Merapatnya PAN ke kubu pemerintah membuat banyak pihak menduga-duga. Adanya beberapa agenda seperti amandemen UUD 1945 dan agenda strategis lainnya disinyalir menjadi faktor penyebab bergabungnya PAN pada koalisi pemerintah. Dilansir dari CNNIndonesia.com, Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute, Karyono Wibowo menyebut bahwa bergabungnya PAN ke dalam koalisi bakal menambah
dukungan bagi pemerintah di parlemen untuk memuluskan agenda-agenda strategis yang akan dijalankan ke depannya.
Karyono juga tak menampik jika mungkin ada skenario untuk menjegal koalisi PKS dan Demokrat untuk mengusung calon presiden di Pilpres 2024 mendatang, di balik bergabungnya PAN dengan koalisi pemerintah. "Ceruk pemilih yang tidak puas dengan pemerintahan Jokowi cenderung terdistribusi ke PKS dan Demokrat," ungkapnya.
Namun, menurutnya, PAN bisa dikatakan untung jika mendapat posisi di pemerintahan atau jatah kursi di kabinet Jokowi. Namun, jika posisi PAN hanya sekadar mendukung koalisi, Karyono menyebut ini merupakan kerugian (CNNIndonesia.com, 27/08/21). Tetapi realitasnya aroma reshuffle kabinet kini mulai menguat. Yang pasti, tak ada makan siang gratis dalam sistem politik semacam ini.
Parpol Harus Punya Visi
Fenomena ini adalah sesuatu yang wajar saja terjadi dalam sistem demokrasi kapitalis. Keberadaan parpol dalam sistem demokrasi memang lebih sering digunakan sebagai kendaraan politik untuk mencapai puncak kepemimpinan. Meski ada porsi edukasi politik kepada masyarakat sebagai salah satu tugas dan fungsi parpol, nyatanya jebakan kursi lebih menggiurkan. Akibatnya sikap pragmatis lebih mengemuka dibandingkan sikap idealis.
Hal ini terbentuk karena sistem demokrasi memang tegak atas asas manfaat. Berbeda dengan sistem Islam. Dalam Islam, parpol tegak bukan untuk visi duniawi semata. Keberadaan parpol dalam Islam adalah untuk menjawab seruan Allah swt dalam QS. Ali Imran:104.
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)
Berdasarkan ayat ini keberadaan parpol dalam Islam memiliki tujuan untuk melakukan muhasabah (koreksi dan kritik) terhadap penguasa. Dan ini adalah aktivitas yang menonjol dalam sebuah parpol. Aktivitas mengoreksi penguasa ini bisa dilakukan secara individual atau berkelompok dalam sebuah partai.
Pada ayat yang lain aktivitas ini digambarkan sebagai ciri khas atau sifat yang senantiasa harus ada dalam kehidupan kaum muslimin. Allah swt berfirman
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (QS. Ali Imran:110)
Disebut ciri khas atau sifat karena pada ayat ini Allah memberikan predikat terbaik bagi kaum muslimin disebabkan aktivitas amar makruf nahi mungkar yang mereka lakukan. Dan Islam meletakkan motivasi ruhiyah sebagai asas dalam melakukan aktivitas mengoreksi penguasa. Rasulullah saw pun secara khusus telah memuji aktivitas mengoreksi penguasa zalim, untuk mengoreksi kesalahannya dan menyampaikan kebenaran kepadanya.
أَفْضَلَ الْجِهَادِ كَلِمَةُ حَقٍّ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِر
“Sebaik-baik jihad adalah perkataan yang benar kepada pemimpin yang zhalim.” (HR. Ahmad, Ibn Majah, Abu Dawud, al-Nasa’i, al-Hakim dan lainnya)
سَيِّدُ الشُهَدَاءِ حَمْزَةُ بْنُ عَبْدُ الْمُطَلِّبِ، وَرَجُلٌ قَامَ إِلَى إِمَامٍ جَائِرٍ فَأَمَرَهُ وَنَهَاهُ فَقَتَلَهُ
“Penghulu para syuhada’ adalah Hamzah bin ‘Abd al-Muthallib dan orang yang mendatangi penguasa zhalim lalu memerintahkannya (kepada kebaikan) dan mencegahnya (dari keburukan), kemudian ia (penguasa zhalim itu) membunuhnya.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Awsath).
