Kebakaran lapas Tangerang yang menewaskan 46 orang (hari Senin kemarin bertambah 1) masih dalam penyelidikan, Kompas.com,13/9/2021 menyebutkan bahwa jumlah narapidana yang tewas akibat kebakaran pada Rabu (8/9/2021) dini hari itu bertambah menjadi 46 orang. Sebanyak 42 narapidana sebelumnya teridentifikasi sebagai narapidana kasus narkoba, satu orang narapidana kasus pembunuhan, satu orang napi terorisme. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, polisi telah memeriksa 22 saksi guna mengetahui penyebab kebakaran.
Dalam keterangan bersama Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Indonesia Judicial Research Society (IJRS), dan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) mencatat, 13 Lapas mengalami kebakaran dalam tiga tahun terakhir. Dari 13 Lapas tersebut, terdapat 10 Lapas yang terbakar dalam kondisi kelebihan penghuni atau di ambang batas kelebihan penghuni. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, mengatakan, kebakaran di Lapas Kelas I Tangerang karena instalasi listrik buruk, di mana Lapas dibangun pada tahun 1971. Dengan infrastruktur bangunan yang hampir sama dan kondisi Lapas yang melebihi kapasitas, kejadian di Lapas Kelas I Tangerang dikhawatirkan bisa terulang.(kompas.com, 9/9/2021).
Menyikapi hal ini, Pengamat Hukum Pidana Asep Iwan Iriawan vokal menyerukan hal tersebut sejak hari pertama kejadian. Menurutnya, tak ada sensitivitas dari pemimpin dan jajaran di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) terkait tragedi yang berulang kali terjadi. Harusnya mereka yang bertanggung jawab itu mundur, karena ini kebakaran ini karena kelalaian mereka. Setali tiga uang, Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid membuka wacana bahwa pengunduran diri menjadi langkah pertanggungjawaban yang tepat. Pasalnya, permasalahan over kapasitas harusnya sudah lama diajukan ke jajaran pimpinan. Seandainya info itu ada tapi tidak ada tindakan dari menteri, maka pertanggungjawabannya bisa dilimpahkan ke menteri. Sudah selayaknya Menkumham (Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly) dan Dirjen PAS (Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Reinhard Silitonga) mengundurkan diri.(Medcom.id, 10/9/2021).
Memang, paska kebakaran terjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan HAM, Mahfud MD, mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM untuk segera membangun lembaga pemasyarakatan baru di atas tanah hasil sita aset perusahaan yang tersandung kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Jadi, akan ada peremajaan lapas. Namun, hal ini disanggah oleh Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) M.Choirul Anam, menurutnya criminal justice system merupakan salah satu cara paling efektif mencegah kapasitas berlebih atau over capacity di lembaga pemasyarakatan. Menurutnya, pembangunan lapas-lapas baru tak akan menyelesaikan masalah tersebut. Perlu dibuat mekanisme tertentu yakni para warga binaan atau tahanan tidak ada yang permanen di dalam lapas, tujuan lapas adalah sebagai lembaga yang menampung orang-orang yang bersalah secara hukum untuk nantinya dikembalikan ke masyarakat. maka, perlu adanya program asimilasi bagi warga binaan yang telah dinyatakan baik untuk ditahan di luar. Selama orang tersebut telah memenuhi syarat untuk tidak lagi ditahan di dalam lapas, kecuali memang kejahatan-kejahatan yang berat dan berbahaya yang memang harus dikurung.(Republika.co.id, 12/9/2021).
Dilansir dari laman admin lapas pemuda tangerang , https://Lppemudatng.kemenkumham.go.id, 11/9/2021, Pengamat politik dan kebijakan publik Universitas Syekh Yusuf (UNIS) Tangerang, Adib Miftahul menyampaikan kejadian ini seolah menunjukkan hak asasi manusia warga binaan begitu murah. Adib menilai, peristiwa kebakaran dengan diduga terdapat konsleting listrik tersebut justru semakin menunjukkan pemerintah tak serius menangani warga binaan yang ada didalam penjara. Sudah begitu lama masalah di Lapas, seperti bangunan tak layak, over kapasitas, fasilitas yang minim seolah ini tak bisa diselesaikan.
