebuah negara demi kesejahteraan rakyat. Negara dalam hal ini wajib membangun infrakstruktur yang baik dan merata di seluruh pelosok negeri, bukan hanya terfokus membangun di daerah perkotaan. Sedangkan daerah-daerah pelosok dibiarkan dengan jalan yang alakadarnya. Jalan yang baik dan lebar akan mengurangi kemacetan, yang akan memudahkan distribusi untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, kegiatan pendidikan, perkantoran dan industri akan berjalan lancar.
Negara Islam (Khilafah) akan menyediakan sarana transportasi umum yang aman, nyaman dan ongkos yang murah bahkan gratis. Khilafah akan membatasi produksi dan distribusi kendaraan pribadi dan melarang transaksi leasing dan ribawi yang melanggar syariah Islam. Juga memperbanyak transportasi umum, sehingga masyarakat tidak perlu menggunakan kendaraan pribadi, dan dibarengi dengan edukasi pada masyarakat akan pentingnya budaya tata tertib berlalu lintas. Kondisi ideal ini akan terwujud karena ditopang oleh sistem keuangan negara khilafah yang kuat. Yang tidak bersandar pada pajak dan utang. Negara khilafah memiliki sumber pemasukan melimpah dari pengelolaan sumber daya alam (SDA) untuk membiayai sarana dan prasarana transportasi.
Perencanaan dan penataan kota yang baik dan efektif juga akan dilakukan oleh Khilafah. Sebagai contoh, Baghdad saat dijadikan ibukota negara kekhilafahan Abbasiyyah menjadikan setiap bagian kota hanya untuk sejumlah penduduk tertentu. Bagian kota tersebut dilengkapi dengan sarana dan prasarana publik yang dibutuhkan warga seperti masjid, taman, pusat industri, perpustakaan, rumah sakit, perkantoran dan sekolah. Dengan mekanisme ini, masyarakat tidak perlu berurbanisasi untuk memenuhi kebutuhannya menuntut ilmu ataupun bekerja. Pembangunan yang merata dan ketersediaan lapangan pekerjaan di setiap wilayah akan menghindari keinginan masyarakat untuk berpindah ke wilayah yang lain.
Demikianlah mekanisme khilafah dalam mengatasi kemacetan. Khalifah sebagai pihak yang diberikan amanah, memiliki tanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Rasulullah bersabda, ”Imam adalah ibarat penggembala dan hanya dia yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya” (HR Muslim). Tanpa penerapan Islam kaffah dalam bingkai khilafah, permasalahan umat tidak akan kunjung terselesaikan. Sudah saatnya kita mencampakkan sistem kapitalis yang rusak dan batil, dan beralih kepada aturan Islam sebagai problem solver manusia termasuk masalah kemacetan.
Penulis : Siti Rima Sarinah
(Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban)
0 Komentar