Hikmah Hijrah Menuju Habasyah



Rasulullah saw diutus ke dunia oleh Allah swt untuk menyeru manusia kepada jalan yang lurus. Saat diangkat menjadi rasul, beliau langsung menyampaikan apa yang menjadi titah Rabb nya. Lima tahun kemudian, Allah swt memerintahkan Rasul saw untuk memulai dakwah secara terbuka kepada masyarakat Makkah ditandai dengan turunnya surat Al-Hijr: 4.


Dalam surat Al-Hijr: 4 disebutkan,”Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperitahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang Musyrik”, maka Rasulullah saw langsung bangkit menyerang berbagai khurafat dan kebohongan dari kesyirikan. Rasululah saw menjelaskan pada masyarakat Makkah bahwa berhala sama sekali tidak memiliki nilai apapun. 


Ketidak berdayaan berhala tersebut beliau gambarkan disertai penjelasan. Bahwa siapa saja yang menyembah berhala dan menjadikannya sebagai wasilah antar dirinya dengan Allah swt, maka mereka berada dalam kesesatan yang nyata. Dengan pernyataan Rasulullah saw tersebut, tentu saja membuat kaum musyrikin Makkah murka.  


Sejak awal Rasulullah diutus menjadi Nabi, masyarakat Makkah memang sudah menyadari bahwa ada agama baru yang beliau sampaikan. Namun saat Rasul menyerukan dakwah secara terang-terangan, mereka baru menyadari bahwa yang didakwahkan Muhammad selama ini adalah untuk menentang agama nenek moyang yang sudah mendarah daging di kalangan bangsa Arab. 


Seruan dakwah yang terbuka ini, tentu laksana petir yang menggelegar, berkilau dan mengguncang udara yang awalnya tenang. Makkah berpijar dengan api kemarahan, bergolak dengan pengingkaran tatkala mereka mendengar seruan tersebut. Sejak saat itu Rasulullah saw dan pengikutnya merupakan musuh yang harus dibasmi dengan jalan apapun. 


Kaum Musyrikin Makkah berupaya untuk menghadang penyebaran dakwah. Upaya mereka antara lain menghina dan mengolok-olok kaum Muslimin, hal ini untuk menggembosi kekuatan mental kaum Muslimin. Membangkitkan keragu-raguan terhadap ajaran Islam, melawan Alquran dengan dongeng masa lalu, menyodorkan penawaran agar membuat jalan tengah antara jahiliyah dan ajaran Islam.


Namun cara-cara tersebut ternyata tidak efektif untuk menghadang laju dakwah kala itu. Maka kaum musyrikin mengambil cara dengan kekerasan fisik and tekanan untuk menghentikan pengikut Rasullullah. Karena hal ini berlangsung terus menerus, maka Rasulullah membuat keputusan, bahwa kaum Muslimin tidak diperkenankan untuk menampakkan ke Islaman mereka baik berupa perkataan maupun perbuatan. 


Berbagai tekanan oleh kaum Quraisy tersebut terutama ditujukan pada mereka yang lemah. Bulan pun berganti, namun tekanan tersebut tak kunjung berakir. Hingga pada pertengahan tahun ke-lima kenabian, kota Makkah terasa sempit bagi kaum Muslimin yang lemah tersebut. Mereka pun sempat berfikir untuk mencari jalan keluar dari siksaan yang pedih ini. 


Saat itu turunlah surat Az-Zumar yang mengisyaratkan hijrah dan menyatakan bahwa bumi Allah ini tidaklah sempit. “Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (Az-Zumar: 10).


Rasulullah telah mengetahui bahwa Raja Najasy yang berkuasa di Habasyah merupakan raja yang adil. Selain itu beliau telah benar-benar mempelajari kondisi Habasyah dengan baik dan memahami situasi politik keadaan dunia saat itu. Dengan begitu, Rasulullah memilih bahwa Habasyah merupakan tujuan hijrah kaum muslimin.


