Ada sebagian orang yang terus memperjuangkan demokrasi. Hal ini dilakukan karena demokrasi dianggap masih memberikan keuntungan bagi dia dan kelompoknya. Demokrasi dianggap penyelamat dan mudah untuk mendapatkan kekayaan. Korupsi, nepotisme dan berbagai bentuk kemaksiatan di sistem ini justru ditumbuhsuburkan.
Begitupun dengan kondisi saat ini sekalipun sebagian orang sudah mundur tetapi tetap saja masih ada yang menganggap sebagai dewa keberuntungan untuk mengeruk kekayaan termasuk di wilayah oligarkinya. Karena pada faktanya demokrasi yang digadang-gadang mampu menyejahterakan rakyat secara adil nyatanya senantiasa berstandar ganda dalam jargon-jargonnya. Kebebasan berkeyakinan, berpendapat nyatanya bohong semata. Saat rakyat menyampaikan aspirasi malah dibungkam dengan persekusi, penangkapan hingga masuk jeruji besi. Inilah yang kemudian disebut demokrasi Otoritarianisme.
Presiden PKS Ahmad Syaikhu menyampaikan pidato kebangsaan dalam acara peringatan 50 tahun Centre for Strategic and International Studies Indonesia atau CSIS Indonesia. Syaikhu mengutip penilaian ilmuwan politik yang menilai model demokrasi Indonesia saat ini berputar haluan ke arah otoritarianisme.
Syaikhu awalnya memaparkan visi kerakyatan dalam membangun Indonesia sebagaimana dikonsepkan para pendiri bangsa. Namun, menurutnya, demokrasi Indonesia justru mengalami kemunduran meski sudah 23 tahun pasca-reformasi.
(detikNews.com,20/08/ 2021)
Namun nyatanya demokrasi memiliki kecacatan sebagai sebuah pelanggaran di masyarakat. Demokrasi sendiri memiliki dua sisi yang berbeda, Sebagaimana pada Tragedi Trisakti yang merupakan sebuah peristiwa kelam dalam sejarah demokrasi Indonesia. Dimana hal ini merupakan sebuah peristiwa penembakan, yang terjadi pada tanggal 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta,Indonesia serta puluhan lainnya luka. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977 – 1998), Hafidin Royan (1976 – 1998 ), dan Hendriawan Sie (1975 – 1998). Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada.
Sudah bukan rahasia lagi jika ketika masa orde baru demokrasi adalah sesuatu yang mahal harganya, bahkan untuk menebusnya harus dibayar dengan nyawa. Sebagaimana yang terjadi pada tregedi trisakti. Dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia sepanjang 1997-1999. Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke Gedung Nusantara, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti
(tribratanews.kepri.polri.go.id,20/06/2021).
Fakta ini menggambarkan bahwa demokrasi nyatanya tidak seideal teorinya. Jargon dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat hanyalah bualan semata. Dari dahulu hingga kini dimana pun berada demokrasi diterapkan tidak memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi rakyat. Kebebasan dalam berbagai bidang kehidupan justru menambah deret kelam kejahatan demokrasi. Begitupun dengan kondisi di negeri kita ini. Demokrasi prosedural hingga Otoritarianisme semakin menambah derita rakyat.
Kritik yang selalu disampaikan oleh publik kepada negara dalam rangka agar negara betul-betul meriayah rakyatnya faktanya yang ada pembungkaman yang sering digunakan.
Aksi mahasiswa dan rakyat saat mengkritisi terkait pembuatan UU Cipta kerja jelas nyata bahwa demokrasi berstandar ganda, mereka para pendemo mendapatkan persekusi hingga intimidasi. Bahkan tokoh,ulama pun banyak yang masuk penjara. Padahal mereka hanya menyampaikan aspirasi masyarakat. Namun, mirisnya mereka mendapatkan perlakuan yang tidak seharusnya. Jika berpegang pada prinsip kebebasan berpendapat dalam demokrasi seharusnya sah-sah saja orang berpendapat. Namun kenyataan nya tidak begitu selalu ada pihak yang diuntungkan dan pastinya yang diuntungkan adalah para kapitalis.
