Sebanyak enam kapal perang Cina mondar-mandir di Laut Natuna Utara pada Senin (13/9) lalu. Hal itu membuat nelayan di Kepulauan Riau ketakutan karena mereka diintimidasi saat menangkap ikan. Sejumlah video diambil nelayan pada koordinat 6.17237 Lintang Utara dan 109.01578 Bujur Timur. Rekaman video tersebut kemudian ditunjukkan Ketua Aliansi Nelayan Natuna, Hendri (kontan.co.id, 16/9/2021).
Selain itu, Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut (Bakamla), Laksda S. Irawan juga menyebutkan bahwa kapal-kapal tersebut mengganggu aktivitas kapal tambang. Kapal coast guard Cina membayang-bayangi kerja rig noble berbendera Indonesia di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (cnbcindonesia.com, 14/9/2021).
Bakamla mendeteksi sebanyak 5.204 kapal penjaga pantai Cina menghabiskan hampir tiga hari di perairan Indonesia. Bahkan, kapal patroli Bakamla hanya berjarak satu kilometer dengan penjaga pantai Cina (cnbcindonesia.com, 17/9/2021).
Sayangnya, Bakamla mengeluhkan bahwa saat ini kondisi sarana dan prasarana Bakamla masih jauh dari ideal. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR, Senin (13/9/2021), Bakamla menyebut 10 kapal patroli yang mereka miliki tidak cukup untuk mengamankan seluruh wilayah Indonesia. Empat poin penting dalam roadmap penguatan Bakamla, yakni aspek legislasi, kebijakan dan strategi, sarana dan prasarana, serta kebutuhan anggaran Bakamla kepada Komisi I DPR juga belum sepenuhnya terpenuhi (CNNIndonesia.com, 14/9/2021).
Kejadian ini menuai respons dari Pengamat Sosial-Politik Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA), Herry Mendrofa. Menurut Herry, selama ini Kementerian Pertahanan selaku pelaksana teknis di bawah Presiden Jokowi dinilai kurang serius mengamankan perairan strategis dan belum menunjukkan kinerja yang optimal (republika.co.id, 18/9/2021).
Namun, Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa Menteri Pertahanan Prabowo Subianto telah mengambil sikap terkait ancaman kapal perang Tiongkok di Perairan Natuna. Hal itu dilakukan dengan membawa pulang teknologi kapal perang canggih jenis Frigate tipe Arrowhead 140 dari Inggris. Frigate adalah jenis kapal perang ringan berkecepatan tinggi dan memiliki kemampuan manuver yang dilengkapi teknologi militer canggih terkini. Dia menyebut angkatan laut Cina pasti akan takut dan gemetar saat melihat Frigate tipe Arrowhead 140 berpatroli di lautan Indonesia (liputan6.com, 18/9/2021).
Sayangnya jika kita teliti lebih dalam, sejatinya langkah Menhan tidak terlalu memberikan pengaruh signifikan terhadap keponggahan Cina yang mengklaim secara sepihak wilayah Laut Cina Selatan. Kalaupun Cina memperhitungkan kecanggihan kapal perang Frigate tipe arrowed 140, itu tidak lepas dari kekuatan Inggris di belakang teknologi tersebut.
Apalagi, teknologi kapal perang canggih jenis Frigate tipe Arrowhead 140 dihasilkan dari kesepakatan yang ditandatangani di London, Inggris, dalam acara "Defense and Security Equipment International (DSEI) 2021". Penandatanganan tersebut disaksikan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Pertahanan Inggris, Ben Wallace pada Kamis, 16 September 2021 (Tempo.co, 17/8/2021).
Dengan ditandatanganinya kesepakatan tersebut, sesungguhnya justru menunjukkan lemahnya pertahanan Indonesia. Terbukti, Indonesia menepi ke aliansi barat untuk menghalau intimidasi Tiongkok di Laut Cina Selatan. Ibarat pepatah, lepas dari mulut harimau, masuk kedalam mulut buaya. Posisi Indonesia semakin terjepit di antara dua kekuatan besar dunia. Yakni, antara Aliansi Trilateral militer Amerika Serikat (AS), Australia dan Inggris dengan Cina.
Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat pada dekade 1980-1990, Indonesia pernah dijuluki sebagai "Macan Asia" yang sangat disegani oleh negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Kekuatan Indonesia saat itu sangat diperhitungkan dunia internasional, mulai ekonomi hingga kekuatan tempur dan pertahanan. Apalagi, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Mirisnya, auman "Macan Asia" perlahan mulai lirih.
