Childfree, Religion free?



Belakangan ini jagat dunia maya sempat dihebohkan dengan istilah Childfree, bahkan di beberapa media sosial di Indonesia, di Twitter, Youtube maupun platform media online lainnya menjadi trending topik perbincangan masyarakat digital.


Topik childfree yang tengah ramai dibicarakan ini muncul setelah YouTuber Gita Savitri secara terbuka mengungkapkan pilihannya untuk tidak memiliki anak.


Apa itu childfree? Menurut dictionary.cambridge.org, childfree adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada orang yang memilih tidak memiliki anak, atau tempat atau situasi tanpa anak.


Istilah ini digunakan bagi orang yang sudah menikah namun memilih sikap untuk enggan memiliki keturunan. Baik itu anak kandung, anak tiri maupun anak adopsi.


Ada banyak alasan yang melatarbelakangi komunitas yang mengaku diri sebagai Childfree Community, di antaranya adalah kekhawatiran genetik, faktor finansial, mental yang tidak siap menjadi seorang ibu, bahkan alasan lingkungan.


Hal tersebut juga sempat disoundingkan oleh salah satu influencer Gita Savitri, dalam salah satu acara wawancaranya yang diunggah di youtube itu dia menyampaikan bahwa salah satu reason kenapa dia memilih sikap untuk Childfree adalah karna faktor finansial dan kesiapan mental orang tua untuk memiliki dan mendidik anak.


Sikap tersebut digadang-gadang menjadi hak privasi masing-masing yang tidak boleh dicampuri orang lain. Namun nyatanya, sikap tersebut tentu saja dapat mempengaruhi pemikiran orang banyak. Sehingga banyak yang akan terpengaruh, mengamini, bahkan mengikuti sikap tersebut. Maka hal ini dapat menjadi polemik.


Apalagi di Indonesia prinsip tersebut masih dirasa aneh oleh banyak kalangan bahkan menuai kontroversi. Childfree sebenarnya bukanlah istilah yang baru lahir, sebab trend ini sudah sejak lama berkembang di negara barat seiring dengan meluasnya liberalisme.


Dan dari segi agama, jelas sikap ini akan menyelisihi fitrah. Segala sesuatu yang bertentangan dengan fitrahnya manusia pasti akan menjadi masalah. Misalnya, manusia pada fitrahnya adalah makhluk yang membutuhkan makanan untuk bisa bertahan hidup, maka akan menjadi masalah bila tidak ada makanan yang kita masukkan dalam tubuh kita.


Begitu pula dengan sebuah pernikahan, fitrah tujuan dari sebuah pernikahan salah satunya adalah untuk melanjutkan generasi dengan memiliki keturunan. Maka akan menjadi aneh ketika ada sebuah pasangan menikah namun tidak mau memiliki keturunan baik itu keturunan kandung, tiri, maupun adopsi. 


Terlepas dari qada Allah pada pasangan yang belum juga dikaruniai keturunan, maka sudah beda lagi pembahasannya. Karena setiap qada atau ketetapan Allah, bukanlah ranah atau wilayah yang dapat kita pilah-pilih. Dan sebagai seorang muslim, akan meyakini setiap qada yang telah Allah tetapkan, adalah baik bagi setiap hamba-Nya.


Namun sikap childfree di sini adalah pilihan. Apabila kenyataannya sebuah pasangan sebenarnya bisa dikaruniai keturunan, tetapi mereka justru memilih untuk tidak memiliki anak dengan berbagai ikhtiar medis seperti KB, sterilisasi dan lain-lain. Bukan karena alasan yang dibenarkan seperti menjaga jarak antar anak satu dan lainnya, atau karena faktor kesehatan.


Dengan kata lain, sikap childfree ini menafikan fitrah manusia yang telah Allah tetapkan. Sehingga dapat dikatakan pula menolak qada Allah atas dirinya yakni ketetapan fitrah pernikahan untuk melestarikan keturunan atau generasi.


Paham childfree ini pun berbahaya dari sisi akidah atau keimanan. Karena memutuskan harapan, memutuskan keyakinan bahwa rezeki itu dari Allah. Seakan-akan punya anak itu membuat manusia miskin, padahal Allah katakan yang memberi rezeki, bukan manusia.


Dari berbagai sumber, pilihan childfree sendiri dikatakan mulai populer 10 tahun terakhir, karena anak-anak muda kini melihat memiliki anak sebagai suatu pilihan, bukan kewajiban. Hal ini mungkin lebih terlihat pada masyarakat di negara Barat atau negara yang 'bebas' dan menerapkan liberalisme.


Maka dari itu di Indonesia sendiri, narasi childfree kerap kali dikaitkan dengan ketidaksesuaian dengan moral dan budaya serta agama atau dianggap pilihan yang aneh. Beberapa pendapat juga menyatakan bahwa hamil dan melahirkan bukanlah pilihan, namun kodrat wanita.


Gagasan ini tak lain lahir dari gagasan yang berdasarkan pemahaman sekularisme. Pemahaman yang memisahkan agama dari kehidupan. Kehidupan tidak boleh diasuh oleh agama, kecuali ranah ibadahnya saja. Jadi agama tidak boleh mengatur hidup, agama tidak boleh atur rumah tangga termasuk juga agama tidak boleh mencampuri hak-hak yang sifatnya personal, tidak boleh mengintervensi individu. Karena sekularisme mengklaim adanya kebebasan untuk memilih berdasarkan otoritas dirinya, sekalipun bertentangan dengan paham agama tadi.


Peradaban sekuler inilah yang menghasilkan cara pandang liberalisme atau kebebasan, yang salah satu pandangannya termasuk juga memiliki atau tidak memiliki anak. Liberalisme yang menjadi asas berpijak gagasan childfree tersebut. Dan liberalisme jelas bertentangan dengan agama, terlebih agama Islam. 


Karena Allah Swt telah memberikan panduan dan pedoman hidup yang jelas bagi hamba-Nya berdasarkan Alquran dan Sunah. Tidak ada pilihan bagi hamba-Nya terkait dengan hukum syara yang telah ditetapkan oleh-Nya. Termasuk dalam pilihan untuk memiliki anak atau tidak. Maka ketika seseorang tak lagi peduli atau abai dengan aturan agamanya, lalu mengambil keputusan untuk childfree, bukankah sama saja ia pun bersikap untuk religionfree?


Wallahu a'lam biashshawab.


Oleh Novita Sari Gunawan


Posting Komentar

0 Komentar