Di tengah situasi pandemi dipertontonkan realita masyarakat kelas elit yang mampu membeli properti dengan harga melangit, sementara kaum alit harus bersusah payah mengais rezeki demi bertahan hidup meski menahan lapar yang kian melilit.
Dilansir dari Liputan6.com (28/8/2021), geliat penjualan properti justru bergairah di tengah situasi wabah, bahkan menunjukkan tren positif. Hal ini dirasakan oleh pengembang perumahan PT Dwicitra Mekar Abadi Group (DMA) melalui anak usahnya PT Alamindo Trulynusa. Dua proyek perumahan premium mereka di kawasan Bekasi, Darmawangsa Residence dan Panjibuwono City, per Agustus 2021 mencatatkan penjualan 70 persen dari Rp 300 miliar yang ditargetkan.
Tren positif ini tampak dari peningkatan penjualan proyek Darmawangsa Residence dan Panjibuwono City yang meningkat fantastis dalam 3 bulan terakhir. Padahal harga jual kedua proyek tersebut mengalami kenaikan. Namun tidak menyurutkan animo masyarakat untuk membelinya.
Direktur DMA Bryan Soedarsono menuturkan, peningkatan penjualan pada kuartal I-2021 mencapai Rp 160 miliar. Angka ini meningkat 100 persen dibanding pencapaian periode yang sama tahun 2020 yang tercatat hanya Rp 80 miliar (Kompas.com, 6/4/2021).
Meroketnya penjualan properti kawasan elit di tengah situasi pandemi semakin memperlihatkan melebarnya jurang perbedaan status sosial masyarakat. Bagaimana tidak, di tengah wabah Covid-19 yang menghempas perekonomian negara, banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan harus berjuang demi bertahan hidup. Belum lagi aturan PPKM semakin mempersempit ruang gerak dalam mencari nafkah. Sementara di sisi lain, masyarakat kalangan menengah ke atas mampu membeli hunian dengan harga selangit.
Meroketnya penjualan properti tak lepas dari kerjasama antara pihak pengembang dan Bank BUMN sebagai implentasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) melalui berbagai kemudahan kredit pemilikan rumah (KPR) perbankan. Ditambah lagi stimulus pemerintah berupa bantuan relaksasi rasio Loan to Value (LTV) menjadi 100 persen atau dengan kata lain konsumen dibebaskan membayar uang muka (down payment) dan subsidi PPN. Dengan adanya kebijakan ini konsumen akan semakin dimudahkan dalam memiliki hunian. Bahkan DMA sendiri berani membuat program skema pembelian tanpa DP dan tanpa bayaran kepada konsumen.
Sistem kapitalis semakin memperlihatkan wajah aslinya. Keberpihakan negara kepada kaum borjuis menambah perih luka rakyat. Alih-alih pemulihan ekonomi masa pandemi dapat mengangkat kehidupan masyarakat kecil menjadi lebih layak, nyatanya justru sukses memperbanyak jumlah orang kaya di negeri ini. Data terbaru yang dilansir Credit Suisse dan Financial Times mencatat bahwa jumlah orang Indonesia yang memiliki kekayaan lebih dari USD 1 juta atau setara Rp14,49 miliar sebanyak 172.000 orang pada tahun 2020. Angka itu bertambah sebanyak 62,3 persen dibandingkan tahun 2019 yang hanya 106.215 orang.
Sementara jumlah orang Indonesia dengan kekayaan lebih dari USD 100 juta pada 2020 mencapai 417 orang atau naik 22,29 persen dari tahun 2019. Jumlah kekayaan tersebut melonjak signifikan selama pandemi Covid-19 hingga mencapai lebih dari 50 persen (Merdeka.com, 16/7/2021).
Apa yang tengah terjadi di negeri ini seharusnya semakin membuka mata kita lebar-lebar, tak ada yang bisa lagi diharapkan dari sistem yang jelas rapuh dan bobrok dari sisi periayahannya kepada umat. Sistem ini hanya berpihak kepada kaum berada yang jelas memberikan keuntungan besar bagi negara dan pemilik modal. Sehingga yang nampak adalah orang kaya semakin kaya, sedangkan yang miskin semakin nelangsa.
Islam memiliki mekanisme khas berupa sistem ekonomi berbasis syariah dalam pengaturan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat hingga level individu dan menjamin tak ada jurang pemisah antara si miskin dan si kaya. Tak ada larangan bagi seseorang untuk memiliki kekayaan dan hidup mewah. Sebagaimana Rasulullah memperlakukan sahabatnya, Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf yang bergelimang harta dengan penuh kemuliaan.
Khalifah sebagai penanggungjawab kepengurusan rakyat akan menggunakan seluruh dana negara dari sumber pemasukan fai', kharaj, jizyah, pengelolaan kepemilikan umum dll untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat baik sandang, pangan maupun papan dan memberi kemudahan untuk memperoleh kebutuhan sekunder mereka. Terdapat pos pengeluaran khusus (seksi santunan) bagi rakyat yang wajib disantuni yaitu orang fakir, miskin, yang berutang, orang-orang yang sangat membutuhkan dll.
Islam juga memiliki mekanisme zakat yang diwajibkan Allah Swt diambil dari orang-orang kaya sebagaimana sabda Nabi Saw saat mengutus Mu'adz ke Yaman: Beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah Swt telah mewajibkan atas mereka zakat, yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka, untuk kemudian dikembakikan kepada orang-orang fakir diantara mereka (HR. Ibnu Majah dan Abu Daud). Selain zakat, ada pula anjuran untuk bersedekah bagi orang-orang yang hidup berkecukupan sebagai bentuk kasih sayang kepada saudaranya yang tak berharta.
Selain itu, sistem ekonomi Islam juga mengatur bentuk kerjasama (syirkah mudharabah) antara pemilik modal dengan seseorang yang ingin menjalankan usaha namun kesulitan modal. Dengan mekanisme ini perputaran harta tidak hanya terjadi pada segolongan orang saja, tapi dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Sistem ekonomi berbasis syariah inilah yang seharusnya diaplikasikan oleh negara saat ini. Sistem yang mampu menyejahterakan rakyat dan telah dibuktikan berabad-abad silam. Jika ada solusi terbaik untuk menyelematkan ekonomi negeri, mengapa masih percaya dengan sistem ekonomi tambal sulam ala kapitalisme?
Oleh: Irma Sari Rahayu, S.Pi
0 Komentar