"Indonesia Merdeka", Masih dalam Angan Saja?



Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengadakan lomba penulisan artikel dengan mengangkat dua tema yakni 'Hormat Bendera Menurut Hukum Islam' dan 'Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam'. Namun lomba ini ternyata memicu polemik dari berbagai kalangan.


Lomba tersebut diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional 2021. Apa alasan di balik tema itu? Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo mengatakan pilihan tema tersebut menyesuaikan dengan konteks Hari Santri. BPIP melihat pentingnya nilai-nilai keagamaan dalam menyikapi cinta tanah air.


Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Syafiq Mughni ikut memprotes lomba penulisan artikel tersebut. Mughni menilai, dua tema itu bukan sebuah masalah yang dihadapi saat ini sehingga tidak menarik untuk didiskusikan.


“Dua hal itu tidak lagi problematik sehingga tidak menarik didiskusikan,” ucap Mughni, dikutip FIN, Sabtu (14/8).

Mughni mengatakan masih ada tema lain yang jauh lebih penting yang saat ini kerap dialami bangsa. Seperti tema korupsi dan moral bangsa.


“Tema-tema korupsi, kerusakan moral, hedonisme, pragmatisme jauh lebih penting. Semoga komponen bangsa secara kolektif dan total harus bersama-sama memperkokoh Pancasila dan menghadapi ancaman mental dan moral yang menghancurkan bangsa,” katanya.

(nasional.sindonews.com)


Menentukan skala prioritas terkait tema apa yang seharusnya direspon oleh generasi saat ini merupakan hal yang penting. Tema ini semestinya relevan dengan problematika apa yang sedang dihadapi bangsa.


Jangan sampai ada kesan sekelas dengan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) di KPK sebelumnya, yang juga menuai polemik dan kontra. Sebab, tidak berkorelasi dengan problem yang sedang dihadapi oleh bangsa, khususnya di dalam tubuh KPK itu sendiri.


Masih banyak sekali tema-tema yang sejatinya jauh lebih mendesak untuk dieksplorasi. Seperti krisis moral yang terjadi di tubuh generasi saat ini, problem pendidikan, memberikan pendapat dan kritik atas periayahan/pengurusan pemerintah agar kritik tersebut bisa membangun serta memperbaiki kondisi yang ada.


Terlebih lagi jika kaitannya dengan hari santri, artikel tema tersebut selayaknya relevan dengan apa yang dihadapi oleh generasi muslim pada khususnya. Alangkah lebih baik apabila tema yang diangkat justru selaras untuk menaikkan derajat keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.


Hormat pada bendera, menjadi salah satu dari simbol-simbol nasionalisme. Aktivitas ini menunjukkan spirit patriotisme dan kemerdekaan. Hanya saja apabila dilihat konteksnya, nyatanya apakah benar-benar mewujudkan spirit kemerdekaan secara real?


Seperti kita ketahui, tanggal 17 Agustus selalu diperingati sebagai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Namun, kita harus menelaah pada setiap diperingatinya hari kemerdekaan yang sudah-sudah. Kemerdekaan memang selalu diperingati setiap tahunnya, namun sebagai acara seremonial saja. 


Indonesia sudah merdeka sejak puluhan tahun, tetapi apakah negeri ini sudah merdeka dan lepas dari segala penjajahan? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti kata merdeka adalah bebas dari penghambaan, penjajahan, berdiri sendiri dan sebagainya. Tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat, tidak bergantung kepada orang lain atau pihak tertentu.


Kemerdekaan merupakan sesuatu yang dicita-citakan suatu bangsa, karena kemerdekaan adalah hak segala bangsa oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, itulah yang tertulis di naskah pembukaan UUD 1945 alinea pertama. Namun, melihat kondisi Indonesia saat ini apakah kita sudah benar-benar merdeka?


Lihatlah negeri kita, tanahnya subur, sawah, ladang dan laut biru terhampar luas. Sumber daya alam pun melimpah ruah. Tetapi nyatanya negeri ini masih meratap. Pengangguran merambah luas, kemiskinan merajalela, korupsi membudaya, moral generasi yang bobrok, tingginya angka kemiskinan, kerusuhan, kriminal, pembunuhan, kenakalan remaja, perzinahan, dan prostitusi.


Indonesia pun belum merdeka dari keterjajahan pemikiran, politik, ekonomi, pendidikan, hukum, budaya dan sosial. Indonesia belum merdeka dari kemiskinan, kebodohan, kerusakan moral dan keterbelakangan.  Indonesia masih dijajah oleh Kapitalisme Global.

  

Bahkan problem-problem yang terjadi di negeri ini, seperti korupsi, justru muncul dari para elite yang sehari-harinya justru lekat dengan aktivitas dan simbol-simbol nasionalisme tersebut. Maka kita dapati tak jarang simbol-simbol nasionalisme itu justru dijadikan alat untuk mencapai kepentingan, syahwat politik, oligarki dan melestarikan hegemoni.


Penjajahan non fisik ini disebut juga penjajahan gaya baru. Dan ini pun sama berbahayanya dengan penjajahan gaya lama/penjajahan fisik. Bahkan boleh jadi lebih berbahaya. Karena, dengan penjajahan gaya baru, pihak yang terjajah ini justru terlena dan tak merasa sedang dijajah.


Tak memahami di balik seremonial ini, pada saat yang sama kekayaan bangsa ini terus dikuasai dan dieksploitasi secara liar oleh bangsa lain lewat perusahaan-perusahaan mereka. Tambang emas, minyak, gas dan banyak sumberdaya alam lainnya di negeri ini telah lama dikuasai dan dieksploitasi oleh PT Freeport, Exxon Mobile, Newmont, dan banyak perusahaan asing lainnya.


Semua itu dilegalkan oleh undang-undang dan seolah menjadi hal yang lumrah. Kebijakan dan keputusan politik di negeri ini segalanya terus berada dalam kontrol pihak asing. Di antaranya melalui IMF dan Bank Dunia, dua lembaga internasional yang menjadi alat penjajahan global.


Maka bangsa dan negeri ini sebetulnya belum sesungguhnya merdeka secara hakiki. Belum benar-benar terbebas dari penjajahan. Kembali pada kontroversi lomba penulisan artikel tadi, bukankah mendudukkan konteks kemerdekaan yang sesungguhnya ini justru lebih layak diangkat oleh para generasi? Agar mereka dapat mencerahkan dan membuat masyarakat peka terhadap problem yang real tengah dihadapi oleh kita. Serta para generasi yang akan menggantikan posisi dan peran penggerak negeri ini dapat memerdekakan negeri ini secara hakiki, bukan hanya dalam angan saja. []


Wallahu a'lam biashshawab.


Oleh Novita Sari Gunawan

Posting Komentar

0 Komentar