Polemik Vaksinasi di Indonesia

 


Proses vaksinasi di Indonesia terus berjalan dengan berbagai kendala. Ketimpangan stok dan distribusi menjadi kendala pelaksanaan vaksinasi. Di luar itu muncul masalah pungli dan serifikat palsu. Data ketimpangan vaksinasi Covid-19 itu terjadi antara Jawa-Bali dan daerah di luar Jawa-Bali. Berdasarkan catatan WHO, jumlah tenaga kesehatan belum divaksinasi corona terbanyak ada di Papua.

Sementara itu, catatan WHO pada tanggal yang sama, Bali adalah provinsi dengan jumlah vaksin dosis pertama tertinggi untuk semua target vaksin (tenaga kesehatan, lansia, pekerja publik, warga di atas usia 12 tahun). Setelah Bali, menyusul DKI Jakarta, Kepulauan Riau, DIY dan Sulawesi Utara. Sementara itu, DKI Jakarta menjadi provinsi dengan jumlah vaksinasi Covid-19 dosis kedua tertinggi. (news.detik.com 30/07/2021)

Lapor Covid-19, lembaga pemantauan independen, menyebut tidak ada transparansi tentang jumlah vaksin yang disalurkan Kementerian Kesehatan dan kepada lembaga apa saja vaksin itu didistribusikan. Firdaus Ferdiansyah, relawan lapor Covid-19, berkata bahwa dinas kesehatan di sejumlah daerah pernah kebingungan mengapa stok vaksin untuk puskesmas lebih sedikit ketimbang sentra yang dikelola instansi pemerintah maupun swasta lainnya. (bbc.com 20/08/2021)

Tata pelaksanaan vaksinasi nyatanya tidak semudah yang dibayangkan. Rasa ketidakpercayaan masyarakat bahkan sampai menolak divaksinasi semakin menambah miris keadaan. Inilah buah dari ketidakseriusan dan ketidakkonsistenan pemerintah dalam menangani pandemi  sejak awal April 2020 silam. Presiden Joko Widodo blak-blakkan mengatakan tidak bisa menerapkan lockdown seperti negara lain karena banyak masyarakat yang menjerit agar pembatasan segera dilonggarkan. 

Di samping itu, Jokowi mengatakan bahwa tidak hanya menangani sisi kesehatannya saja, namun sisi ekonominya juga harus dijalankan, maka Indonesia tidak bisa ditutup total seperti negara lain. Akhirnya kebijakan setengah hati pun diberlakukan, mulai dari PSBB, PSBB Transisi, PSBB Ketat, PPKM Mikro, PPKM Darurat dan PPKM Level 4 yang tidak tahu sampai kapan berakhirnya.

Karut marut proses penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia semakin menambah potret buram penerapan sistem kapitalis sekuler. Vaksinasi bukanlah satu-satunya solusi untuk menuntaskan pandemi. Pemfokusan hanya pada vaksinasi  tanpa adanya dukungan dari kebijakan lain, baik dari bidang kesehatan atau aspek lainnya adalah kesalahan yang menjadikan kapitalisme gagal dalam menuntaskan pandemi. 

Terlebih lagi sistem kapitalis sekuler ini lebih mementingkan menyelamatkan perekonomian negara dibanding menyelamatkan nyawa rakyatnya sendiri. Penerapan lockdown juga enggan dilakukan karena ketidakmampuannya dalam menjamin kebutuhan pokok rakyatnya. Lantas apa yang masih bisa diharapkan dari sistem rusak ini?

Penerapan syariat Islam secara total dalam sebuah institusi negara khilafah merupakan solusi tuntas atas semua permasalahan umat saat ini, tidak terkecuali masalah pandemi Covid-19 yang mendunia. Penerapan lockdown syar’i merupakan upaya nonfarmasi sekaligus tuntunan syariat Allah SWT yang efektif untuk memutus rantai penularan, sebagaimana dinyatakan Rasulullah SAW, “Apabila kalian mendengarkan wabah di suatu tempat maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu maka janganlah keluar darinya” (HR Imam Muslim).

Lockdown syar’i ini pernah diterapkan ketika terjadinya wabah tha’un dan menjadi solusi yang sangat efektif untuk memutus rantai penularan wabah. Dengan adanya pemisahan antara area yang terjangkit dengan area yang tidak terjangkit wabah, menjamin masyarakat bisa beraktivitas seperti biasa. Sistem ekonomi dan sistem kesehatan pun bisa berjalan dengan normal. 

Di sisi lain, negara akan memberikan fasilitas kesehatan seperti mendirikan RS dan laboratorium agar para tenaga medis dan para peneliti bisa optimal dalam menjalankan tugasnya. Negara memiliki sumber dana yang sangat cukup untuk pembiayaan kesehatan yakni berasal dari baitul mal pos kepemilikan umum dari pengelolaan mandiri SDA. Sehingga negara akan memberikan biaya berapa pun itu jumlahnya untuk para peneliti, pakar dan dokter untuk melakukan uji klinis dan evaluasi terhadap vaksin hingga benar-benar aman untuk pengobatan. Dan dapat dipastikan semua kalangan masyarakat akan mendapatkan vaksin tersebut. 

Maka untuk mengakhiri pandemi global ini, umat butuh solusi global juga yaitu dengan diterapkannya syariat Islam secara kaffah di bawah naungan negara khilafah.[]

Oleh: Siti Mawadah, S.T.

(Alumnus Politeknik Negeri Jakarta)



Posting Komentar

0 Komentar