Proses hijrahnya Rasulullah saw dari Makkah Al-Mukarramah ke Madinah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap banyak hal. Perubahan perpolitikan dunia juga bangsa Arab sudah pasti berdampak sangat besar, begitu pula dengan tatanan masyarakat yang dibentuk. Pembentukan masyarakat ala Rasulullah ini dimulai saat Mush'ab diperintahkan Rasul untuk melakukan misi rahasia di Madinah.
Misi rahasia yang harus dilakukan oleh Mush'ab adalah yang pertama, mengenal lebih dekat masyarakat Madinah dan keberadaanya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perasaan mereka yang sebenarnya terhadap dakwah, da'i (juru dakwah) dan perubahan apa yang kemungkinan terjadi atas perasaan mereka yang demikian. Selain itu aktivitas tersebut juga dapat mengetahui mana teman dan mana lawan.
Gambaran yang jelas dan benar tentang Madinah ini sangat dibutuhkan oleh Rasulullah yang akan membentuk tatanan masyarakat baru yang sangat berbeda dengan sebelumnya. Kedua, menyiapkan penduduk Madinah yang telah beriman untuk menerima strategi 'nushrah' yang sebelumnya sempat terhenti.
Satu tahun kemudian saat musim haji, Mush’ab datang kembali ke Makkah menemui Rasulullah saw dan mengabarkan semua informasi tentang Madinah dan penduduknya. Sehingga Rasul mengetahui dengan jelas bahwa penduduk Madinah paham akan wajibnya melindungi dan membela Rasul saw.
Saat Rasulullah saw dan para penduduk Makkah sudah berhijrah dan sampai dengan aman di Yatsrib, langkah pertama yang dilakukan oleh Rasulullah adalah membangun masjid. Dalam hal ini, Beliau membeli tanah dari dua orang anak yatim di tempat onta bseliau menderum, tepatnya di depan rumah Abu Ayyub.
Masjid ini bukan sekedar untuk melaksanakan sholat semata, namun juga merupakan tempat kaum muslimin untuk menimba ilmu. Walaupun mereka sudah ber Islam, namun keimanan harus senantiasa dipupuk dengan terus menggali tsaqofah (pengetahuan), dalam hal ini ilmu tentang wawasan ke Islaman.
Masjid juga merupakan tempat pertemuan dalam mempersatukan berbagai kabilah dari sisa-sisa pengaruh perselisihan semasa jahiliyah. Masjid pun tempat untuk mengatur segala urusan termasuk bemusyawarah dalam menjalankan roda pemerintahan. Selain itu, masjid juga berfungsi sebagai tempat tinggal kaum papa dari golongan Muhajirin yang datang ke Madinah yang tidak mempunyai kerabat dan masih belum berkeluarga.
Langkah berikutnya yang merupakan bagian dari starategi Rasulullah saw adalah dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshor. Upaya ini dilakukan oleh Beliau agar diantara mereka terjalin tolong menolong dan mewariskan harta disamping ahli waris.
Namun saling mewarisi antar mereka hanya berlaku hingga perang Badar, karena saat itu turun surat Al Anfal, 75,”Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat)”. Sehingga aturan tersebut dibatalkan, tetapi ikatan persaudaran mereka masih tetap berlaku.
Rasulullah saw menjadikan persaudaran ini sebagai ikatan yang benar-benar harus dilaksanakan, bukan sekedar isapan jempol dan omong kosong semata. Persaudaran tersebut harus merupakan tindakan nyata yang mempertautkan darah dan harta. Hal ini benar-benar merupakan langkah yang tepat dan bijaksana, karena dapat memecahkan sekian banyak masalah yang dihadapi kaum muslimin.
Tidak hanya itu, Rasulullah juga selalu mendidik, membimbing, mensucikan jiwa manusia, menuntun mereka pada akhlaq yang baik, menanamkan adab, kasih sayang, persaudaraan, kemuliaan, ibadah dan ketaatan. Dengan begitu Rasulullah telah berhasil menancapkan sendi-sendi masyarakat yang baru yang tentu saja memberikan pengaruh spiritual yang sangat besar pada masyarakat Madinah.
Kemudian Rasulullah beralih untuk memberikan pengaturan pada masyarakat non-Muslim. Hal ini untuk menciptakan keamanan, kebahagiaan dan kebaikan pada semua dengan membuat suatu kesepakatan. Undang-undang sesuai syari’at ini pastinya penuh tenggang rasa dan tidak dipenuhi fanatisme golongan.
Tetangga terdekat saat itu adalah kaum Yahudi, sekalipun mereka memendam kebencian, namun mereka tidak berani menampakkannya. Beliau menawarkan perjanjian pada mereka yang intinya memberikan kebebasan menjalankan agama dan memutar kekayaan, namun tidak diperbolehkan untuk saling menyerang dan memusuhi.
Perjanjian ini menggambarkan bahwa Madinah merupakan sebuah negara dengan Rasulullah sebagai pimpinannya dan kaum Muslimin sebagai pelaksana pemerintahan dan penjaganya. Madinah pun menjadi ibukota kaum Muslimin.
Dari langkah strategis Rasulullah ini bisa terlihat bahwa berkumpulnya orang-orang yang hijrah dari Makkah dan bersatunya mereka dengan penduduk Madinah tidak akan menjadi sebuah entitas masyarakat. Namun bila terjadi interaksi untuk mendapatkan kemaslahatan dan menolak berbagai mafsadat, maka itulah yang dinamakan sebuah masyarakat.
Tidak hanya itu, masyarakat juga tidak akan terbentuk bila mereka tidak mempunyai satu pandangan tertentu terhadap interaksi tersebut. Hal ini akan terjadi bila pemikiran, perasaan mereka dalam tatanan sistem aturan yang satu. Oleh karena itu Rasullah membuat satu surat perjanjian antara kaum Muhajirin dan Anshor serta mempersaudarakan antar mereka.
Yang harus digaris bawahi adalah rendah atau tinggi nya sebuah masyarakat sangat bergantung pada pemikiran dan sistem yang menyatukan mereka. Rasulullah menyatukan kaum Muhajirin dan Anshor dengan aqidah (pemikiran) dan sistem hukum syari’ah sehingga membentuk kesatuan perasaan, maqayis (standar-standar) dan qana’at (kepuasan-kepuasan).
Di tengah karut marutnya sistem kapitalis yang menguasai dunia dan selalu menjerat manusia tanpa arah hingga kehilangan sinar Nya, langkah Rasulullah untuk membentuk masyarakat dengan orientasi akhirat perlu menjadi solusi alternatif. Merubah 180 derajat arah pandang manusia dan mengarahkan bahwa Islam mempunyai solusi total dalam pembentukan masyarakat.
Wallahu’alam
Oleh Ruruh Hapsari
0 Komentar