Dari dalil-dalil itu bisa dipahami bahwa mengoreksi penguasa yang lalai, salah dan keliru, termasuk perkara yang ma’lûm bagian dari agama ini. Tentu dengan sebuah dorongan dan motivasi untuk menjalankan perintah Allah dan mengharap keridloan-Nya dan berharap pernguasa bisa kembali pada jalan yang benar sesuai syariat-Nya.
Karena itu visi parpol dalam sistem Islam jelas berbeda dengan kebanyakan parpol dalam sistem demokrasi saat ini. Aktivitas mengoreksi penguasa tak sekadar untuk mengejar tampuk kepemimpinan tertinggi dalam kekuasaan, tapi lebih karena landasan ketakwaan pada Allah swt.
Visi yang berbeda membuat keberadaan parpol dalam sistem Islam lebih sulit dibeli dengan uang. Tak dikenal prinsip no free lunch, koalisi dengan partai penguasa atau berbagai upaya rekonsiliasi apapun. Dan andaikan ada, itu lebih disebabkan minimnya bekal keimanan dan ketakwaan dalam diri individu parpol. Karenanya wajar, jika dalam sistem demokrasi saat ini, dimana bekal iman dan takwa tak menjadi pertimbangan utama, parpol yang ada hampir semuanya memang miskin visi, bahkan bisa dikatakan tak memiliki visi. Itu sebabnya parpol yang ada saat ini sangat mudah masuk dalam jebakan kursi.
Partai Rasulullah, Teladan Untuk Berbenah
Rasulullah saw sebenarnya telah memberikan teladan yang baik dalam pengaturan kehidupan bernegara. Sebab Islam adalah agama yang paripurna. Tak hanya mengatur masalah ibadah, tapi Islam juga mengatur persoalan politik kenegaraan. Dan dalam pembentukan partai, Rasulullah adalah contoh terbaik.
Ajaran Islam yang dibawa Rasulullah adalah ajaran baru pada saat itu yang dirasakan mengancam posisi para penguasa Quraiys. Karenanya Rasulullah merekrut dan membina para sahabat untuk bergabung dengan kelompoknya dengan cara sembunyi-sembunyi. Rasul menempa keimanan dan ketakwaan para sahabat, membentuk kepribadian mereka dan mengorganisirnya sehingga mereka memiliki militansi yang tangguh dalam menyampaikan risalah dakwah yang dianggap bertentangan dengan penguasa Quraiys saat itu.
Hingga Allah menurunkan Allah turunkan kepada Nabi SAW
فَٱصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ ٱلْمُشْرِكِينَ
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu), dan berpalinglah dari orang-orang yang Musyrik.” (QS al-Hijr: 94)
Maka saat itu Rasulullah bersama para sahabat kian berani tampil menyampaikan dakwah Islam. Kondisi itu mengkhawatirkan para penguasa Quraisy karena semakin banyak orang yang bergabung dengan kelompok Rasul.
Berbagai upaya ditempuh, termasuk membujuk Rasulullah dengan harta, tahta dan wanita. Namun Rasulullah tak bergeming. Demikian juga dengan para sahabat. Keteguhan mereka memegang Islam terukir dalam sejarah. Bilal bin Rabah, Sumayyah, Yasir dan Ammar bin Yasir menjadi bukti keteguhan mereka mempertahankan agama dan idealismenya.
Demikianlah Rasulullah mampu memberi contoh terbaik dalam membentuk partai atau kelompok dakwah yang memiliki visi akhirat. Dan itu tercermin dari para induvidu anggotanya. Kesabaran, keikhlasan dan kesungguhan dalam menjalankan tugas dakwah membuat mereka menjadi pribadi unik yang tak bisa dibeli dengan uang, tak mudah tergiur dengan jabatan dan tak mudah pindah kubu. Lantas mengapa kita tidak belajar dari Rasulullah dalam membentuk parpol yang bervisi akhirat?
Oleh Kamilia Mustadjab
0 Komentar