Konten yang berisi video informasi tentang L9BT muncul sebagai iklan yang terselip di sela-sela video musik anak-anak di YouTube Kids. Sejak 13 September, video yang tayang menggunakan animasi buah-buah ini telah ditarik tayangannya oleh Kemenkominfo. (voi.id, 15/09/2021).
Apakah konten L9BT baru kali ini muncul di media? Jelas tidak. Bahkan konten ini begitu mudah di akses oleh siapapun, dimanapun. Apakah jumlahnya sedikit? Rasanya publik sepakat bahwa jumlahnya tak terhitung lagi, karena saking banyaknya. Kemudian jika hari ini muncul di channel Youtube Kids yang notabene adalah untuk anak-anak, maka bukan sesuatu yang mustahil. Bahkan wajar. Ibarat berteduh di gubuk reot, maka tetesan-tetesan hujan akan tetap membasahi melalui celah-celah atap.
Youtube menyampaikan telah menerapkan pembatasan usia pada konten tersebut. Artinya konten bermuatan seksual masih dibiarkan dengan catatan sesuai batasan usia yang ditetapkan. Maka wajar konten L9BT khususnya dan pergaulan bebas umumnya bak banjir bandang yang sulit dibendung. Pertama karena memang konten seperti ini diminati pasar. Kedua, ada iming-iming bayaran yang tinggi.
Jadi, meskipun regulasi sudah dibuat, karena saking masifnya, akhirnya masuklah iklan L9BT di channel yang harusnya aman untuk anak-anak. Ditambah lagi tidak maksimalnya peran negara dalam mencegah munculnya konten-konten yang merusak moral tersebut. Bahkan baru bertindak setelah ada laporan atau muncul petisi dari masyarakat.
Tidak berlebihan saat publik resah. Sebagaimana disampaikan oleh Sukamta, Anggota Komisi I DPR RI menanggapi iklan kasus ini. “Persoalan L9BT ini semakin menambah saja permasalahan sekaligus tantangan bagi negara untuk menyelesaikannya. Apalagi L9BT ini seperti virus, bisa menular, mungkin bisa dikatakan lebih berbahaya dari virus Corona, karena yang diserang adalah moral, mental sekaligus fisik, dan juga masa depan bangsa. Bisa rusak semuanya termasuk tatanan sosial". (okezone.com, 14/09/2021).
Bahkan tidak hanya di youtube, adegan pacaran, mengumbar aurat, campur baur laki-laki perempuan sudah menjadi tontonan biasa di rumah-rumah melalui saluran televisi. Sinteron, reality show, panggung hiburan, iklan-iklan dan lain-lain yang mengundang syahwat mendominasi tayangan selama 24 jam.
Termasuk, perilaku laki-laki menyerupai perempuan yang justru dijadikan komoditi. Tidak lain untuk mendongkrak rating dan mengundang sponsor berebut memasang iklan dengan tarif yang tinggi. Tak terkecuali pada tayangan kartun anak-anak asal negeri seberang. Seolah ini menjadi pembenaran bahwa perilaku tersebut adalah wajar dan baik-baik saja.
Maka, serapat apapun kita menutup mata dan telinga, hampir sulit menghindari semua itu. Apakah dengan menutup atau memblokir tayangan yang bersangkutan akan menyelesaikan masalah? Dan menjamin tidak akan muncul lagi konten serupa? Karena semua konten tayangan itu adalah output, atau ibarat tanaman ia adalah bunga. Jika hanya bunganya yang di petik, masih sangat mungkin akan tumbuh lagi bunga-bunga baru, dan begitu seterusnya selama tanaman tersebut belum di cabut berikut dengan akar-akarnya.
Apa yang kemudian menjadi akarnya? Tidak lain adalah sistem atau aturan hidup yang diterapkan hari ini. Yaitu sekularisme. Dimana agama sengaja dipisahkan dari aturan hidup secara keseluruhan. Hanya sebagian kecil aturan agama yang diterapkan. Sementara sebagian yang lain ditinggalkan. Media di dalam sistem sekularisme tidak mengenal halal haram, tapi untung rugi. Jadi, selama tayangan tersebut menghasilkan pundi-pundi rupiah, selama itu pula akan dipertahankan, meskipun dengan mengorbankan moral generasi.
Sementara itu mengapa banyak individu berperilaku menyimpang menyukai sesama jenis? Maka jawabannyapun sama. Sistem sekularisme memungkinkan siapapun berbuat sekehendak hati. Karena sekulerisme hanya mengambil aturan agama dalam ranah ibadah ritual, shalat, zakat, puasa, haji, nikah, waris dan mati. Pergaulan dianggap bukan ibadah, maka tak perlu sertakan syarat halal haram. Tapi menggunakan standar kebebasan. Bahkan kelompok ini terus diperjuangan agar diterima masyarakat dengan dalih hak asasi manusia.
Maka tidak ada solusi lain kecuali mencabut sekulerisme sebagai akar sistem agar bisa benar-benar memberantas fenomena L9BT khususnya dan pergaulan bebas pada umumnya. Kemudian menggantinya dengan sistem yang tidak hanya membatasi, tapi menutup total jalan-jalan kemaksiatan itu muncul. Yaitu Islam.
Media di dalam Islam berfungsi sebagai sarana pendidikan dan dakwah. Tidak akan dibiarkan ada konten yang merusak aqidah umat. Tayangan dan publikasi yang boleh dan yang dilarang semua diatur jelas dan detail didukung dalil. Semua konten yang ada mengantarkan kepada ketaqwaan.
Sementara setiap individu dibina menjadi pribadi yang bertaqwa melalui semua instrumen yang dimiliki negara. Sistem pendidikannya didasarkan pada syariah Islam. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan anak didik mampu menjalani kehidupan dengan berpedoman pada perintah dan larangan Allah dalam seluruh aspek. Bukan seperti hari ini dimana sekolah hanya sebatas mendapatkan ijazah sebagai modal kerja untuk mencukupi kebutuhan hidup. Atau seandainyapun mengejar kesuksesan, maka tolok ukurnya adalah harta dan jabatan, bukan ketaqwaan.
Negara yang berwenang mengeluarkan kebijakan, menjadikan Alquran dan Assunnah sebagai sumber hukum dalam mengatur kehidupan seluruh rakyatnya. Termasuk penegakkan sanksi-sanksi bagi para pelanggarnya tanpa terkecuali. Hukuman yang benar-benar menjerakan dan memberi daya cegah. Orang akan berpikir seribu kali saat muncul niat ingin berzina karena paham hukumannya adalah cambuk atau rajam. Atau masihkah para pelaku L9BT punya nyali saat hukum Islam benar-benar diterapkan?
Dan semua hukum lainnya yang bersumber dari Allah yang Maha Adil dan Maha Pengatur. Adakah yang meragukan firman Allah S.W.T; “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?.” (QS Al Maidah: 50).
Oleh Anita Rachman
Muslimah Peduli Peradaban
0 Komentar