Mural sedang viral. Sebutlah mural berisi kalimat “Tuhan, Aku Lapar!” dan “Jokowi 404 Not Found”. Mural ini menjadi viral karena berisi pesan mendalam soal kesedihan rakyat dan kekecewaan mereka atas ketidakhadiran penguasa dalam pengaturan urusan mereka.
Walaupun mural-mural itu dihapus oleh aparat. Namun, nyatanya hal itu tak menyurutkan semangat para kritikus jalanan untuk membuat mural lain yang tak kalah pedas. Padahal bayang-bayang pemidanaan mengiringi sapuan kuas-kuas mereka. Dan, layaknya pandemi Covid-19, semangat ini mewabah ke berbagai daerah termasuk Kota Hujan.
Salah satu mural di Bogor muncul di Cilendek Barat, Kota Bogor. Mural itu bertuliskan, “Seniman Diburu, Bansosnya Berlalu.” Tulisan berwarna putih itu menjalar di tembok penghalang lahan di sepanjang jalan raya. Para pengendara bisa melihat tulisan besar itu terpampang dengan jelas.
Mural itu menjadi bukti menggeliatnya kritik sosial di Kota Bogor. Banyak warga yang mendukung kritik sosial lewat seni jalanan (street art) itu. Namun, mereka sekaligus mengkhawatirkan nasib mural yang akan berujung kena hapus oleh aparat di Kota Bogor. Dicuplik dari https://www.radarbogor.id/2021/08/24/mural-di-kota-bogor-akankah-bernasib-sama-kena-hapus-aparat/
Kritik Sosial Merebak Tanda Rakyat Sudah Muak
Merebaknya kritik sosial kepada para penguasa lewat berbagai media, bukan hanya mural saja, menandakan pemikiran dan perasaan rakyat sedang bergolak. Pergolakan itu kian hari kian memuncak.
Sayang, seluruh saluran untuk menyampaikannya telah ditutup rapat oleh para penguasa. Penguasa malah asyik sendiri bermain-main dengan kekuasaannya. Lalu dengan tak ada hati membungkam seluruh kritik sosial. Mulai dari pengancaman hingga penangkapan dilakukan agar tidak terdengar suara sumbang yang mengganggu harmoni lagu nina bobo bagi orang yang mabuk kekuasaan.
Di sisi lain, banyak kebijakan penguasa yang tidak pro rakyat. Lebih mementingkan kepentingan para kapitalis bahkan asing. Sebut saja, penerapan UU Omnimbus Law. Penanganan wabah pun setengah-setengah. Lagi-lagi pertimbangannya masalah ekonomi. Belum penanganan korupsi yang makin jauh dari kata serius. Selain itu, diskriminasi penegakan hukum pun kian tidak malu dilakukan. Tentu saja, hal itu semua menambah muak rakyat.
Lalu, bayangkan saja, saat rakyat muak, marah, sakit hati semua saluran dianggap buntu. Ditutup semua. Akhirnya, tembok dinding, aplikasi medsos, bahkan aspal jalanan pun mereka jadikan sebagai media perlawanan atas sikap penguasa yang dipandang makin hilang rasa.
Mural Sebagai Media Revival
Munculnya mural di berbagai kota ini merupakan suatu pertanda. Pertanda bahwa masyarakat kita tidaklah tidur. Situasi ini mengindikasikan adanya harapan akan hadirnya perubahan.
Tentu saja, menguatnya ekspresi dan arus kesadaran masyarakat ini belum bisa dikatakan cukup sebagai modal perubahan. Apalagi berbicara tentang arah perubahan hakiki (revival, kebangkitan), yakni perubahan sistemis, dari sistem sekuler kapitalis menuju sistem Islam.
Oleh karena itu, hal yang harus dilakukan selanjutnya adalah membangun kesadaran bagi masyarakat agar berbasis ideologis, bukan pragmatis. Mereka harus sadar bahwa kondisi yang membuat mereka muak itu bukan disebabkan oleh individu saja. Melainkan oleh sistem yang diterapkan saat ini. Termasuk demokrasi yang mereka gaungkan pun bukanlah jalan bagi revival (kebangkitan).
Dalam kasus mural ini justru demokrasi sudah telanjang menunjukan hipokrisinya. Mural kritik sosial dihapus, sementara baliho penguasa bisa melenggang dengan mulus. https://www.google.com/amp/s/www.cnnindonesia.com/nasional/20210827161730-20-686424/muralis-bicara-mural-kritik-yang-dihapus-dan-diburu-aparat/amp
Pada saat yang sama, rakyat pun harus sadar bahwa solusi tuntas atas semua problem ini adalah menggagas perubahan sistem ke arah terwujudnya sistem Islam. Karena memang hanya Islam yang memiliki solusi tuntas atas berbagai masalah kehidupan.
Islam datang dari Zat yang Mahaadil dan Mahasempurna. Karenanya Islam tak hanya mengatur soal ibadah dan moral saja, tapi juga mengatur masalah hidup secara keseluruhan. Seperti masalah ekonomi, politik, sosial, termasuk pendidikan dan kesehatan, hukum, dan yang lainnya.
Dalam melakukan perubahan dan menularkan kesadaran untuk melakukan perubahan memang bukan perkara yang mudah. Tapi, Islam sudah punya peta jalannya. Cukup teladani saja apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw ketika membangun Negara Islam di Madinah.
Hal pertama yang dilakukan Rasulullah saw adalah menancapkan keyakinan bahwa manusia adalah hamba Allah swt sebagai asas bagi true revival (kebangkitan hakiki). Lalu, Beliau Saw pun meletakan pondasi bahwa manusia hanya bisa sejahtera dan bahagia jika terikat dengan hukum Allah swt semata. Bukan dengan hukum buatan manusia seperti kapitalisme demokrasi.
Dalam proses ini, tentu memerlukan berbagai macam sarana dan uslub (cara) untuk menyampaikan gagasan ini kepada umat. Untuk sarana dan uslub memang bisa berubah sesuai jaman dan tempat walaupun tetap tidak bisa dilepaskan dari syariat Islam. Dalam konteks kekinian, mural bisa dijadikan sebagai sarana menyampaikan pesan dakwah. Tentunya isi mural harus menyesuaikan dengan konten-konten yang bisa menghantarkan kepada true revival tadi. Insya Allah, jika begini maka mural tidak berhenti hanya sekedar kritik sosial, tapi berubah menjadi media mewujudkan true revival alias kebangkitan hakiki.
Oleh : Rini Sarah
0 Komentar