Sejak pemerintah mengumumkan kasus penurunan virus covid 19, tak lama berselang pemerintah kemudian mengumumkan diberlakukannya pembatasan baru diberbagai bidang operasional di Indonesia salah satunya di bidang Pendidikan, terutama di wilayah Jawa dan Bali. PPKM level 3 di berlakukan setelah sebelumnya pemerintah memberlakukan pembatasan kegiatan pada level 4, dimana sekolah masih dilakukan secara daring, pada level 3 ini, dengan prasyarat tertentu beberapa sekolah sudah diperbolehkan melakukanproses pembelajaran secara tatap muka.
Di Bekasi sendiri, pada awal September 2021, Sekolah tingkat pertama yang menghelat proses Pembelajaran Tatap Muka (PTM) sebanyak 611 sekolah, yakni terdiri dari 356 SD Negri, dan 211 SD swasta sesuai dengan yang disampaikan oleh Sekertaris Dinas Pendidikan Kota Bekasi. Beliau juga menghimbau kepada seluruh pihak sekolah untuk berhati-hati dan melaksanakan protokol Kesehatan pada proses berlangsungnya PTM, "Kepada kepala sekolah agar sangat hati-hati dalam pelaksanaan PTM ini dan meningkatkan protokol kesehatan, benar-benar diperhatikan karena itu hal yang paling penting”. (megapolitan.kompas.com, 05/09/2021)
Persiapan PTM Belum Matang
Terkesan terburu-buru begitulah kata yang tepat untuk pemberlakukan PTM ini, sekalipun PTM dirasa angin segar oleh pihak orang tua, namun dilain pihak persiapan pembelajaran tatap muka ini seharusnya dilakukan secara matang.
Salah satunya adalah tuntutan untuk menghelat vaksinasi masal bagi seluruh stakeholder yang ada di sekolah, siswa, guru, para staff dan selainnya. Namun pada faktanya,distribusi vaksinasi belumlah maksimal. Distribusi vaksin belum secara merata menyentuh semua sekolah. terlebih untuk anak-anak SD yang usianya kurang dari 12 tahun.
Pemerintah kota Bekasi mencatat sebanyak 63.037 siswa usia 12-17 tahun telah di vaksin namun pada bulan Agustus sendiri vaksin dosis pertama baru terlaksan 60% dari target (megapolitan.kompas.com,25/08/2021).
Menurut Perhimpunan Pendidikan Guru (P2G), jumlah vaksinasi yang telah terealisasi itu masih sedikit, masih di bawah 10%. Jika dianalogikan, perbandingannya 10:100. Sekretaris Nasional P2G, Afdhal, menambahkan jika dalam kelas ada 30 siswa, hanya 3 orang yang divaksinasi.
Dengan ini jika mengacu pada teori herd immunity tentu tidak akan terbentuk.
Berpotensi Memunculkan Klaster Sekolah
Tak lama berselang dari sejak diawalinya proses Pembelajran Tatap Muka (PTM) ini, dua institusi sekolah di Indonesia menjadi sorotan WHO,pasalnya kedua sekolah tersebut menjadi klaster sekolah baru dengan kasus infeksi nyaris mecapai 200 siswa. Sebanyak 54 siswa diwiliyah Sumatera Barat dan 139 dari salah satu perguruan tinggi di wilayah Kalimantan Barat dinyatakan positif covid 19 (cnnindonesia.com, 16/09/21)
Hal ini memunculkan potensi klaster baru pada anak sekolah karena persiapan yang kurang ditambah dengan banyaknya yang melakukan proses PTM ini adalah yang belum sepenuhnya tervaksinasi secara lengkap 2 dosis sesuai yang disarankan oleh World Health Organization (WHO).
Tak kalah mencengangkannya, yang memberlakukan proses PTM ini adalah mayoritas institusi Pendidikan Anak Usia Dini, dimana anak-anak belum sepenuhnya tervaksinasi dan masih perlu bimbingan orang tua dalam menerapkan protokol Kesehatan.
KEMENDIKBUDRISTEK per Kamis (16/9)menyatakan baru 42 persen atau 115.592 sekolah yang telah menggelar belajar tatap muka terbatas di masa pandemi. Masih ada sekitar 158 ribu sekolah mulai jenjang PAUD hingga menengah yang belum menggelar tatap muka. Data terakhir menyebutkan jumlah sekolah yang melakukan proses pembelajaran tatap muka masih didominasi oleh TK yang angkanya mencapai 60,60 persen, lalu disusul SD dengan angka 56,69 persen, SMK 51,97 persen, SMA 51,75 persen, dan SMP 52,48 persen. (cnnindonesia.com, 16/09/21)
Kesehatan Masyarakat Harus Diutamakan
Pada masa pandemi ini sudah seharusnya pemerintah meletakkan fokus utama pada Kesehatan masyarakat, namun sayangnya pada sistem kapitalisme yang ada pada hari ini, fokus justru teralihkan pada perkara perekonomian.
Dalam Sistem Islam, merupakan kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat dan mengurusi rakyat salah satunya kesehatan. Islam sudah terlebih dahulu memberikan solusi atas penanganan pandemi ini. Bahkan telah dicontohkan dengan menerapkan karantina wilayah. Dimana virus akan terkunci pada satu lokasi, dan masyarakat wilayah lainnya tidak perkenankan masuk kedalam wilayah yang sedang terserang pandemi.
Karantina wilayah ini menjadi hal yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW, “Dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, Umar bin Khaththab ra. menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar bahwa wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, ‘Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi wabah di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.’ Lalu Umar bin Khaththab berbalik arah meninggalkan Sargh.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dan dalam sistem Islam proses pemenuhan hajat masyarkat akan didapatkan dari pengelolaan sumber daya alam, Baitul mal, jizyah, kharaj, fai dan lainnya untuk membiayai kebutuhan umat termasuk kebutuhan pada saat pandemi.
Di sisi pendidikan sendiri , pendidikan dalam islam bersifat flexible dan syarat akan tujuan, jika pembelajaran tatap muka tidak memungkinkan, akan dilakukan daring dengan teknologi yang menunjang . Namun jika harus tatap muka, maka khalifah akan memastikan bahwa masyarakat sudah sehat untuk kemudian bisa berposes belajar tatap muka, dan di persiapkan dengan persiapan yang benar-benar matang dan tidak tergesa-gesa dalam seluruh aspek penunjang proses belajar tatap muka. Dalam Islam semua akan diatur dengan rapih dan apik dilakukan oleh orang-orang yang amanah dan memiliki keahlian di bidangnya
Wallahu’alam bi asshawab
Oleh: Syifa Nurjanah
0 Komentar