Papua:Tragedi Terorisme Serang Nakes, di Mana Perlindungan Negara?



Kabar duka datang dari bidang kesehatan dan keamanan yang ternyata masih menjadi harga mahal di negeri yang katanya telah merdeka 76 tahun lamanya. Bahkan bidang suci yang seharusnya terlindungi dari kekerasan dan penyerangan menjadi korban keserakahan manusia. Seperti yang dilansir Republika.co.id, Senin (13/9), terjadi kontak tembak antara alat negara dengan kelompok bersenjata pimpinan Lamek Taplo di Distrik Kiwirok, Kabupaten Pegunungan Bintang. Kelompok itu juga membakar sejumlah fasilitas umum, di antaranya puskesmas, gedung sekolah dasar, kantor Bank Pembangunan Daerah Papua serta rumah warga dan pasar.

Aksi teror ini bukan hanya menyebabkan kerusakan fasilitas umum, tapi juga menelan korban jiwa dari tenaga kesehatan yang bertugas di sana. Seorang suster Gabriela Meilani menjadi korban yang wafat saat penyerangan terjadi dan berusaha untuk menyelamatkan diri. Selain itu tenaga medis lainnya juga mengalami luka psikis dan traumatis akibat peristiwa tersebut.
Tragedi ini sekali lagi menjadi tamparan keras bagi pemerintah Indonesia atas pertanggungjawabannya dalam menjamin keamanan dan keselamatan warganya, terkhusus tenaga kesehatan yang seringkali datang ke daerah konflik menjalani misi kemanusiaan. Kecaman berbagai pihak datang bertubi-tubi kepada  pemerintah Indonesia untuk mengusut tuntas aksi teror yang tidak juga berakhir di bumi Papua.

Sesungguhnya suasana teror telah mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat di Papua dalam kurun waktu yang lama. Pemerintah harus mengevaluasi kebijakan-kebijakannya yang masih jauh dari selesai menangani kelompok separatis di Indonesia. Tentu saja pemerintah harus bebas dari intervensi asing untuk mengambil kebijakannya, terlebih menyangkut keamanan dalam negeri.

Akan tetapi, apakah pemerintah Indonesia bersedia untuk serius menyelesaikan masalah ini atau tragedi hanya akan menjadi angin lalu yang terus saja berulang dari waktu ke waktu tanpa adanya sikap tegas penguasa? Akankah kecaman-kecaman ini perlahan senyap ditelan waktu dan dilupakan penguasa untuk diselesaikan? Tragedi terorisme yang menyerang nakes, di mana perlindungan negara?

Nyawa Amanah Sang Khaliq untuk Dijaga Penguasa

Islam adalah agama yang turun dengan seperangkat aturan yang bukan hanya mengurusi kehidupan individual hamba, tetapi juga kehidupan masyarakat dan bernegara. Dalam Islam, pemimpin negara diposisikan sebagai perisai bagi agama ini. Sebagaimana disabdakan oleh Baginda Rasulullah SAW

وَإِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

“Sungguh Imam (Khalifah) itu adalah perisai, di belakangnya orang-orang berperang, dan kepada dia mereka berlindung” (HR al-Bukhari dan Muslim).

Imam Nawawi menjelaskan perisai bermakna sebuah pelindung bagi orang-orang yang berada di belakangnya, karena seorang imam menjadi perisai yang melindungi kaum Muslim dari musuh-musuh mereka. Perlindungan tersebut dilakukan dengan mengorganisasi tentara, menjaga perbatasan, serta menyerukan jihad fi sabilillah (Fathullah, 2010).

Maka dalam kondisi seperti tragedi ini tentu saja peran pemimpin menjadi kunci atas melindungi warga negaranya dari segala bentuk penyerangan dalam maupun luar negeri. Karena bagi pemimpin Muslim pertanggungjawabannya bukan hanya kepada umat ini, tetapi kepada yang memberikan amanah kekuasaan itu berada di tangannya, Allah ta’ala. Allah ta’ala juga mengecam tertumpahnya darah tanpa haq.

Setiap warga negara di dalam kekuasaan Islam haram hukumnya tertumpah darahnya tanpa alasan syar’i, baik warga negara Muslim maupun kafir yang terlindungi. Dalam keharaman tersebut ada pihak yang bertanggungjawab atas penjagaannya, dia adalah penguasa yang diangkat kaum Muslimin untuk menegakkan hukum-hukum Allah ta’ala yang dengan jelas dan gamblang memberikan panduan dalam menjaga hak-hak warga negara. Hak tersebut bukan hanya darah/nyawa, tapi juga keamanan, agama dan lainnya. Nabi SAW bersabda:

فَاْلإِمَامُ اْلاَعْظَمُ الَّذِيْ عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Kepala negara adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari).

Hanya Islam yang Bisa

Akan tetapi hari ini kita dihadapkan pada sistem kehidupan kapitalistik sekuler yang para penguasanya menjadikan standar materi sebagai penentu benar dan salah. Sehingga mengharapkan penguasa hari ini memegang kekuasaan dengan landasan keimanan dan ketakutan hanya kepada Allah ta’ala adalah sesuatu yang sulit. Penguasa yang menjadikan hukum negara dibuat dengan memisahkan bahkan menjauhkan agama dari kehidupan hanya akan berpihak pada untung rugi materil dalam bertindak. Indendensi penguasa dalam mengurusi urusan rakyatnya menjadi harga mahal dalam sistem hari ini karena para penguasa Muslim hari ini toh kadung terlilit kepentingan dengan negara-negara asing yang siap menyetir kebijakan. Mengharapkan penguasa untuk menyelesaikan persoalan terorisme di Papua sepertinya masih membutuhkan banyak waktu dan keberanian.

Maka berharap persoalan separatisme ini berakhir hanya bisa diharapkan dari penguasa Muslim yang hanya takut kepada Allah ta’ala dan menjalankan segala hukum yang berasal dari Sang Khaliq Yang Maha Tahu tentang hamba-hamba-Nya. Penguasa yang diangkat sesuai dengan syariat Islam dan berpihak hanya pada kebenaran hakiki, bukan pada kepentingan kapitalistik.

Penguasa yang karena takutnya pada Alla ta’ala akan bersungguh-sungguh mengurusi urusan rakyat yang menjadi tanggung jawabnya. Sungguh kita menantikan penguasa dalam sistem kehidupan Islam yang demikian yang nantinya akan menjadi solusi atas persoalan separatisme dan berbagai persoalan lainnya di kehidupan hari dunia hari ini. []


Oleh:  Syifa Nailah Muazarah, Aktif di Komunitas Mahasiswi Bicara


Posting Komentar

0 Komentar