Menelisik Lomba BPIP yang Provokatif

 



Seolah hendak membuat kegaduhan di masyarakat saat pandemi, BPIP yang merupakan sebuah lembaga yang berkecimpung dalam pembinaan  Pancasila justru menuai kontroversi saat penyelenggaraan lomba karya tulis untuk masyarakat.


Hal ini pula mendapat perhatian dari Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pelita Umat Chandra Purna Irawan 

Dikutip dari JPNN.com, Menurutnya  tema lomba karya tulis yang diusung Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bersifat provokatif.


Hal itu disampaikan Chandra menanggapi langkah BPIP menggelar lomba penulisan artikel dengan mengangkat dua tema, yakni, 'Hormat Bendera Menurut Hukum Islam' dan 'Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam'.


Dalam pendapat hukumnya, Chandra khawatir dengan tema lomba tersebut masyarakat akan menilai seolah-olah telah terjadi pertentangan antara negara dan agama terlebih lagi Islam.


Menurut beliau  bahwa dulu ada yang mengeluarkan statement bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama.


"Atau tema lainnya yang tidak menunjukkan adanya pertentangan atau provokatif dan dikhawatirkan akan memancing perpecahan dan kecurigaan antarkelompok," ujar Chandra yang juga ketua eksekutif BPH KSHUMI (Komunitas Sarjana Hukum Muslim Indonesia) itu.


Dia menilai, mempersoalkan hormat bendera dengan Islam terlalu jauh, karena di dalam UU pun masih terdapat perbedaan tafsir, apakah yang dimaksudkan menghormat bendera adalah mengangkat tangan saja atau tidak (jppn.com,15/08/2021).


Senada dengan apa yang disampaikan oleh Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH)Pelita Umat juga disampaikan oleh 

Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menanggapi, lomba penulisan artikel yang diadakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Tema yang dilombakan dianggap tidak ada hubungannya dengan hari santri.

Dari lomba tersebut Ujang melihat kinerja BPIP semakin tidak jelas. Ia menyarankan, BPIP sebaiknya dibubarkan.


"Mungkin BPIP sedang mencari cari kegiatan untuk memperingati hari santri. Namun, temanya tidak ada hubungannya sama sekali. Mestinya temanya hubungan Pancasila dengan Islam dan sebagainya( Republika.com, 14/8/2021).


Dari sini kita sudah bisa membaca bahwa lembaga tersebut telah mengidap penyakit islamofobia. Bagaimana lembaga yang seharusnya memberikan pencerahan dan rasa nyaman kepada segenap warga negara justru dalam setiap statement sering mengeluarkan hal-hal yang membuat gaduh masyarakat tak terkecuali umat Islam. Ironisnya justru perlombaan tersebut sekalipun dikritik biasanya akan terus berlangsung, tandanya ini menunjukkan ketidakpekaan terhadap kondisi bangsa yang terjadi. Lantas jika begitu untuk apa lembaga ini diadakan?


Mirisnya, jika melihat fakta-fakta yang sudah terjadi yang menjadi sasaran ialah Islam bahkan selalu dijadikan kambing hitam atas segala kekacauan negeri ini. Islam selalu menjadi pihak tertuduh saat sekarang. Hal ini karena sudah tidak memiliki pelindung umat.


Kondisi ini akan terus hadir manakala pihak penguasa mengamini kondisi tersebut. Hal ini disebabkan penguasa saat ini menerapkan sistem demokrasi sekularisme. Sistem ini siap membungkam geliat umat Islam. Sistem ini pula akan menggebuk siapa pun yang tidak sehaluan dengan kepentingan penguasa. Intinya penguasa menjadi antikritik ketika banyak masyarakat yang mengekspresikan atas kondisi yang terjadi. Padahal sejatinya jika mengadopsi sistem demokrasi ketika banyak kontroversi ataupun ketidaksetujuan seharusnya peka.

Namun justru fakta  sebaliknya banyak kritik dan saran tidak digubris.

Hal yang tidak aneh jika kemudian mencari sesuatu yang diduga kuat tidak sependapat dengan negara.Maka persekusi, intimidasi hingga kriminalisasi senantiasa terjadi.


Seperti halnya Momen Hari Santri dengan mengusung tema Hormat Bendera Menurut Hukum Islam' dan 'Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam' tentu menambah kekacauan ajaran Islam. Santri dengan kapasitasnya bukan sebagai Mujtahid akan dengan mudah melakukan " ijtihad KW "yang pada akhirnya kekacauan pemikiran Islam. Sementara pihak penguasa akan bisa mengetahui siapa saja yang tidak sesuai dengan apa yang mereka mau dan dianggap intoleransi,tidak proPancasila dan sebagainya. Ujung-ujungnya penangkapan bagi mereka yang tidak sehaluan dan dianggap radikal versi mereka.


Membenturkan Pancasila dengan Islam atau Al-Qur'an sebuah kefatalan sikap dan cara pandang. Karena sesungguhnya jika Islam diterapkan akan sesuai dengan butir-butir Pancasila. Ketakutan rezim memang sangatlah wajar karena saat ini kepercayaan publik terhadap penguasa kian menurun seiring ketidakmampuan penguasa mengatasi pandemi.

Islamlah yang kemudian jadi biang tertuduh.



Islam sebagaimana agama yang paripurna dan lahir untuk seluruh alam. Islam sangat cocok untuk manusia karena manusia bersifat lemah maka tentu butuh Yang Serba Maha yang mengetahui seluruh keperluannya. Jika kemudian manusia berpaling dari dzat yang menciptakannya tentu kekacauan yang akan terjadi. Inilah kondisi yang terjadi saat ini saat tidak menerapkan hukum Islam. Para pemimpinnya justru zalim dan abai terhadap rakyatnya. Para penguasa yang tidak menerapkan hukum Islam akan siap membungkam para pengkritik kebijakan dan mengidap penyakit islamofobia.


Patut menjadi sebuah renungan bagi seluruh pemangku kekuasaan ketika tidak amanah, adil dan tidak bisa berbuat dengan apa yang Allah perintahkan.


“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada sesama manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapatkan siksa yang pedih” (QS asy-Syura: 42). ... Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim” (HR Tirmidzi).


Wallahu a'lam bishshawab.


Oleh Heniummufaiz

Ibu Pemerhati Umat


Posting Komentar

0 Komentar