Jika ditelisik demokrasi yang diusung dari dulu hingga kini memang mengalami banyak perubahan tetapi kalau dilihat dari segi akarnya sama saja. Korupsi, nepotisme serta suara terbanyak akan menjadi titik awal kebobrokannya. Kedaulatan di tangan rakyat menjadi sumbu kesengsaraan dalam demokrasi. Bahkan saat ini suara pemilik modal menjadi bahan pertimbangan penguasa manakala mengeluarkan kebijakan. Karena bagi siapapun yang hendak mendapatkan kekuasaan harus mendapat sokongan dari para pemilik modal yang kelak akan menaikkan para penguasa ke kancah pemerintahan.
Maka hal yang tidak asing jika mereka penguasa sudah naik akan terus mengeruk kekayaan dan keuntungan.
Pandangan Islam Terkait Demokrasi
Islam memandang bahwa demokrasi merupakan sebuah konsep yang gagal karena dalam demokrasi memberi hak pada manusia kedaulatan secara mutlak dalam pembuatan hukum. Padahal dalam Islam kedaulatan ada di tangan syariah.
Sebagaimana tercantum di dalam surat Yusuf (12):40):
"Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah".
Dalil di atas berkaitan tentang kedaulatan sementara dari kekuasaan berada tetap di tangan khalifah yang menjalankan roda pemerintahan dengan menerapkan hukum Allah Swt yang bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah.
Menerapkan hukum sesuai dengan Sang Pemilik Jiwa dan alam semesta ini akan membawa keberkahan. Namun ketika memilih aturan yang bukan dari Allah tentu akan membawa kesengsaraan bagi manusia itu sendiri.
Fakta saat inilah yang menjadi bukti kegagalan demokrasi sekularisme dalam menyejahterakan rakyatnya. Sekalipun di negara maju ada yang makmur dalam penerapannya tetapi di sisi lain kebobrokan moral dan akhlak sangat kentara.Bahkan banyak sisi lain yang lebih bobrok dari penerapan sistem hukum demokrasi dan justru berbanding terbalik dengan penerapan sistem Islam. Kita bisa menengok sejarah Islam untuk membandingkan antara sistem Islam kafah dengan demokrasi.
Jika kemudian masih banyak orang yang memperjuangkan demokrasi sekularisme sesungguhnya sebuah kefatalan sikap, terlebih dengan mengatakan karena kesalahan praktik bukan dari konsepnya.
Dalam demokrasi aturan yang dibuat berdasarkan akal manusia yang serba lemah dan terbatas. Sementara dalam sistem Islam bersumber dari yang menciptakan akal itu sendiri. Dialah Allah Swt.
Melihat fakta negeri ini sudah menerapkan berbagai konsep demokrasi,individu yang katanya amanahpun nyatanya tetap saja tersangkut korupsi dan berbagai perilaku yang jahat. Karena sejatinya demokrasi berakar dari memisahkan agama dari kehidupan manusia. Konsep inilah yang kemudian melahirkan jiwa hedonistik, ekonomi kapitalistik, politik oppurtunistik,sikap agama yang sinkretik, pendidikan yang materialistik.
Dengan melihat berbagai fakta seharusnya umat Islam menyadari bahwa mengambil sistem demokrasi sekularisme merupakan sebuah kesalahan dan akan menjerumuskan ke dalam kesyirikan. Mengambil sistem demokrasi seolah menganggap bahwa dirinya lebih kuat dan mampu memahami kondisi yang terjadi dengan manusia. Jalan perubahan melalui demokrasi hanya akan membawa manusia secara terus menerus ke dalam jurang kesengsaraan baik di dunia dan akhirat.
Perjuangan yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat dan umat saat ini bagaimana memahamkan umat akan konsep penerapan Islam yang dulu pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabatnya. Karena sesungguhnya jika terus menempuh perjuangan demokrasi sekularisme hanyalah kesia-siaan belaka.
Karena apapun konsep demokrasi tetap saja hanya membawa kesengsaraan bagi manusia. Pilihan tentu ada dalam diri kita pilih demokrasi atau Islam kafah yang jelas menyejahterakan umat?
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh Heniummufaiz
Ibu Pemerhati Umat
0 Komentar