Jika Rasa Malu Mulai Menipis Imanpun Terkikis Habis

 


Pandemi yang berkepanjangan membuat masyarakat semakin dibuat pusing tujuh keliling. Terlebih saat pemerintah menerapkan PPKM Darurat. Hal ini ternyata membawa dampak yang luar biasa terutama dari segi pemasukan. Banyak dari masyarakat yang protes terhadap kebijakan ini. Ketiadaan jaminan dalam pemenuhan kebutuhan pokok membuat masyarakat semakin depresi. Bagaimana tidak PPKM Darurat ini dianggap tidak adil terutama saat melihat anak pejabat justru jalan-jalan ke luar negeri bahkan yang membuat mirisnya dikala TKA China melenggang dengan mudahnya ke negeri tercinta ini.

Baru-baru ini heboh di berbagai media massa maupun online, seorang aktris melakukan aksi buka aurat di pinggiran jalan sebagai protes perpanjangan PPKM oleh pemerintah.

Sungguh ini merupakan bentuk kesalahan fatal. Karena pelanggaran etika dan moral yang justru kita pahami Indonesia lebih menjunjung adat ketimuran. Memang alasannya karena stres akibat PPKM Darurat di perpanjang tetapi bukan berarti menggadaikan" harga diri, apalagi jika dia seorang muslim. Inilah bukti bahwa pemerintah tidak "care" terhadap rakyatnya. Ditambah benteng keimanan rakyat kian menipis.

Jika rasa malu mulai hilang dalam diri seorang muslimah maka sesungguhnya ia telah mengukir keburukan di masa mendatang. Generasi yang seharusnya dibimbing oleh seorang perempuan yang tertanam rasa malu karena ketaatan kepada Allah, justru saat ini banyak para perempuan bahkan para ibu yang rasa malunya telah tercerabut karena berorientasi materi dalam hidupnya. Seolah hidup bisa bahagia selamanya kalau berlimpah materi.

Mereka begitu mudah stres dan depresi karena pandemi. Memang tidak dipungkiri saat ini banyak yang mengalami depresi tetapi jika keimanan kuat tentu tidak akan melepaskan benteng malunya,  menjual akidah demi sebuah ketenaran aataupun sensasi 

Sungguh sangat mengerikan begitu banyak masalah yang dialami oleh kaum perempuan akibat pandemi.

Bagi kita seorang muslimah wajib berkaca kepada para shabiyah yang tahan banting saat ujian mendera. Mereka begitu istikamah dalam memegang prinsip hidup dan membentengi dirinya dengan rasa malu.

Salah satu teladan yang patut dicontoh 

Mereka kuat menghadapi berbagai cobaan,tak mudah menyerah padahal saat itu seruan tentang hukum syariat cukup luar biasa dalam nya,bahkan wabah yang seperti sekarang pun pernah dialami. Namun mereka tetap kuat dalam menjalaninya. Mereka tetap menutup aurat sekalipun cobaan mendera. Mengkritisi kebijakan pun tidak lantas dengan cara nyeleneh. Bahkan dari mereka ada yang rela kehilangan nyawa demi mempertahankan akidah.

Ketika ada seruan menutup aurat mereka sami'na wa athona.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: “Semoga Alloh merahmati para wanita generasi pertama yang berhijrah, ketika turun ayat: “dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedadanya,” (Qs. An-Nuur: 31) “Maka mereka segera merobek kain panjang/baju mantel mereka untuk kemudian menggunakannya sebagai khimar penutup tubuh bagian atas mereka.” Subhanallah… jauh sekali keadaan wanita di zaman ini dengan keadaan wanita zaman Rasulullah saw dahulu. Memakai kerudung merupakan kewajiban  seorang muslimah dan meninggalkannya menyebabkan dosa yang membinasakan dan mendatangkan dosa-dosa yang lainnya. Selain itu pula rasa malu telah membentengi dari penyakit hati yang akan mengikis keimanan. Para muslimah melakukan ini sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya hendaknya wanita mukminah bersegera melaksanakan perintah Allah yang satu ini. 

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: 

“Dan tidaklah patut bagi mukmin dan tidak (pula) bagi mukminah, apabila Allah dan rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, kemudian mereka mempunyai pilihan (yang lain) tentang urusan mereka, dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya. Maka sungguhlah dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Qs. Al-Ahzab: 36).

Salah satu sosok kuat itu yaitu Sumayyah yang rela kehilangan nyawa tetapi Allah menjanjikan surga baginya.  Shabiyah ini pun menjadi menjadi Syahidah pertama.

Tentu bagi kita malu jika harus mengorbankan harga diri dan kehormatan hanya karena pandemi. Seberat apapun cobaan diri tidak lantas mengukir dosa dan kemaksiatan. Menanggalkan rasa malu berarti telah mengikis benteng iman dalam diri.

Wallahu alam bishshawab.


Oleh Heni Ummu Faiz

Ibu Pemerhati Umat



Posting Komentar

0 Komentar