Menyunting Baha'i Menuai Moderasi



Umat Islam di Indonesia kian  terpojok dan luntur dari ajarannya yang mulia. Berbagai paham sesat terus menerus diopinikan dengan dalih moderasi agama. Hal ini bisa kita lihat dengan hadirnya agama baru yaitu Baha'i. Kehadiran agama baru ini disambut oleh Menag dengan ucapan selamat Hari Raya Naw-Ruz 178 EB kepada umat Baha'i.


Pernyataan itu disampaikan Menag Yaqut dalam rekaman video resmi Kementerian Agama

( Liputan6.com, 29/7/2021).


Sontak saja apa yang diucapkan oleh Menag menuai kontroversi terlebih kehadiran agama Baha'i dinilai telah mengusik ajaran Islam sekalipun dibilang agama ini berbeda dengan Islam. Namun dengan simbol-simbol yang mirip tentu memberikan sinyal tersendiri bahwa ada kesengajaan ajaran ini dipelihara dengan dalih demokrasi sekularisme. Kebebasan berkeyakinan artinya disini dibebaskan seseorang menganut agama apapun bahkan tidak beragama alias atheis pun diperbolehkan.


Apa yang disampaikan oleh Menteri Agama mendapatkan pembelaan dari

Zainut Tauhid Sa'adi menilai apa yang dilakukan oleh Menteri Agama adalah bagian dari kewajiban konstitusional yang harus dilakukan. Menurutnya, seorang menteri memang harus memberikan pelayanan kepada semua masyarakat tanpa kecuali.


"Saya melihat, apa yang beliau sampaikan merupakan bagian dari kewajiban konstitusional yang melekat sebagai pejabat negara yang mengharuskan memberikan pelayanan kepada semua warga negara, tanpa pengecualian," jelas Zainut dikutip dari siaran persnya soal polemik Baha'i, Minggu (1/8/2021).


Dia menyampaikan Kementerian Agama terus mengembangkan dan menyosialisasikan penguatan moderasi beragama. Hal ini dilakukan untuk menghadirkan keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


"Moderasi beragama tidak akan dapat tercipta tanpa prinsip adil dan berimbang.Selain itu pula 

perlunya penguatan moderasi beragama sebagai strategi kebudayaan dalam merawat ke-Indonesiaan. Terlebih, Indonesia adalah negara yang terdiri dari banyak agama, etnis, hingga budaya

(detikNews.com, 31/7/2021).


Paham moderasi terus dikembangkan di Indonesia tujuannya tiada lain agar prinsip-prinsip Barat bisa dengan mudah masuk tanpa hambatan. Paham ini merupakan bagian dari asas sekularisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan manusia. Semua ini bisa terjadi akibat negara ini menerapkan sistem demokrasi maka hal yang tidak aneh jika kemudian Baha'i bisa melenggang bebas di negeri yang mayoritas muslim.


Sungguh miris jika kemudian Baha'i terus berkembang di Indonesia. Suka tidak suka akan menggerogoti ajaran Islam di Nusantara. Jika kemudian dalih bahwa Indonesia merupakan negara yang pluralis memang betul tetapi membiarkan setiap ajaran yang mencoreng simbol-simbol Islam apalagi agama tersebut tidak diakui sebagai agama resmi di negeri tercinta kita ini.


Lantas solusi apa yang ditawarkan oleh sistem demokrasi sekularisme kalau bukan prinsip kebebasan beragama yang sudah jelas merusak akidah. Tentu bagi kita yang mau berpikir tidak ingin berbagai ajaran sesat terus masuk ke negeri tercinta ini dan menggerus akidah secara cepat maupun lambat.

Oleh karena itu, haruslah dicari solusi jitu agar keberagaman beragama tetap terjalin tanpa harus mengoyak ajaran Islam.


Solusi terbaik itu sebenarnya adalah Islam kafah melalui wadah khilafah. Di dalam sistem ini prinsip beragama akan dijamin tetapi hal-hal yang akan menyesatkan akan diberantas. Orang-orang nonmuslim yang hidup di dalam sistem Islam diberikan kebebasan dengan agamanya tetapi mereka harus tunduk kepada aturan Islam untuk urusan yang lain seperti halnya muamalah dan lain sebagainya.

Hal ini bisa tengok sejarah Islam melindungi nonmuslim tanpa paham moderasi agama. 


sebuah riwayat bahwa Nabi Muhammad Saw pernah memberikan izin kepada delegasi tokoh lintas agama, khususnya mereka yang beragama Nashrani Najran melakukan kebaktian di samping mesjid Nabi ketika mereka melakukan kunjungan persahabatan dengan Nabi. (Jilid IV h. 91).


Apa yang telah dilakukan Nabi juga dilanjutkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Kebijakannya terhadap penduduk Iliyah (Palestina) ditegaskan bahwa: "Gereja-gereja mereka tidak dapat ditinggali (oleh orang-orang Islam), dirobohkan, atau dikurangi, termasuk pagar-pagarnya, begitu pula salib-salib mereka dan apa saja dari kekayaan mereka. Mereka tidak boleh dipaksa atas agamanya, dan tidak boleh ada di antara mereka yang mendapatkan mudharat".


Hal yang sama juga dilakukan oleh Amr bin 'As, memberikan kebebasan sepenuhnya umat non-muslim melakukan ibadah dan merawat rumah-rumah ibadah mereka dengan baik. Ia memberikan jaminan kebebasan beragama kepada seluruh wilayah yang dikuasainya dan menganjurkan kepada pemerintah di tingkat daerah agar menjamin hak-hak beribadah bagi warga non-muslim. Umat non-muslim di masa-masa awal tidak pernah merasa dihalangi beribadah dan menjalankan tradisi keagamaannya.


Dari segi inilah, Sir Thomas Arnold dalam tahun 1950-an pernah membantah rekan-rekannya dari kalangan orientalis yang mengatakan Islam berkembang di seantero dunia karena pedang. Ia berpendapat bahwa banyaknya orang beralih ke agama Islam karena keluhuran ajaran dan kemuliaan pemimpinnya. Sama sekali bukan karena ancaman atau tekanan terhadap mereka.


Sudah jelas bahwa paham moderasi agama Islam tidak dikenal dalam Islam. Paham ini sengaja dipaksakan demi kepentingan Barat. Maka hal yang tidak aneh jika Baha'i diapresiasi akan melahirkan moderasi. []


Wallahu a'lam bishshawab.


Oleh Heni Ummu Faiz

Ibu Pemerhati Umat


Posting Komentar

0 Komentar