Apa mau dikata, sejak Indonesia membuka diri terhadap proyek OBOR (One Belt One Road) yang digagas presiden Xi Jinping. Indonesia dan Cina melakukan kerja sama pembangunan infrastruktur besar-besaran di berbagai wilayah di Indonesia. Sudah bisa dipastikan, Indonesia sulit menunjukkan taringnya kepada Tiongkok.
Padahal, jika ingin berdaulat di laut, Indonesia harus tegas pada siapapun yang hendak mengambil manfaat dari wilayah lautnya. Tidak terkecuali tindakan semena-mena Cina yang jelas-jelas tidak menghormati kedaulatan Indonesia sebagai anggota UNCLOS. Apalagi, kehadiran kapal milik Cina bukan yang pertama. Tentu permasalahan ini bukan sekadar sengketa terkait perikanan, namun sebagai permasalahan pelanggaran zona maritim, pelanggaran hak berdaulat dan kedaulatan.
Dengan wara-wirinya kapal perang Cina di Perairan Natuna Utara, mereka seolah menginjak-injak kedaulatan Indonesia. Mereka seenaknya show up di wilayah perairan Indonesia.
Bagai macan tak bertaring, kebijakan dan langkah penguasa tidak tegas. Hal tersebut tentu sangat berbahaya karena dapat menggadaikan kedaulatan negara. Namun, itulah konsekuensi negara yang berpijak pada sistem kapitalis sekuler. Negara akan mudah jatuh ke tangan penjajah kafir dan didikte. Hal itu diawali dengan belitan utang ribawi. Negara seolah tidak memiliki taring karena wibawanya hilang gegara utang berkedok kerja sama dan investasi.
Sangat jauh berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam hubungan luar negeri diatur sedemikian rupa dan sangat khas. Masalah yang terjadi saat ini tidak akan pernah ada, sebab negara sangat menjaga kedaulatan dengan tidak berlemah lembut dan tunduk di hadapan negara kafir muhariban fi'lan.
Cina, AS, Australia dan Inggris masuk kategori negara kafir muhariban fi'lan karena memerangi kaum Muslim. Kondisi bangsa Uyghur yang dizalimi Cina, negara-negara Timur Tengah yang diinvasi AS dan sekutunya jelas menjadikannya negara yang harus diperangi. Jika merujuk pada pandangan ideologi Islam, dalam hal ini negara tidak boleh berpihak pada negara barat (AS dan sekutunya), maupun timur (Cina).
Negara juga wajib menjaga wilayah perbatasan, apalagi yang berbatasan langsung dengan negara kafir muhariban fi'lan. Negara harus melakukan ribath yang artinya menempatkan pasukan tentara Islam lengkap dengan persenjataannya dan peralatan perang lainnya di daerah rawan dan wilayah perbatasan yang memungkinkan musuh menyelundup masuk atau menyerang kaum Muslim dan negara. Menjaga wilayah perbatasan merupakan amal yang utama.
Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Imran ayat 200 yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung.”
Rasulullah Saw. bersabda yang artinya: “Menjaga wilayah perbatasan satu hari di jalan Allah, lebih baik daripada dania serta isinya” [Muttafaq ’alaih; al-Bukhari, no. 2892; Muslim, no. 1881].
Selain itu, dalam pandangan Islam negara wajib memenuhi kebutuhan negaranya, termasuk alat berat dan persenjataan secara mandiri karena erat kaitannya dengan perintah jihad.
"Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya" (TQS. Al-Anfal : 60).
Meraih kemerdekaan dan kesejahteraan merupakan cita-cita seluruh bangsa. Sayangnya, sangat tidak mungkin tercapai jika sistem kapitalisme sekuler masih dijadikan dasar sebagai sistem hidup negara-negara di dunia. Karena sejatinya, manusia justru diarahkan untuk saling bertikai tersebab sifat tamak dan serakah sebagai watak yang dihasilkan sistem ini.
Oleh karena itu, negara akan terjaga wibawanya dan rakyat terjamin kesejahteraannya. Apabila penguasa hanya tunduk kepada aturan Allah swt. Karena dengan begitu, rahmatan lil alamin benar-benar akan diturunkan ke bumi, Wallahu alam bishawab.
Oleh Anggun Permatasari
0 Komentar