Kurikulum Darurat : Sederhana dalam Capaian, Generasi Unggul Menjadi Tujuan?



Pembelajaran tatap muka di sekolah sudah mulai diterapkan pada awal September ini. Nadiem Makariem, Menteri pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi memang sangat ngotot untuk membuka sekolah. Ia katakan bahwa kondisi psikologis dan kognitif learning loss anak-anak sudah terlalu kritis. Oleh karena itu harus secepat mungkin membuka sekolah dengan protokol kesehatan yang ketat.

Nadiem bahkan mengatakan rencana ini sudah disiapkan sejak jauh-jauh hari dan sebenarnya sudah berjalan sekitar 30 persen. Namun saat Covid-19 varian Delta menyerang, proses ini harus kembali terhenti. Di tengah kondisi kasus Covid-19 yang sedikit melandai saat ini, Nadiem kembali menggenjot upaya tersebut (Tempo.co 23/8/2021).

Tahun lalu Nadiem pernah menyatakan bahwa pembelajaran jarak jauh mempunyai dampak negatif juga dampak permanen, salah satu dampaknya adalah ancaman putus sekolah. Hal ini diakibatkan dari tidak optimalnya pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh, karena koneksi internet pada tiap tempat berbeda tingkat kelancarannya.

Selain itu, pemberlakuan pembelajaran jarak jauh mengakibatkan materi pelajaran tak terserap dengan baik oleh siswa. Hal ini pastinya berdampak pada penurunan pencapaian pembelajaran. Itulah yang menyebabkan eks bos Gojek ini bersikukuh untuk membuka sekolah kembali di seluruh Nusantara. Walaupun dengan banyak persyaratan yang harus dipenuhi.

Sehingga sekolah pun ikut berbenah, semua syarat dilakukan dan persiapan terus diupayakan terkait dengan pembelajaran tatap muka ini. Syarat tersebut antara lain penentuan jarak dan jumlah maksimal siswa per kelas, jumlah hari dan jam pembelajaran tatap muka disesuaikan, penggunaan masker tiga lapis, harus dalam keadaan sehat, kegiatan yang menimbulkan kerumunan ditiadakan, guru harus sudah divaksin, dan beberapa ketentuan lainnya.

Dengan banyaknya ketentuan terkait dengan protokol kesehatan yang dilaksanakan di sekolah, maka DPRD provinsi DKI Jakarta mengusulkan agar penata laksanaan protokol kesehatan dimasukkan ke dalam materi pembelajaran. Hal ini agar siswa didik terbiasa hidup dengan cara baru, meski pandemi Covid-19 telah berakhir.

Anggota Komisi E DPRD DKI Idris Ahmad mengatakan, para peserta didik sedari dini harus dikenalkan dengan prokes. Bukan cuma dalam bentuk sosialisasi atau imbauan. Tetapi perlu yang lebih formal, yakni masuk dalam kurikulum pendidikan (RM.id 5/9/2021).

Idris melanjutkan bahwa belum ada yang bisa memprediksi kapan pandemi akan berakhir. Ia katakan bahwa virus Corona juga tidak akan hilang, oleh karena itu kita bersiap hidup berdampingan dengan Corona, sehingga bekal utamanya adalah protokol kesehatan.

Tak bereda jauh dengan Idris, ketua DPRD Surabaya, Adi Sutarwiyono juga mengatakan hal yang sama. Pria yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan ini juga menginginkan bahwa tata laksana protokol kesehatan ini bisa masuk ke dalam materi pembelajaran ataupun kurikulum sekolah. Adi yakin dengan begitu para siswa dapat tumbuh sebagai generasi yang sadar akan pentingnya menjaga kesehatan tubuh (timesindonesia.co.id 31/8/2021).