Adib juga menambahkan, salah satu kunci penting untuk menyelesaikan masalah pelik terkait manajemen lapas adalah political will. Padahal dukungan politik dan anggaran ini yang selalu didengungkan terutama oleh DPR RI, tetapi juga masih setengah hati. Adib Miftahul juga menilai sebagai prioritas adalah pekerjaan rumah besarnya berupa grand design sebuah lapas yang manusiawi dengan pengelolaan manajemen yang baik.
Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyebut bahwa Dirjen Pemasyarakatan dan Menteri Kumham wajib bertanggung jawab atas kebakaran yang terjadi di lapas. kata Fickar, sejatinya LP menjadi lembaga yang penting, karena tidak hanya tempat melaksanakan hukuman tetapi juga tempat melakukan rehabilitasi dan pendidikan orang yang pernah jahat.(media Indonesia.com, 10/9/2021)
Jadi, tetap harus memanusiakan manusia sebab mereka di lapas itu dibina, harapannya setelah keluar dari lapas mereka akan kembali membaur dengan masyarakat dalam kondisi yang lebih baik, dan bermanfaat bagi lingkungannya, bukan sebaliknya diberikan tempat yang over kapasitas, dan bangunan tak layak huni seperti manusia yang terbuang. Mereka juga mempunyai fitrah untuk bermasyarakat dan mempunyai hak hidup, nyawa mereka tetap menjadi tanggung jawab Pemerintah karena mereka ada dalam binaan dan dalam posisi dikurung, tidak bisa kemana-mana, maka hak-hak mereka harus tetap dipenuhi dengan baik. Termasuk didalamnya hak hidup dan keamanan.
Menurut Direktur Teknologi Informasi dan Kerja Sama Ditjen PAS Dodot Adikoeswanto data per 14 Februari tahun 2021 ini terdapat 252.384 orang warga binaan pemasyarakatan terdiri dari narapidana dan tahanan. Dan untuk kapasitas lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan negara kita saat ini hanya 135.704 orang. (DetikNews, 15/2/2021). Jelas daya tampungnya overload sekitar 200%, ini sangat tidak manusiawi, mereka manusia punya akal bukan benda mati, maka harus diperlakukan secara layak.
Tak bisa dipungkiri meskipun banyak yang ditahan, akan tetapi sepertinya kejahatan demi kejahatan seolah tak berhenti bahkan terus mengalami tren kenaikan. Menurut Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa, 19 Januari 2021 persentase kenaikan angka kejahatan 5,08 persen dimana jumlah kejahatan yang ditangani polisi pada minggu pertama 2021 mencapai sebanyak 4.650 kejadian. Sedangkan, minggu kedua meningkat menjadi sebanyak 4.886 kejadian.(medcom.id, 19/1/2021).
Maka, lapas pun penuh dan cenderung over capacity. Over capacity dimungkinkan karena sistem keamanan yang dirancang negara tidak cukup mampu mengatasi tindak kriminalitas yang muncul cukup massif, tidak jarang juga ada kongkalikong antara pihak keamanan dan pelaku kejahatan, termasuk juga terkait dengan kondisi lapas, semisal beberapa tahanan kasus korupsi dimana mereka memiliki uang yang banyak, mereka bisa menyulap tahanannya seperti hotel bintang lima, atau dengan mudahnya bisa meminta pengadilan untuk memotong masa tahanannya menjadi lebih ringan, hal ini sangat berbeda dengan tahanan yang mereka tidak mempunyai apa-apa, kalangan menengah kebawah yang akhirnya harus menerima tinggal dalam tahanan yang tak layak, dan menerima begitu saja setiap dakwaannya.
