Pandemi seakan sulit berakhir dan entah model kebijakan apalagi yang akan diterapkan oleh penguasa di negeri ini. Sekalipun kebijakan pemerintah selalu berganti nama tetapi sebagian kalangan meyakini tidak akan mampu menyelesaikan problematika masyarakat yang kian lama kian semrawut layaknya benang kusut yang sulit diurai.
Namun ironisnya di tengah penderitaan rakyat sikap pejabat di negeri +62 ini justru mempertontonkan sikap tidak empati terhadap kondisi rakyatnya.
Saat banyak masyarakat kelaparan di tengah PPKM Darurat justru banyak publik figur yang jalan-jalan ke luar negeri. Di saat banyak rakyat yang jatuh miskin hingga terpuruk justru pejabat di negeri ini memamerkan koleksi barang-barang mewah yang harganya fantastis dan membuat mulut kita ternganga.
Sungguh suatu tontonan yang menyesakkan dada. Kita juga mempertanyakan di mana rasa empati dan rasa tali persaudaraan sebangsa bahkan seakidahnya? Apakah sudah tertutup mata hatinya atau memang rasa kemanusiaannya sudah mati? Tak sadarkah bahwa semua yang dimiliki saat ini merupakan amanah dari Allah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Bahkan semua yang dimilikinya fana tetapi entahlah seakan apa yang terjadi dengan derita masyarakat hanya hiburan semata.
Apakah mereka tidak mengingat bahwa sesama muslim itu saudara, terlebih jika sebagai pemimpin negara ini seharusnya bertanggung jawab dan peka terhadap kondisi rakyatnya. Bukan tertawa di atas derita rakyat.
Seharusnya apa yang dimiliki kelak akan diambil oleh Pemiliknya. Seharusnya pejabat di negeri ini berkaca kepada Rasulullah saw.beliau senantiasa Zuhud,qanaah dengan apa yang dikaruniakan kepadanya. Bahkan hal ini dicontoh oleh para sahabat dan generasi setelahnya.
Mereka senantiasa mengingat hadis ini
كُلُكُمْ رَاع، وَكُلُكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالإِمَامُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Imam (Khalifah) yang memerintah manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya.”
Jangan sampai ada seorang rakyatnya yang terlantar apalagi mati kelaparan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Khulafâur Râsyidîn sebagai pemimpin telah memberikan teladan yang baik dalam menyejahterakan rakyat.
Sebagai contoh, Amîrul Mukminîn Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, pada masa paceklik dan kelaparan, ia Radhiyallahu ‘anhu hanya makan roti dan minyak sehingga kulitnya berubah menjadi hitam. Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan.”
Inilah sikap empati yang ditunjukkan oleh Khalifah Umar bin Khattab di masa khilafah Islam. Beliau tidak malu untuk memikul bahan makanan saat tau ada rakyatnya yang kelaparan.
Jika di sistem demokrasi sekularisme pejabatnya nihil Empati, egoistis justru berbanding terbalik dengan para pejabat di sistem Islam begitu bertaburan para pemimpin yang sangat qanaah, zuhud dan berakhlak mulia.
Betapa kita merindukan suasana seperti itu. Namun semua itu kembali ke dalam diri kita apakah kita akan terus dalam lingkaran sistem yang rusak ataukah justru kembali kepada islam.
Jawaban ada di tangan kita. []
Wallahu a'lam bishshawab.
Oleh Heni Ummu Faiz
Ibu Pemerhati Umat
0 Komentar