Ketika Emak Tak Ingin Punya Anak (Sebuah Perspektif Tentang Childfree)



Menjadi seorang ibu memang tidak mudah. Tidak ada sekolah khusus ibu. Sebab menjadi ibu bukanlah sebuah profesi sebagaimana layaknya profesi dokter, guru, karyawan dan sebagainya. Seorang perempuan hanya akan menjadi seorang ibu manakala dia menikah dan memiliki anak. Kenikmatan dan kebahagiaan menjadi seorang ibu hanya akan dirasakan bagi mereka yang telah memiliki anak. Naluri keibuan dalam diri seorang perempuan yang memiliki anak akan lebih terasah dibandingkan mereka yang belum menikah. 

Dan melalui para ibulah kehidupan di dunia ini bisa terus berjalan. Andai tak ada seorang perempuan pun yang bersedia menjadi seorang ibu, tentu kehidupan manusia ini akan segera berakhir.  Allah swt berfirman: 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَٰحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَآءً ۚ 

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (QS. An Nisa:1). 

Demikianlah Islam menggambarkan tujuan penciptaan manusia laki-laki dan perempuan, yakni agar kehidupan di dunia ini bisa berkembang dan keberadaan manusia akan lestari. Karenanya wacana tentang childfree yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan, jelas bertentangan dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri. 

Kemuliaan Menjadi Seorang Ibu

Memang benar, menjadi seorang ibu terkadang dirasakan sebagai sebuah ke-ribet-an tersendiri. Sebab seorang ibu harus memiliki kepiawaian tersendiri untuk menjalankan seluruh tugasnya. Mulai dengan memastikan makanan bagi anak-anaknya, mengecek kesehatannya, mengasah kemampuan fisik, berbahasa, dan kognitifnya, memastikan kesehatan jiwanya hingga mengarahkan pemikirannya. Tentu itu bukan pekerjaan mudah. Sebab itu semua tidak sekadar menghabiskan tenaga, tapi juga menguras emosi dan pikiran. Dan itu sudah mulai dilakukan seorang ibu sejak dia hamil.

Wajarlah jika Rasulullah saw memerintahkan kepada kaum muslimin untuk senantiasa menghormati ibunya. Dalam sebuah hadits dikisahkan: Seseorang datang kepada Rasulullah saw dan berkata, “Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?” Nabi SAW menjawab, “Ibumu!” Dan orang tersebut kembali bertanya,”Kemudian siapa lagi?” Nabi SAW menjawab, “Ibumu!” Orang tersebut bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?” Beliau menjawab, “Ibumu.” Orang tersebut bertanya kembali, “Kemudian siapa lagi?” Nabi SAW menjawab, “Kemudian ayahmu”. (HR. Al Bukhari).

Islam memberikan penghormatan yang sangat besar pada fungsi seorang ibu. Dalam hadis yang diriwayatkan An-Nasa’i, Ibnu Majah, Imam Ahmad, disebutkan:

عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ جَاهِمَةَ السَّلَمِيِّ ، أَنَّ جَاهِمَةَ رضي الله عنه جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَدْتُ أَنْ أَغْزُوَ وَقَدْ جِئْتُ أَسْتَشِيرُكَ . فَقَالَ : هَلْ لَكَ مِنْ أُمٍّ ؟ قَالَ نَعَمْ . قَالَ: فَالْزَمْهَا فَإِنَّ الْجَنَّةَ تَحْتَ رِجْلَيْهَا .

“Dari Mu’awiyah bin Jahimah As-Sulami, bahwasannya ia ia datang menemui Rasulullah saw. Ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya ingin ikut berperang dan saya sekarang memohon nasihat kepadamu?’ Rasulullah saw lalu bersabda, ‘Kamu masih punya ibu?’ Mu’awiyah menjawab, ‘Ya, masih.’ Rasulullah saw bersabda, ‘Berbaktilah kepada ibumu (lebih dahulu) karena sungguh ada surga di bawah kedua kakinya.’” 

