Potret Gaya Hidup Pejabat Dalam Sistem Kapitalis


Baru saja masyarakat dikejutkan dengan anggaran fantastis baju dinas anggota DPRD yang harganya mencapai ratusan juta rupiah, kini masyarakat dihebohkan kembali dengan pengadaan alat fitnes dengan anggaran yang cukup fantastis. Dilansir oleh Radar Bogor pada 17 Agustus 2021, DPRD Kota Bogor telah menganggarkan pengadaan alat fitnes pada APBD tahun 2021 seharga Rp 100 jutaan. Sekretaris DPRD Kota Bogor, Boris Derurasman tak membantah adanya pembelian alat fitnes ini. Alat tersebut disimpan di ruangan perpustakaan gedung para wakil rakyat. Ia mengatakan bahwa pengadaan alat fitnes ini bertujuan untuk meningkatkan imun para anggota legislatif di tengah wabah Covid-19.

Sontak saja sejumlah kalangan menyoroti pengadaan alat fitnes yang dimiliki oleh DPRD Kota Bogor. Salah satu organisasi ekstra mahasiswa yang menyoroti pengadaan alat fitnes itu adalah dari Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Bogor. Fahreza (ketua PMII) menilai pembelian alat fitnes yang hanya untuk mementingkan kebugaran dan imunitas wakil rakyat di Kota Bogor, lebih baik dialokasikan untuk kebutuhan lain yang lebih prioritas. Sama halnya juga dengan pakaian dinas, harusnya bisa lebih ditekan penggunaan anggarannya. “Ini perlu dievaluasi, sehingga hal seperti ini tidak terjadi, kami akan pantau”, ucapnya. (RRI Bogor, 20 Agustus 2021)

Di tengah wabah Covid-19 yang sangat berdampak besar pada perekonomian masyarakat, seharusnya menimbulkan kepekaan dan kepeduliaan yang tinggi dari para pejabat. Menghambur-hamburkan anggaran untuk sesuatu yang kurang penting dengan dalih untuk meningkatkan imunitas wakil rakyat, tentu saja sangat menyakitkan perasaan masyarakat. Pasalnya, masyarakat harus berjuang melewati kerasnya kehidupan di tengah wabah untuk sekedar dapat bertahan hidup, bahkan tak jarang nyawa harus menjadi taruhannya demi untuk mendapatkan sesuap nasi.

Mengapa yang menjadi perhatian hanyalah bagaimana meningkatkan imunitas para wakil rakyat? Dan bagaimana masyarakat meningkatkan imunitas mereka? Sementara untuk mencari sumber penghasilan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari saja mereka sangat kesulitan. Seharusnya dana yang ada difokuskan untuk membantu masyarakat agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemerintah memang telah memberikan bantuan sosial kepada masyarakat, tetapi bantuan tersebut tidak merata dengan jumlah yang sangat minim hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan selama satu minggu saja.

Inilah potret gaya hidup pejabat dalam naungan sistem kapitalisme. Tidak dipungkiri, untuk sampai pada tampuk kekuasaan yang mereka duduki saat ini, mereka telah banyak menguras harta mereka untuk membiayai keperluan kampanye hingga berhasil mendapatkan kursi jabatan. Tidak nampak sedikit pun dari mereka ketika berkuasa memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap nasib masyarakat. Justru yang menjadi fokus perhatian mereka adalah menikmati berbagai fasilitas jabatan yang serba mewah dan gaya hidup yang serba mahal.

Masyarakat bisa melihat berapa banyak anggaran yang harus dikeluarkan negara untuk membiayai ‘gaya hidup’ para pejabat ini. Bahkan bisa dikatakan bahwa para pejabat menghabiskan uang negara untuk mendapatkan fasilitas yang ‘serba wah’. Alih-alih mau mengurusi permasalahan masyarakat, justru yang mereka lakukan sebaliknya. Mereka sibuk mengurusi urusan pribadi dan kepentingan mereka masing-masing, tanpa memperdulikan nasib rakyat. Karenanya pada saat mereka dilantik dan disumpah untuk mengurus dan memperjuangkan nasib rakyat, nyatanya itu hanyalah kamuflase semata.

Gambaran di atas sangatlah bertolak belakang dengan potret para pemimpin kaum muslimin pada masa kekhilafahan Islam. Para khalifah hidup sangat sederhana, bukan hanya karena pribadi mereka tetapi juga karena sistem Islam yang diterapkan secara komprehensif. Khalifah Umar bin Khattab ra. memberi contoh gaya hidup sederhana yang semestinya diteladani oleh para pemimpin saat ini. Padahal, pada saat itu beliau memiliki kekuasaan yang besar dan mampu mengalahkan Persia dan Romawi dalam peperangan.

Sebagai seorang khalifah, Umar bin Khattab ra. sesungguhnya layak memperoleh jaminan keuangan dari kas negara. Akan tetapi, ia selalu menjaga diri dan keluarganya dari apa-apa yang bukan haknya. Ia tidak meminta jatah keuangan dari baitul mal, tidak pula sekalipun memakmurkan kehidupan pribadinya di atas kehidupan kaum muslimin. Khalifah Umar ra. tidak akan nyaman mencerna makanan sebelum merasa yakin seluruh rakyatnya telah menerima pembagian dana sosial, terutama pada musim paceklik. Ia tidak bisa tidur dengan tenang bila ada rakyatnya yang kelaparan. Khalifah Umar ra. bahkan memakai pakaian yang bertambal di dua pundaknya

Suatu ketika, Khalifah Umar ra. pernah menegur seorang Gubernurnya di Yaman. Sebab, sang Gubernur ini diketahui gemar mengenakan pakaian dan wewangian yang berlebihan. Dengan nasihat yang meyakinkan, Gubernur itu lantas meminta maaf dan berjanji akan mengoreksi perbuatannya. Setahun kemudian, Gubernur Yaman itu kembali kepada Khalifah Umar ra., tetapi kali ini dengan berpakaian compang-camping. Khalifah Umar lantas menegurnya dengan berkata, ”Aku tidak mengharap keadaanmu sama seperti ini. Demikian juga sebaliknya, aku tidak menginginkan hidupmu berlebih-lebihan. Yang aku harapkan kepada seluruh Gubernur, hidup secara layak dan wajar. Tidak menunjukkan kenistaan, tetapi tidak pula bermegah-megahan. Kalian boleh makan, minum, dan memakai wangi-wangian. Dalam tugas kalian nanti, kalian akan mengetahui apa yang aku benci”.

Demikianlah potret teladan kesederhanaan seorang khalifah. Mereka sangat memahami bahwa kekuasaan mereka adalah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Dan hakekat penguasa dalam Islam adalah pelayan bagi rakyatnya, yang tidak berhak berfoya-foya dengan menghabiskan uang rakyat. Penguasa yang seperti inilah yang dirindukan dan ditunggu sosoknya hadir di tengah-tengah masyarakat. Namun, kondisi ideal ini hanya akan terwujud dalam kehidupan apabila aturan Islam kaffah yang menaungi setiap sendi-sendi kehidupan diterapkan secara sempurna dalam sistem khilafah. []


Oleh : Siti Rima Sarinah (Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban)

Posting Komentar

0 Komentar