Sesungguhnya selain memberikan lampu hijau untuk pembukaan sekolah, Kemendikbud juga telah mengeluarkan kurikulum darurat saat pandemi dan telah disosialisasikan untuk dilaksanakan di seluruh sekolah di Indonesia. Kurikulum ini dipercaya lebih sederhana dibandingkan dengan kurikulum pendidikan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan karena pembelajaran jarak jauh sangat berdampak pada kualitas dunia pendidikan negeri ini.

Dalam kurikulum darurat ini kompetensi yang menjadi fondasi pembelajaran adalah numerasi, literasi, dan juga pendidikan karakter. Hal ini dilakukan agar para siswa tidak tertinggal. Kementerian pendidikan telah menyiapkan modul yang bisa diakses tanpa internet ke daerah-daerah. Sehingga orang tua juga bisa menjadi guru di rumah dan ini menjadi bagian dari penerapan kurikulum daerah.

“Kami juga memastikan tes akhir tahun lebih fleksibel, begitupula standar kelulusan. Jadi kami tidak mau karena pandemi ini anak-anak tidak lulus. Kalau tidak bisa mengambil ujian serentak, maka bisa menggunakan angka rapor sebelumnya sebagai tolak ukur. Berbagai adaptasi yang kami lakukan dan banyak dari ide tersebut lumayan efektif dan kami akan konfederasi untuk penyederhanaan kurikulum” ujar Nadiem (CNBCIndonesia.com 21/7/2021).

Namun di lain pihak, Perhimpunan untuk Pendidikan Guru (P2G) mengatakan bahwa Asesmen Nasional (AN) yang menjadi bagian dari kurikulum darurat belum siap untuk dilaksanakan. Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim meminta kepada Kemendikbud untuk membatalkan rencana pelaksanaannya pada Maret 2021 lalu (Jawapos.com 28/12/2021).

Satriawan memberikan alasan bahwa masih banyak pelajar, guru dan orang tua yang tidak memahami Asesmen Nasional, sosialisasi yang dilakukan juga tidak terlihat. Satriwan mengatakan bahwa persiapan Kemendikbud tidak matang dalam mensosialisasi program ini.

Menurutnya, bila Asesmen Nasional bertujuan untuk memotret kualitas pembelajaran di sekolah, maka sejatinya bisa dilihat dari pertama, nilai Asesmen Kompetensi Siswa Indonesia (Aksi). Kedua, Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Ketiga, Programme for International Student Assessment (Pisa), terakhir Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG). Satriwan menegaskan bahwa hasil dari semua platform penilaian tersebut menunjukkan pendidikan Indonesia memang masih rendah.

Rendahnya pendidikan negeri ini menjadi PR besar para pemimpin negeri, apalagi dalam masa pandemi. Kurikulum 2013 yang sedang berlaku saja belum tentu melahirkan generasi gemilang apalagi dengan kurikulum yang disederhanakan.

Padahal bila melihat sejarah pada masa kejayaan Islam, banyak lahir individu yang tidak hanya berguna bagi peradaban saat itu tapi juga ratusan tahun setelahnya. Hal ini dikarenakan negara dibangun atas visi akhirat, bukan hanya membangun otak tapi juga ketakwaan juga harus didapat.

Dengan negara yang bervisi akhirat, target untuk melahirkan generasi berkualitas bukan hanya dengan strategi dalam sistem pendidikan saja, namun juga butuh penjagaan. Bagaimana negara menjaga akal masyarakat termasuk panjagaan dari serangan pemikiran ataupun fisik dari negara asing, juga menjaga harta dan juga jiwa.

Hal itu hanya akan terjadi dalam sistem yang bukan buatan manusia, melainkan Allah ta’ala, itulah sistem kehidupan luhur, Khilafah Islamiyah. Oleh karena itu tuntaskan pandemi, merupakan PR besar pemerintah saat ini agar semua bisa diakhiri dan melangkah kearah yang lebih pasti.

Wallahu’alam


Oleh Ruruh Hapsari

Posting Komentar

0 Komentar