Kemuliaan yang sangat besar ini hanya akan dimiliki oleh seorang ibu. Beratnya tugas dan fungsi yang dirasakan seorang ibu sebanding dengan kebahagiaan dan ketenangan hatinya saat dikaruniai seorang anak. Berbanding lurus pula dengan kemuliaan dan penghormatan yang diberikan Allah swt kepadanya. 

Bahkan jika seorang ibu melakukannya dengan tulus ikhlas hanya untuk mendapatkan ridlo Allah, maka aktivitas sebagai ibu inilah yang justru kelak bisa mengantarkannya ke pintu surga. Sungguh ini adalah amalan yang bisa jadi “sepele” di mata kebanyakan manusia saat ini, namun sangat besar nilainya disisi Allah swt. Karena itu jika ada emak yang tak ingin punya anak, maka bisa dikatakan visi hidupnya hanya berorientasi dunia. Dan kelak di akhirat dia akan menyesalinya.   

Kontribusi Dalam Peradaban

Sesuai fitrahnya ibu adalah sosok yang melahirkan generasi penerus. Sosok ibulah yang akan menentukan kualitas generasi di masa mendatang. Sebagai madrasah pertama dan utama bagi anak, ibu adalah sosok yang akan membentuk kepribadiannya, mengasah pemikiran dan emosinya, serta menentukan arah hidupnya. Sosok ibu yang berkualitas akan mampu mencetak generasi unggul di masa depan. 

Tengoklah ibunda para ulama. Mereka memiliki kemampuan luar biasa dalam mendorong dan memotivasi anak-anaknya menjadi ulama besar di masanya. Sufyan ats-Tsaury, seorang tokoh besar tabi’at-tabi’in, memiliki sosok ibu yang luar biasa. Ibunya selalu menyemangati, menasihati, dan mewasiatinya agar semangat dalam mendapatkan pengetahuan. Diantara pesan ibunya adalah, “Anakku, jika engkau menulis 10 huruf, lihatlah! Apakah kau jumpai dalam dirimu bertambah rasa takutmu (kepada Allah), kelemah-lembutanmu, dan ketenanganmu? Jika tidak kau dapati hal itu, ketahuilah ilmu yang kau catat berakibat buruk bagimu. Ia tidak bermanfaat untukmu”. Di kemudian hari Sufyan ats-Tsaury dikenal sebagai orang yang fakih yang disebut dengan amirul mukminin fil hadits (pemimpin umat Islam dalam hadits Nabi).

Demikian pula dengan ibunda Ibnu Taimiyah. Dia adalah perempuan shalihah yang berorientasi akhirat. Seorang ibu yang kuat, yang lebih senang anaknya bermanfaat bagi orang banyak ketimbang untuk dirinya sendiri. Sosok perempuan cerdas yang menjadikan anaknya investasi untuk kehidupan setelah kematian. 

Inilah cuplikan surat yang ditulis ibunda Ibnu Taimiyah kepadanya, ketika beliau memohon izin kepada sang ibu untuk tetap tinggal di Mesir. “Demi Allah, seperti inilah caraku mendidikmu. Aku nadzarkan dirimu untuk berkhidmat kepada Islam dan kaum muslimin.Aku didik engkau di atas syariat agama. Wahai anakku, jangan kau sangka, engkau berada di sisiku itu lebih aku cintai dibanding kedekatanmu pada agama, berkhidmat untuk Islam dan kaum muslimin walaupun kau berada di penjuru negeri. Anakku, ridhaku kepadamu berbanding lurus dengan apa yang kau persembahkan untuk agamamu dan kaum muslimin. Sungguh –wahai ananda-, di hadapan Allah kelak aku tidak akan menanyakan keadaanmu, karena aku tahu dimana dirimu dan dalam keadaan seperti apa engkau. Yang akan kutanyakan dihadapan Allah kelak tentangmu –wahai Ahmad- sejauh mana khidmatmu kepada agama Allah dan saudara-saudaramu kaum muslimin”.

Surat ini memberikan kesan yang cukup mendalam kepada kita tentang sosok ibunda Ibnu Taimiyah bahwa ia adalah wanita yang teguh jiwa dan hatinya. Dan dari sosok ibu berkualitas seperti ini lahirlah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang karyanya masih terus dinikmati kaum muslimin hingga kini.

