Indonesia sedang sakit. Negeri ini sedang tidak baik-baik saja. Problem sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat semakin menjadi-jadi. Belum lama ini kegaduhan muncul dari lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang tengah menjadi sorotan oleh warganet pengguna media sosial Indonesia. Di media sosial Twitter, kata kunci "Ketua KPI" menduduki trending topic teratas dengan lebih dari 10 ribu twit, pada Jumat (10/9/2021).
Berdasarkan pantauan Kompas.com, kata kunci tersebut menjadi trending setelah Ketua KPI Pusat Agung Suprio memberikan pernyataan mengenai boleh tidaknya artis Saipul Jamil tampil di televisi atau media penyiaran lain. Seperti diketahui, artis Saipul Jamil baru saja selesai menjalani masa hukumannya pada 2 September 2021. Ia bebas murni setelah mendapat remisi 30 bulan dari dua kasus yang menjeratnya, yaitu penyuapan dan pencabulan.
Seusai bebas, Saipul Jamil malah disambut meriah bak pahlawan oleh para penggemarnya. Beberapa stasiun televisi pun mengundang Saipul Jamil sebagai bintang tamu. Glorifikasi terhadap Saipul Jamil ini pun menuai kontroversi. Hingga berujung muncul petisi yang menuntut agar Saipul Jamil tak lagi diizinkan tampil di TV dan Youtube.
(https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/tren/read/2021/09/10/140500165)
Bahkan tak lama sebelumnya, Pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) berinisial MS diduga menjadi korban perundungan dan pelecehan seksual. Beberapa waktu lalu, pegawai KPI berinsial MS tersebut membuat surat terbuka ke publik tentang perundungan termasuk pelecehan seksual yang diduga dilakukan delapan rekan kerjanya.
Dikabarkan ia akan segera berada di bawah lindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Mirisnya, kasus MS ini merupakan rentetan kasus kekerasan seksual di lingkungan lembaga pemerintahan, yang realitanya terus terjadi tanpa ada ruang pengaduan. Diketahui MS telah melaporkan kejadian dua kali ke kepolisian, akan tetapi laporan itu tidak ditindaklanjuti.
Kasus yang dihadapi MS bukan pertama kalinya terjadi di lingkungan lembaga pemerintahan. Kasus terkait dengan dugaan kekerasan seksual pernah dialami staf BPJS berinisial RA yang dilakukan oleh atasannya pada 2019.
Sebelumnya, juga seorang pegawai Dirjen Pajak mengadu karena dilecehkan oleh atasannya pada 2016. Lalu, 2014 seorang pegawai di LKBN ANTARA mengadu ke LBH APIK untuk mendapatkan pendampingan karena mengaku mendapat pelecehan seksual dari seorang general manager.
Anggota Komnas Perempuan, Theresia Iswarini mengatakan kasus ini dari data yang ada layaknya fenomena gunung es.
Laporan pengaduan yang diterima Komnas Perempuan terkait Kekerasan terhadap Perempuan pada 2020 mencapai 2.389 kasus. Meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 1.419 kasus.
(https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-58505749)
Komisi Penyiaran Indonesia adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi sebagai regulator penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. Tentunya lembaga penyiaran ini diharapkan dapat memberikan faedah serta terlibat untuk berperan mengedukasi masyarakat.
Namun yang terjadi, KPI ini justru menimbulkan kekecewaan di tengah-tengah masyarakat. Bahkan di antara banyaknya kekecewaan itu, ada warganet yang menyampaikan duka cita atas meninggalnya hati nurani KPI.
Penyakit sosial mengganas, karena lembaga yang seharusnya berperan dan bersinergi untuk memberantas penyakit sosial yang ada justru memperparah kondisi. Realita kasus pelecehan seksual yang terjadi di tubuh lembaga ini sendiri, berikut dengan sikap, respon dan keputusan dari lembaga ini yang malah kontraproduktif dengan cita-cita bangsa untuk memberantas segala problem sosial yang ada.
Rusaknya tatanan sosial merupakan buah dari penerapan sistem kapitalisme sekularisme. Dimana asas dari sistem ini adalah pemahaman yang salah tentang naluri prokreasi kaum liberal yang mengutamakan asas manfaat bahkan kesenangan sensual di atas kelangsungan umat manusia. Sehingga tak jarang siaran-siaran yang berbau sensual justru meraih rating tinggi karena lebih diminati.
Ide liberal kebebasan pribadi telah menciptakan dampak yang menghancurkan dalam masyarakat seperti unit keluarga yang rusak, penurunan jumlah pernikahan, peningkatan perceraian, peran dan tanggung jawab yang salah tempat laki-laki dan perempuan dengan dalih kesetaraan gender, peningkatan pelecehan seksual pada anak-anak dan banyak penyakit sosial lainnya.
Dengan demikian, ide Barat sesungguhnya telah merusak seluruh struktur sosial yang mengatur hubungan laki-laki dan perempuan, namun gagasan-gagasan yang cacat ini justru diklaim sebagai tolok ukur masyarakat beradab. Walaupun realita yang terjadi justru berlawanan, semakin ide-ide sekularisme ini menancap kuat, maka kian tak beradab. Seiring jalan dengan mengganasnya kerusakan tatanan sosial yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.
Berbagai solusi untuk memperbaiki kerusakan sosial yang ditawarkan oleh sistem ini pun tak jua berkorelasi menghentikan kasus yang terjadi. Alih-alih menyelesaikan masalah, timbul masalah baru dari setiap penyelesaian yang diberikan. Sehingga solusi tersebut tak solutif bahkan menjadi problem baru yang akhirnya terus saja bertambah banyak layaknya bola salju yang bergulir kian membesar.
Ditambah lagi penanganan hukum yang cacat dalam demokrasi ini yang tak menuntaskan problem serta tak memberikan efek jera bagi para pelaku. Tak jarang terjadi disparitas, hukum dapat disesuaikan dengan uang dan kekuasaan. Sehingga wajar apabila kasus-kasus kriminal sosial yang terjadi tidak pernah selesai dengan tuntas. Oleh karena itu, layakkah kita masih berharap pada sistem demokrasi ini? Padahal kita sadar, kerusakan tatanan sosial ini tampaknya tak akan pernah usai. Patah satu, tumbuh seribu. []
Wallahu a'lam biashshawab.
Oleh Novita Sari Gunawan
0 Komentar