Pandemi Covid-19 yang telah melanda dunia selama hampir dua tahun belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir, malah keadaaannya semakin memburuk. Indonesia sendiri berada dalam situasi darurat Covid-19 dengan kematian mencapai 1.000 jiwa tiap harinya dan kasus positif 40.000 tiap harinya, serta digadang sebagai episentrum baru semenjak masuknya varian delta ke Indonesia.
Menanggapi hal ini, para pejabat negeri pun ramai meminta maaf, mengakui ketidaksempurnaan dalam menanggulangi wabah. Hal ini tentu patut kita apresiasi, namun setelah itu ada hal yang perlu diperhatikan, yaitu setelah permintaan maaf apa yang seharusnya dilakukan? Kesadaran akan ketidakoptimalan dalam pengambilan kebijakan tentu harus diiringi dengan upaya berubah, berpikir dan bekerja serius mencari solusi yang paling tepat. Itulah bukti dari ketulusan permintaan maaf dan kesadaran penuh akan kesalahan.
Di sisi lain, hal menggelitik juga muncul dari cuitan salah satu menteri yang mengaku menikmati sinetron selama pandemi, kebijakan PPKM membuatnya memiliki waktu untuk menonton sinetron tersebut. Cuitan itu menuai kritikan yang besar di tengah-tengah masyarakat. Pejabat dianggap tidak memiliki empati terhadap rakyat yang tengah sengsara akibat musibah.
PPKM mengakibatkan rakyat sulit mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidupnya sementara para penguasa menikmatinya dengan menonton sinetron. Sang menteri pun menanggapi kritikan tersebut dengan santai. Ia berucap hal tersebut masih lebih baik dibanding menonton film porno dan menonton sinetron juga merupakan aktivitas yang disenangi presiden, hal ini mereka lakukan dengan dalih untuk melepas penat setelah lelah bekerja di siang hari.
Fakta di atas menunjukkan kurang seriusnya penguasa dalam menangani wabah. Penguasa yang memahami pertanggungjawaban atas amanahnya dan yang memiliki rasa cinta yang begitu besar kepada rakyat tentu tidak akan punya waktu untuk bersantai-santai, karena penderitaan rakyat juga penderitaan mereka. Di samping itu, melonjaknya kasus Covid-19 bukan semata akibat libur panjang pasca lebaran, namun masuknya varian delta yang lebih ganas dibanding varian awal.
Varian delta yang berasal dari India bisa masuk ke Indonesia karena tidak ketatnya pembatasan bagi WNA ke dalam negeri. Jika ditinjau dari awal pandemi pun, penguasa terlihat menyepelekan masalah pandemi ini dengan pernyataan bahwa corona tidak akan masuk ke Indonesia karena beriklim tropis, makan nasi kucing, serta justru mempromosikan pariwisata. Belum lagi jika kita berbicara tentang kebijakan-kebijakan yang dibuat, penggunaan istilah-istilah yang kerap berubah dan membingungkan, tidak adil dalam penerapannya. Hukuman bagi rakyat kecil lebih berat dibanding kepada pejabat atau public figure, bantuan yang minim dan tidak merata.
Munculnya karakter pemimpin demikian akibat dari diterapkannya sistem sekuler kapitalis dalam kehidupan. Dalam sistem sekuler kapitalis ini, agama dipisahkan dalam kehidupan, kebijakan yang diterapkan bukan bersumber dari wahyu Allah SWT tapi dari akal manusia yang terbatas. Pun kebijakan diambil hanya yang bermanfaat bagi kelompok tertentu saja.
Padahal, dalam Islam, penguasan adalah raa'in (pengurus rakyat) dan junnah (perisai). “Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR Bukhari).
Penguasa dalam sistem Islam mengurus rakyat dengan baik dan benar sesuai tuntunan syara serta menyadari bahwa kepemimpinan adalah amanah besar yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.
Namun, solusi dalam mengatasi masalah ini bukan hanya sekedar mengganti pemimpin tapi mengganti sistem, karena sistem yang batillah justru menjadi produsen pemimpin yang tidak mumpuni. Dalam perjalanan sejarahnya pun pergantian presiden nyatanya tidak memberikan perubahan berarti ke arah yang lebih baik bahkan justru ke arah yang lebih buruk.
Sistem penggantinya pun janganlah mengambil sistem yang batil pula. Sistem yang batil adalah sistem yang dihasilkan dari buah akal pikiran dan nafsu manusia belaka seperti kapitalisme, sosialisme dan aturan turunannya. Hanya ada satu sistem yang sahih yaitu sistem Islam yang telah diturunkan oleh Allah SWT dan dibawa oleh Rasulullah SAW.
Dan kini adalah momen yang tepat bagi kita semua untuk kembali kepada sistem tersebut dengan cara mengkajinya sehingga menimbulkan pemahaman yang utuh akan Islam sebagai ideologi, menambah keyakinan kita bahwa satu-satunya solusi. Serta menyampaikannya kepada orang lain sehingga mendapat pencerahan akan solusi yang hakiki dan bersegera dalam pelaksanaannya.[]
Oleh : Westi Annita Sari, ST., MT
0 Komentar