Memecah Ukhuwah Islamiyah Berbalut Nasionalisme pada Lomba Penulisan Artikel

 


Hujan kritikan dari netizen mengguyur Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) kontan setelah akun Twitter-nya @BPIPRI mengunggah konten pengumuman lomba penulisan artikel tingkat nasional. Hal itu lantaran tema yang diangkat dianggap kontraproduktif serta memicu perpecahan bangsa.  Dua tema dari perlombaan BPIP yakni 'Hormat Bendera Menurut Hukum Islam' dan 'Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam' dinilai warganet kontroversial, ketinggalan jaman dan diskriminatif. (cnnindonesia.com, 13/8/2021)

kritikan pedas langsung disampaikan Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Fadli Zon melalui akun Twitter-nya @fadlizon agar tema yang memecah belah bangsa itu harus segera diganti. 

Ketua Pimpinan Muhammadiyah Busyro Muqoddas bahkan mendorong agar BPIP dibubarkan saja, sebab tak ada manfaatnya, mengadu domba sekaligus penghinaan terhadap para santri. “Ini [lomba] bukan saja tendensius, itu jelas-jelas useless, tidak ada manfaatnya sama sekali. Tidak ada konsep akademis ideologisnya,” ucap Busyro.  

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas juga menyerukan agar BPIP bentukan Megawati Soekarno Putri itu dibubarkan, sebab dinilai tidak kontekstual, tidak memiliki kepekaan sosial di tengah pandemi Covid-19. (itb-ad.ac.id, 13/8/2021)

Namun dari sudut lain, ada juga yang menganggap bahwa lomba yang digagas BPIP itu positif, karena sebagai upaya membangun jiwa nasionalisme, dan kecintaan kepada Tanah Air yang perlu terus ditumbuhkan. Pendapat ini disampaikan oleh Kepala Pusat Studi Pancasila dan Bela Negara (PSPBN), Moh Tantowi. PSPBN menilai dengan adanya proses olah pikir peserta yang terlibat di dalam penulisan artikel ini akan mendorong mereka pada penemuan simbol bendera dan lagu kebangsaan yang sarat makna dan nilai, sehingga akan menciptakan kesadaran kewarganegaraan yang baru. (rri.co.id, 15/8/2021)

Merespon kritikan yang ada, BPIP akhirnya mengganti dua tema lomba penulisan artikel.  Tema ‘Hukum Hormat Bendera Menurut Islam’ dan ‘Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam’ diubah menjadi ‘Pandangan Agama dalam Menguatkan Wawasan Kebangsaan’ dan ‘Peran Masyarakat dalam Penanggulangan Pandemi Covid-19 Menuju Indonesia Tangguh dan Indonesia Tumbuh’. (law-justice.com, 16/8/2021) 

Dari polemik di atas dapat diketahui bahwa nasionalisme selalu dibentur-benturkan dengan agama. Lantas, bagaimana sebenarnya nasionalisme dalam sudut pandang Islam?  

Nasionalisme dalam sudut pandang Islam

Sebagian orang menganggap nasionalisme dianjurkan dalam Islam dengan memelintir perkataan Imam Al-Ghazali tentang Al-Qur’an Surat Al-Imran ayat 200 sebagai berikut: 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱصْبِرُوا۟ وَصَابِرُوا۟ وَرَابِطُوا۟ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (TQS. Al-Imran: 200)

Ghazali menyarankan umat Muslim agar memperingati hari besar nasional, dengan penuh khidmat. "Umat Islam jangan berada di pinggir saja karena kemerdekaan milik kita,"ucapnya. (republika.co.id, 7/8/2015). Hal ini lantas dijadikan bahan untuk melegitimasi sikap nasionalisme dalam sekat-sekat kebangsaan yang sempit yang dikenal dengan nation state. 

Lantas benarkah perkataan beliau itu melegitimasi nasionalisme dalam batas, perasaan, watak, bahasa, peralatan, dan agama yang tersekat sebagaimana keadaan nation state saat ini?

Merujuk ke dalam ilmu tafsir, batas negeri yang dimaksud adalah batas negeri Islam, bukan negeri-negeri bentukan barat atas keserakahan demi penguasaan penduduk negerinya. Imam Ibnu Katsir menjelaskan kata muraabathah pada ayat di atas ialah bersiap siaga di perbatasan negeri terhadap ancaman musuh, menjaga tapal batas negeri Islam, dan melindunginya dari serangan musuh yang hendak menjarah negeri-negeri Islam. 

Hanya bagi orang-orang yang bersedia menjadi garda terdepan menjaga tapal batas negeri Islam tersebut Allah Swt memberikan pahala yang besar sekali. Di antaranya dalil berikut:

رِبَاطُ يَوْمٍ فِيْ سَبِيْلِ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا عَلَيْهَا" "

“Bersiap siaga di perbatasan selama sehari dalam jihad di jalan Allah lebih baik daripada dunia dan semua yang ada di dalamnya” (HR. Imam Bukhari)

رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ , وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِى كَانَ يَعْمَلُهُ, وَأَجْرِىَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ, وَأَمَنَ الفَتَّان.

“Bersiaga di perbatasan negeri selama sehari semalam lebih baik daripada puasa sebulan berikut qiyamnya. Dan jika ia gugur, maka dialirkan kepadanya semua amal perbuatan yang biasa diamalkannya, dan dialirkan kepadanya rezekinya serta selamatlah ia dari fitnah (siksa kubur). (HR. Muslim)

Daulah Islam atau Daar al Islam atau negara Islam atau negeri Islam yang dimaksud adalah yang sebagaimana dibentuk oleh Rasulullah saw dan dilanjutkan para sahabat beliau, semoga Allah ridha kepada mereka. Negeri Islam itu tidaklah membatasi dirinya pada batas-batas teritori, ras, atau etnis, melainkan kepada ideasional. Sehingga sayapnya membentang sejauh bentangan akidahnya, tanpa ada pengistimewaan ras, warna kulit, atau daerah. (Fikih Islam Wa Adillatuhu, karya Syekh Wahbah Az-Zuhaili). Siapapun dari bangsa manapun dapat menjadi seorang muslim. Allah Swt memberikan hak dan kewajiban yang sama kepada semua muslim. 

Allah Swt menyebut muslimin sebagai khoiru ummah, yakni sebaik-baiknya umat di antara manusia. Allah memerintahkan mereka untuk saling menyayangi, saling menghargai dan saling melindungi. Karena itu, Islam tidak mengenal chauvinism atau rasa kebangsaan yang tinggi pada bangsanya, lalu merendahkan bangsa lainnya. Sebab, semua bangsa adalah saudara manakala penduduknya telah menjadi muslim. 

Dari pemaparan di atas, maka Islam tidak pernah mengenal atau mempraktikkan istilah nasionalisme. Yang ada adalah wilayah Islam (Darul Islam) dan wilayah non-Islam (Darul Harb). Wilayah Islam adalah wilayah yang terdiri dari sekelompok masyarakat Islam yang disebut sebagai ummah. Solidaritas yang dibangunnya adalah ukhuwah Islamiyah.  

Khatimah

Meski tema lomba penulisan artikel itu diubah, tak menutup kemungkinan akan muncul manuver lainnya yang memecah belah persatuan umat dengan cara membenturkannya dengan ide nasionalisme. Saatnya umat Islam bersatu dalam bangunan ukhuwah Islamiyah dengan pemikiran yang sahih secara kaffah sebagaimana dibawa Rasulullah saw.


Oleh Annisa Al Munawwarah

(Aktivis Dakwah Kampus dan Pendidik Generasi)

Posting Komentar

0 Komentar