Anak merupakan karunia dan amanah yang diberikan Allah bagi manusia untuk dapat melestarikan keturunannya. Anak juga dikatakan sebagai kebanggaan, perhiasan dunia dan penyejuk mata bagi orangtuanya. Merupakan hal yang sangat lumrah bagi pasangan yang telah sah menjadi suami isteri jika merindukan dan ingin memiliki anak. Dengan hadirnya anak, akan ada generasi yang meneruskan silsilah keluarga, menjadi ahli waris, dan ada yang bisa diandalkan untuk merawat kedua orangtuanya di hari tua.
Tetapi bagaimana jika yang terjadi justru sebaliknya? Adanya generasi penerus tidak lagi menjadi tujuan utama dalam sebuah pernikahan? Kehadiran anak justru dianggap menjadi beban, khawatir dengan kehadirannya akan membuat kehidupan menjadi sulit dan rumit dengan berbagai macam kebutuhan yang harus dipenuhi dengan biaya yang bisa dikatakan tidak sedikit. Padahal jelas Allah Swt berfirman dalam Quran surat Al-Isra’ ayat 31:
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَاِيَّاكُمْۗ اِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْـًٔا كَبِيْرًا
"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar."
Di dalam tafsir Ibnu katsir dijelaskan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa Allah Swt. lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada orangtua kepada anaknya, karena dia melarang membunuh anak-anak; dan dalam kesempatan yang lain Allah memerintahkan kepada orangtua agar memberikan warisannya kepada anak-anaknya. Di masa Jahiliah orang-orang tidak memberikan warisan kepada anak-anak perempuannya agar tidak berat bebannya. Karena itulah maka Allah Swt. melarang perbuatan itu melalui firman-Nya tersebut.
Dengan kata lain, khitab dalam ayat ini ditujukan kepada orang yang mampu, yakni Kami lah yang memberi rezeki mereka dan juga rezeki kalian. Lain halnya dengan apa yang disebutkan di dalam surat Al-An’am, khitabnya ditujukan kepada orang miskin. Allah Swt. telah berfirman:
۞ قُلْ تَعَالَوْا اَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ اَلَّا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًاۚ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَوْلَادَكُمْ مِّنْ اِمْلَاقٍۗ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَاِيَّاهُمْ ۚوَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَۚ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِيْ حَرَّمَ اللّٰهُ اِلَّا بِالْحَقِّۗ ذٰلِكُمْ وَصّٰىكُمْ بِهٖ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
(QS. Al-An'am: 151)
Pun, di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abdullah ibnu Mas’ud yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?” Rasulullah Saw. menjawab: Bila kamu mengadakan tandingan bagi Allah, padahal Dialah yang menciptakan kamu. Ia bertanya lagi, “kemudian dosa apa lagi?” Rasulullah Saw. menjawab: Bila kamu membunuh anakmu karena takut dia makan bersamamu. Ia bertanya lagi, “Kemudian dosa apa lagi?” Rasulullah Saw. menjawab: Bila kamu berbuat zina dengan istri tetanggamu.
Sama halnya yang dijelaskan di dalam tafsir Al-Mukhtasar, “Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin jika menafkahi mereka, sebab Kami lah yang bertanggung jawab memberi rezeki pada mereka, dan juga pada kalian, karena membunuh mereka merupakan suatu dosa besar, terlebih mereka tak berdosa dan tidak pula ada alasan yang mengharuskan pembunuhan itu.”
Adanya ketidak mauan pada pasangan suami isteri untuk memiliki anak atau childfree ini adalah disebabkan pemikiran takut miskin di masa depan. Mereka berhitung dengan logika manusia, jika memiliki anak tentu akan mengeluarkan biaya sedemikian banyak untuk pemeliharaan, pendidikan, dan lain-lainnya. Padahal jelas sekali Allah Swt menerangkan di dalam firman-Nya tersebut, bahwa Dia lah yang memberi dan menjamin rezeki setiap anak yang dilahirkan ke dunia. Tentunya jika kita berbicara hal ini dalam kacamata sebagai seorang muslim yang mempercayai dan meyakini bahwa ketika anak Adam dilahirkan ke dunia, ada tiga perkara yang telah tertulis menyertainya, yaitu rezeki, maut, dan jodohnya.
Banyak kerugian yang akan didapat oleh pasutri ketika memutuskan enggan untuk memiliki anak. Diantaranya adalah akan terputusnya silsilah keluarganya, tidak akan pernah merasakan kesempatan mendapatkan penyejuk mata (qurrota a’yun) seperti yang disebutkan dalam Firman-Nya dalam Quran surat Al-Furqan ayat 74:
وَالَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
"Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa."
Adapun kerugian terbesar dari semua itu adalah kesempatan untuk mendapatkan amal jariah dari anak yang saleh. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu); sedekah jariah, ilmu yang dimanfaatkan, dan doa anak yang saleh.” (HR. Muslim).
Semoga kita semua terhindar dari pemikiran dan pemahaman yang keliru dan juga merusak. Terlebih lagi jika pemikiran dan pemahaman yang menyelisihi perintah Allah Swt dan juga Sunnah Rasul-Nya, tidak semestinya kita sebagai seorang muslim/ah untuk ambil dan amalkan hanya demi mengikuti arus modernisasi. Wallahu a’lam bishshowwab.
Oleh Anjar Ummu Nouman
0 Komentar