Campakkan Demokrasi atau Otoriter! Pilih Perubahan ke Arah Islam

 


Pandemi Covid-19 yang sudah melanda dunia sejak hampir 2 tahun belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Di Indonesia sendiri, pada 6 Agustus 2021 terkonfirmasi 39.532 penambahan kasus positif per hari dan total kematian mencapai 104.010 jiwa. Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa kebijakan yang diterapkan tidaklah tepat. Penanganan corona yang tidak tepat tidak hanya melanda Indonesia tapi di seluruh dunia hingga menimbulkan banyak gelombang protes dari rakyat. 

Di Tunisia, pada Senin 26 Juli terjadi protes terhadap pemerintah dan partai terbesar di parlemen, Ennahda akibat lonjakan kasus Covid-19 serta meningkatnya kemarahan atas disfungsi politik kronis, lesunya perekonomian dan menurunnya layanan publik. Akibat protes tersebut, Presiden Tunisia, Kais Saied menggulingkan pemerintah dan membekukan kegiatan parlemen dan aksi tersebut dituding sebagai aksi kudeta oleh lawan politiknya. Hal ini pun memicu bentrok antara pendukung Ennahda dengan pendukung Saied di dekat gedung parlemen. Di sisi lain, AS melalui Penasihat Keamanan Nasionalnya, Jake Sullivan mendesak presiden Tunisia untuk kembali ke jalur demokrasi.

Gelombang protes rakyat karena kegagalan pemerintah menangani pandemi masih berporos pada pakem demokrasi, paling jauh dengan mendorong sikap otoriter seperti yang dilakukan oleh presiden Tunisia. Padahal nyata demokrasi telah gagal menyelesaikan masalah pandemi. Kebijakan-kebijakan yang lahir dari akal dan nafsu manusia semata, jelas tidak akan mampu menangani masalah. Perekonomian yang masih menjadi pertimbangan utama dalam membuat kebijakan, maraknya korupsi dana bantuan sosial, sanksi hukum yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas dan kurangnya sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah menjadi beberapa faktor yang membuat pandemi tidak kunjung usai.

Islam sebagai agama sekaligus ideologi telah mengajarkan solusi yang sahih dalam menangani wabah, yaitu dengan melakukan lockdown syari. Dari Abdullah bin Amir bin Rabi'ah, Umar bin Khattab ra. menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi wabah di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." Lalu Umar bin Khattab berbalik arah meninggalkan Sargh," (HR Bukhari dan Muslim)

Ketika suatu wilayah terkena wabah maka penguasa wajib melakukan lockdown dan memenuhi kebutuhan hidup seluruh rakyat di wilayah tersebut, sehingga wabah cepat berlalu karena potensi penularan ditekan seminimal mungkin. Rakyat di wilayah wabah pun tidak perlu khawatir karena kebutuhan mereka akan tetap terpenuhi walaupun tidak bisa bekerja secara normal sedangkan rakyat di luar wilayah wabah tetap dapat beraktivitas dengan normal tanpa adanya potensi tertular. Sanksi hukum pun diterapkan secara adil, siapa pun yang melanggar aturan akan diberikan sanksi yang tegas sehingga ketaatan dan kepercayaan publik pun akan tercipta. Karakter kepemimpinan global dalam Islam pun menciptakan kebijakan dalam satu komando.

Pandemi Covid-19 seharusnya menjadi momen bagi kita bersama untuk semakin menyadari kebatilan dari sistem demokrasi, otoriter dan segala macam sistem turunan yang berasal selain dari Islam. Islam sebagai ideologi yang berasal dari Allah SWT tentu melahirkan solusi yang tepat dalam menyelesaikan seluruh masalah termasuk masalah pandemi. []


Oleh: Westi Annita Sari., ST., MT.

Posting Komentar

0 Komentar