Ketika umat ini mencoba kritis dengan kondisi, maka akan ditemukan satu sistem hidup yang pernah gemilang menerapkan cara penyelesaian terhadap kasus kriminalitas yang sangat mudah dan simpel yang dia berperan sebagai pencegah perbuatan dosa dari suatu tindak kejahatan (zawajir) dan sebagai penebus dosa dari suatu tindak kejahatan yang dilakukan (zawabir). Sistem ini tidak memerlukan Rumah Tahanan ataukah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas). Jadi, pelaku kriminalitas langsung diadili dan diputuskan hukumannya sesuai aturan yang Allah dan RasulNya turunkan. Sistem hidup ini berasal dari syariat Islam ini bersumber dari Al Qur'an dan Assunnah, dan pernah diterapkan secara gemilang selama 13 abad lamanya, terbukti juga bisa mengurangi secara signifikan tindak kriminal yang terjadi. Menurut catatan sejarah dari Universitas Malaya Malaysia, sepanjang kurun waktu berabad-abad kekuasaan kekhalifahan Utsmaniyah hanya ada sekitar 200 kasus yang diajukan ke pengadilan. Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan tindak kriminalitas yang terjadi saat ini di Indonesia.
Dalam sistem Islam, semisal kasus pencurian firman Allah SWT :“Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa dan Mahabijaksana” (TQS. Al-Maidah ayat 38) Potong tangan dilakukan jika pencuri melakukan pencurian pada jumlah tertentu. Seperti sabda Rasulullah Saw ,“Rasulullah SAW memotong tangan pencuri jika ia mencuri seperempat dinar atau lebih” (HR. Muslim). Jadi vonis potong tangan hingga pergelangan tangan itu hanya dikenakan jika harta yang dicuri bernilai seperempat dinar atau lebih.
Jika satu dinar setara dengan 4,25 gram emas, dengan asumsi harga 1 gram emas sama dengan Rp 600.000,00, Maka dikurskan dengan nilai rupiah nilainya adalah ¼ x 4,25 x Rp 600.000,00 = Rp 637.500,00. Sehingga jika ada yang mencuri kurang dari nilai itu maka tidak dipotong tangannya. Sementara dalam kasus pembunuhan, ada penerapan hukum qishash, "Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa." (TQS. al-Baqarah [2]:179) Dalam ayat tersebut terkandung bahwa Islam menjaga nyawa manusia. Jika hukum qishash diterapkan, maka siapapun akan berpikir seribu kali untuk melakukan pembunuhan. Karena seorang pembunuh maka hukumannya akan dibunuh juga. Begitupun orang yang melukai dan merusak satu organ tubuh maka dia akan dihukum dengan membalas luka yang sama atau dimaafkan dengan hanya membayar diyat saja.(Sistem Sanksi Dalam Islam, Abdurrahman al-Maliki).
Ketika pelaku tindak kriminal sudah menerima hukumannya di dunia berarti hal itu sudah cukup menjadi penebus dosanya di dunia, sementara di hadapan Allah nanti di akhirat dia tidak mendapat hukuman lagi. Demikianlah definisi zawajir dan jawabir dan itu ada dalam sistem sanksi dalam Islam. Negara memiliki peran yang sangat signifikan dalam memberi rasa aman dan menekan bahkan menghilangkan tindakan kriminalitas di masyarakat, negara senantiasa melakukan kontrol dalam pencegahan kriminal dan hukuman yang tegas dalam tindak kriminalitas tersebut. Selain itu, negara menjamin kecukupan kebutuhan dan kesejahteraan rakyat sehingga tidak ada kesenjangan antara orang-orang kaya dan miskin di tengah masyarakat yang memunculkan peluang tindakan kriminalitas seperti masa sekarang. Keterkaitan semua penerapan sistem hidup adil dan mensejahterakan rakyat menjadi pintu awal kehidupan baldatun Thoyyibatun wa robbun Ghofur. Wallahu a'lam Bi asshawwab.
Oleh Hanin Syahidah
0 Komentar