Dan masih banyak lagi contohnya. Para ibu itulah yang memiliki peran cukup besar dalam mencetak para ulama seperti para imam madzhab, mencetak para pemimpin umat seperti Harun Al Rasyid dan Umar bin Abdul Azis, dan juga mencetak para panglima perang seperti Muhammad Al Fatih dan Sholahuddin al Ayyubi. Artinya dengan menjadi seorang ibu, perempuan bisa memberikan kontribusi yang sangat besar dalam membangun sebuah peradaban,  membangkitkan Islam, dan meraih kejayaannya. Karenanya jika ada emak yang tak ingin punya anak, maka sebenarnya dia memiliki cita-cita yang sangat rendah, hanya mementingkan diri sendiri untuk kebahagiaan sesaat di dunia. 

Konsep Childfree: Tak Layak Diambil

Mungkin sebagian orang khawatir memiliki anak karena kondisi hari ini memaksa kita berpikir seribu kali untuk memasukkan anak ke sekolah berkualitas. Sebab hari ini sekolah yang berkualitas itu identik dengan biaya yang mahal. Menyekolahkan satu anak dengan biaya tinggi sudah membuat orang tua harus memeras keringat dan banting tulang, apalagi jika anaknya lebih dari satu. Belum lagi jika dihitung dengan pengeluaran kebutuhan pokok lainnya. Demikianlah potret kehidupan keluarga masa kini. Keluarga yang hidup dalam sebuah sistem yang menerapkan konsep kapitalis dalam seluruh aspek kehidupan. 

Dalam konsep kapitalis, semua diukur dengan uang. Tak ada konsep sekolah dan pelayanan kesehatan gratis dalam sistem ini. Melahirkan pakai uang, susu dan makanan anak semua butuh uang, sekolah jelas butuh uang, semuanya butuh uang. Dan fenomena inilah yang dihadapi para perempuan masa kini, hingga akhirnya menimbulkan ketakutan untuk menikah dan punya anak. Dan ketika enak tak hendak beranak, maka berbagai dalih dan alasan pun dikemukakan sekalipun melawan kodratnya sendiri. 

Padahal ada dua faktor yang harus dibenahi dalam hal ini. Yang pertama, pemahaman yang ada pada dirinya, dan yang kedua, sistem kehidupan yang melingkupinya. Terkait faktor pertama, seorang ibu harus memiliki pemahaman yang benar dan utuh tentang kehidupan ini. Bahwa memiliki anak adalah bagian dari takdir Allah swt. Banyak perempuan yang sangat ingin punya anak, tapi Allah tak jua mengabulkannya. Sebaliknya, banyak yang berencana tidak punya anak dengan berbagai cara, namun dengan kehendak Allah, janin tetap bersemayam di rahimnya. 

Begitu pula harus dipahami konsep rezeki yang hanya menjadi hak Allah swt. Masing-masing individu memiliki rezekinya sendiri-sendiri dan tidak mungkin tertukar. Dengan pemahaman seperti ini, seorang perempuan akan tenang menjalani kehidupannya. Membangun kedekatan hubungan dengan Allah, memohon pertolongan-Nya dan ridlo atas semua ketetapan-Nya dengan membangun ketaatan pada semua perintah-Nya adalah cara terbaik yang seharusnya dilakukan seorang ibu. Dan ini adalah konsep Islam yang tidak dimiliki oleh sistem kapitalis. 

Adapun faktor kedua, sistem kapitalis yang kini diterapkan memang telah jelas menunjukkan kebobrokannya dalam segala bidang. Konsep kebebasan dan asas manfaat yang diagungkan dalam konsep ini membuat manusia hanya berpikir seenaknya dan berbuat semaunya, semata-mata untuk kenikmatan di dunia. Konsep ini menggilas orientasi akhirat yang semestinya dimiliki seorang muslim. Dan sistem kehidupan yang mendewakan kebebasan ini telah melahirkan serta menyebarkan konsep childfree yang bertentangan dengan  Islam. Karenanya tak ada solusi lain selain segera mengganti sistem kapitalis ini dengan sistem Islam. Wallahu a’lam.


Oleh Kamilia Mustadjab


Posting Komentar

0 Komentar