Di Sukabumi kini telah ada forum bagi anak muda yang bergerak untuk memperjuangkan keadilan gender, kesetaraan bagi anak perempuan, dan pengurangan perkawinan anak. Forum ini bernama State of Youth Sukabumi. Dilansir dari akun instagram @stateofyouth_sukabumi, forum ini sedang konsen mengkampanyekan “Ingin Melangkah Bukan Menikah” pada 3-7 Juli 2021 lalu. Kegiatannya berupa webinar, challenge poster kreatif, challenge video pendek, dll.
Dalam akun instagram resminya tersebut mereka mengajak anak muda untuk berani mengutarakan pendapat, menjadi pemimpin dan peduli terhadap isu-isu yang ada di dunia saat ini. Rencana kegiatan berkelanjutan yang akan dilaksanakan seperti melakukan kampanye baik melalui digital maupun langsung, sosialisasi, berkomunikasi dengan membuat perubahan di seluruh dunia serta turun langsung ke masyarakat.
State of Youth (SOY) Sukabumi ini dibentuk oleh Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) yang berafiliasi dengan Plan International. Yayasan ini, telah bekerja di Indonesia sejak 1969 dan resmi menjadi Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) pada tahun 2017. Organisasi ini bekerja untuk memperjuangkan pemenuhan hak anak dan kesetaraan bagi anak perempuan.
Hingga 2020, proyek Yes I Do telah berhasil mendorong terciptanya dua belas Kelompok Perlindungan Anak Desa (KPAD) yang beranggotakan 302 orang di Sukabumi, Lombok Barat, dan Rembang. Plan Indonesia turut menggerakkan masyarakat untuk menciptakan iklim yang responsif terhadap kasus kekerasan terhadap anak.
Sebanyak 168 kasus kekerasan terhadap anak telah dilaporkan oleh masyarakat kepada KPAD, 78 persen di antaranya merupakan kasus perkawinan usia anak, dan 32 persen telah berhasil dicegah.
Plan Indonesia juga mengedukasi lebih dari tujuh juta orang tentang bahaya perkawinan usia anak melalui berbagai kegiatan kampanye, acara kesenian, artikel, serta film pendek ‘Suara Kirana’, dan masih banyak lagi. Film Suara Kirana sendiri merupakan hasil kerja sama dengan para sineas dan pelakon film, seperti Laras Sardi, Dhea Seto dan Jourdy Pranata, yang memiliki kekhawatiran serupa akan maraknya perkawinan usia anak di Indonesia.
Mencegah Pernikahan Dini Tetapi Legalkan Seks Bebas
Apa yang dilakukan oleh pegiat kesetaraan gender seperti kampanye anti pernikahan dini sebenarnya sudah sejak lama dilakukan oleh penguasa negeri ini yang didukung oleh kelompok liberal. Program ini sejalan dengan agenda global PBB bahwa hak anak harus dijaga. Semua anggota PBB termasuk Indonesia telah menyepakati konvensi hak anak, salah satunya menyukseskan penegakan hukum yang melarang perkawinan anak, yakni pasal 26 UU Perlindungan Anak. Dalam konvensi ini, anak didefinisikan sebagai orang yang belum berusia 18 tahun. Jadi, menikah di usia 16 tahun termasuk pernikahan anak atau pernikahan dini yang harus dilarang.
Berbagai alasan diungkapkan untuk menyukseskan kampanye pelarangan pernikahan dini ini, di antaranya karena melanggar hak anak, dianggap mendiskiriminasi perempuan, dan berbahaya bagi kesehatan reproduksi. Pernikahan dini juga kerap dianggap menghasilkan keluarga yang tidak harmonis karena tidak adanya kesiapan mental bahkan dianggap pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Padahal hal yang sama juga dapat terjadi pada pernikahan di usia dewasa. Masalahnya bukanlah di usia pernikahan.
Saat ini pemerintah melarang pernikahan dini dengan kampanye massif dan sistematis, akan tetapi di sisi lain membuka kran pergaulan bebas. Tentu ini sangat ironis dan bukti negara membodohi rakyat. Ketika anak-anak terjebak pergaulan bebas serta terkepung konten pornografi dan pornoaksi di mana-mana, sementara mereka dilarang menikah, pada akhirnya mereka bisa melakukan penyimpangan seperti perzinaan, aborsi, kekerasan seksual, hingga berujung pembunuhan. Bila ini terus berlangsung dan kampanye global anti pernikahan dini dibenarkan maka pada saat yang sama tanpa sadar, negeri ini mengatakan bahwa hukum-hukum Allah tidak relevan dengan zaman, tidak bisa diterapkan lagi, dan mengajak menjauhi hukum agama.
Saat ini, yang diperlukan oleh anak bukanlah larangan nikah dini, akan tetapi yang diperlukan adalah pemberlakuan sistem pergaulan Islam dan sistem pendidikan Islam. Agar generasi muda siap memasuki gerbang keluarga dan mencegah seks bebas remaja.
Dalam pandangan Islam, pernikahan di usia dini tidak menjadi masalah jika syarat dan rukun menikah dipenuhi dan tidak ada pelanggaran hukum syara di dalamnya. Sebab, usia bukanlah problem, tetapi bagaimana orang tua menyiapkan, lingkungan menyiapkan, dan negara juga menyiapkan hingga generasi muda ini siap. Inilah yang akan menjadi konsentrasi negara Islam (baca: Khilafah). Sistem pendidikan Khilafah yang berbasis akidah akan menyiapkan kurikulum sekolah sejak dini hingga berusia 15 tahun dan balig hingga mereka siap menanggung beban tanggung jawab dan menanggung beban syariat menjadi orang tua dengan mendidik anak-anak mereka menjadi generasi hebat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa merajalelanya pergaulan bebas adalah faktor yang menyebabkan maraknya pernikahan dini. Maka yang seharusnya dilakukan adalah berkonsentrasi menyetop pergaulan bebas ini, bukan menyetop pernikahan dini yang semua mazhab membolehkan pernikahan pada usia tersebut. Negara seharusnya menghentikan akses yang akan menghantarkanremaja kepada pergaulan bebas di antaranya membersihkan media dari konten-konten yang merusak akidah termasuk sekluarisme, pluralisme, liberalisme, termasuk konten pornografi, dan pornoaksi. Negara seharusnya menerapkan sanksi tegas sesuai ketentuan syariat terhadap pelaku maksiat. Cambuk bagi pezina yang belum pernah menikah, dan rajam sampai mati bagi pezina yang sudah pernah menikah.
Semua itu hanya dapat dilakukan oleh negara yang menerapkan aturan Islam, bukan sistem sekuler demokrasi Kapitalisme seperti saat ini. Sistem saat ini hanya menawarkan solusi-solusi tambal sulam untuk menutupi buruknya penerapan sistem. Tingginya aborsi dan kematian ibu akibat salah pergaulan, akan tetapi yang disalahkan aturan Islam yang membolehkan pernikahan dini. Sungguh realita yang mengusik akal sehat bagi orang-orang yang mau berpikir.
Telah mendesak adanya penerapan Islam yang komprehensif yang diformalkan dalam negara agar permasalahan-permasalahan turunan dari diterapkannya sistem sekuler tidak ada lagi. Dengan izin Allah, generasi akan bersih dari pergaulan bebas. Negeri pun akan dinaungi keberkahan dari langit dan bumi.
Wallahu’alam bishshawab
Oleh Silmi Dhiyaulhaq, S.Pd.
Praktisi Pendidikan
0 Komentar