Kemudian terdapat sepuluh orang yang hijrah ke Habasyah. Namun selang berapa lama, mereka kembali lagi ke Makkah begitu mendengar kabar bahwa para pejabat Makkah masuk Islam. Sejurus dengan itu, mereka ingin cepat kembali ke Makkah untuk membantu Rasulullah menghadapi periode dakwah berikutnya. 


Namun hal itu merupakan kabar burung semata. Sehingga Rasulullah memerintahkan kedua kalinya untuk hijrah kembali ke Habasyah. Untuk kali ini rombongan yang berangkat hijrah dipimpin oleh Ja’far bin Abi Tholib ra dan berjumlah berkali lipat, yaitu delapan puluh orang.

 

Mengetahui hal tersebut, Musyrikin Makkah tentu tidak tinggal diam. Abdullah bin Rabi’ah dan Amru bin al’Ash dikirim ke Habasyah untuk menyebarkan isu miring tentang kaum muslimin yang yang berhijrah. Hal itu mereka lakukan dengan harapan agar kaum muslimin dikembalikan lagi ke Makkah. 


Mereka berupaya untuk menyogok para panglima perang dengan memberikan hadiah yang tidak ditemui di Makkah begitupula pada Raja Najasyi. Namun saat mengetahui maksud kedatangan Abdullah bin Rabi’ah dan Amru bin al’Ash menemuinya, justru Najasyi marah. “Demi Allah, aku tidak akan menyerahkan mereka kepada kedua orang ini. sebab tidak satu kaum pun yang berada di sisiku dan tinggal di negaraku, karena mereka lebih memilih aku …”. 


Hari berikutnya Ja’far dipanggil untuk menghadap pada Najasyi. An-Najasyi berkata,”apakah kamu membawa sesuatu yang datang dari Allah? ”, kemudian Ja’far membacakan surat Maryam. Mendengarnya, Najasy menangis hingga membasahi jenggotnya. Begitu juga para uskup yang hadir di sekiling sang raja, mereka menangis hingga membasahi kitab-kitab mereka. 


Kemudian Najasy berkata pada utusan Qiraisy,”Sungguh, (ayat) ini dan yang dibawa oleh Isa bin Maryam benar-benar berasal dari satu misykah (lentera). Kalian berdua pergilah, sebab demi Allah sungguh aku tak akan menyerahkan mereka pada kalian”. 


Najasy bertanya kembali,”Apa pendapat kalian tentang Isa bin Maryam?” . Ja’far kemudian menjawab,”Kami mengatakan sesuai apa yang disabdakan oleh Rasulullah saw, beliau bersabda bahwa Isa adalah hamba Allah swt, utusan Allah, ruh Allah dan kalimat Allah yang dikaruniakan kepada Maryam gadis suci yang belum pernah tersentuh laki-laki sama sekali”.


Kemudian raja Najasyi berkata,”Sekarang pergilah kalian kaum muslimin, kalian bebas dan aman tinggal di wilayahku. Siapa saja yang menghina kalian, celaka. Aku tidak akan merasa senang meskipun aku mempunyai gunung emas, jika aku menyakiti seorang saja diantara kalian. Kembalikan hadiah itu kepada keduanya, aku tidak butuh akan hadiah itu”. 


Dari peristiwa hijrah ini setidaknya terdapat empat motif dan hikmah yang bisa diambil. Pertama, hijrah ke Habasyah adalah dalam rangka himayah dakwah. Yaitu upaya untuk melindungi dakwah dan agama Allah swt. 


Kedua, diperbolehkannya hijrah dari daar al khouf (negeri yang penuh ketakutan) menuju daar al amn (negeri yang aman) dalam rangka meminta suaka politik dan perlindungan. Hal ini tentu dengan jaminan dapat melaksanakan ibadah dengan baik. 


Ketiga, karakter pengemban dakwah dalam situasi bagaimana pun tetap menyampaikan dakwah apa adanya tanpa takut terhadap resiko, yang akan menjadi wasilah tersebarnya dakwah. Keempat, berbagai tipu daya orang Kafir akan mengalami kegagalan, terutama jika umat Islam tetap istakamah terhadap ajaran Allah. 


Wallahu’alam.


Oleh Ruruh Hapsari


Posting Komentar

0 Komentar