Di Lansir pada Republika.co.id Jumat 27/08/2021, Pemerintah Kota Bogor melalui Dinas Pendidikan kembali menyiapkan uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas setelah pemerintah pusat memberlakukan PPKM level 3 di Jabodebek, termasuk Kota Bogor pada 23 hingga 30 Agustus 2021. Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Hanafi, mengatakan setelah diterapkan PPKM level 3 sejumlah aturan dilonggarkan, termasuk mengenai PTM dibolehkan dilaksanakan secara terbatas dengan syarat sudah melaksanakan vaksinasi.
Pemberlakuan uji coba PTM oleh pemerintah karena melihat kasus Covid-19 di Kota Bogor yang mulai melandai, sehingga status PPKM diturunkan ke level 3. Selain itu, massifnya program vaksinasi yang terus digencarkan oleh pemerintah kepada para siswa dan guru sebelum mulai uji coba PTM. Ketentuan lainnya adalah penerapan protokol kesehatan dengan pembatasan jumlah siswa, pengurangan jam pembelajaran, penyediaan infrastuktur protokol kesehatan yang wajib disediakan oleh sekolah dan lain sebagainya.
PTM ini juga untuk mengatasi kejenuhan siswa mengikuti kegiatan pembelajaran yang dilakukan secara daring selama 1 tahun lebih. Bak gayung bersambut, para orang tua pun menyambut baik kebijakan PTM ini, karena pembelajaran daring menyisakan berbagai macam permasalahan yang dihadapi baik oleh orang tua maupun tenaga pengajar. Diantaranya anak yang kecanduan gadget, orang tua yang tidak bisa melakukan pendampingan belajar anak-anak mereka karena mengerjakan pekerjaan rumah atau bahkan harus bekerja, tidak tercapainya kurikulum pembelajaran yang diharapkan, dan berbagai permasalahan lainnya.
Kementerian pendidikan dan kebudayaan mengeluarkan kurikulum darurat untuk semua jenjang pendidikan. Kurikulum darurat ini memberikan kebebasan sekolah untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan keadaan dan juga kebutuhan pembelajran siswa dengan 3 opsi yaitu pertama, tetap mengacu pada kurikulum nasional. Kedua, menggunakan kurikulum darurat. Ketiga, melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri. Namun, dengan kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah ini, tidak ada yang bisa menjamin apakah kurikulum ini bisa berjalan secara efektif dengan segala keterbatasan yang dimiliki baik dari pihak sekolah maupun siswa.
Justru yang terjadi beban kurikulum pendidikan yang diadopsi pemerintah sudah sangat berat, ditambah lagi kondisi pandemi semakin memperberat beban bagi siswa. Pemberlakuan PTM juga memerlukan penyesuaian kurikulum dan sarana prasarana sekolah yang sepenuhnya diserahkan pada pihak sekolah. Tentu saja hal ini akan berdampak pada tercapainya kurikulum dan kualitas output pendidikan yang berbeda antara sekolah yang satu dengan sekolah yang lain. Kemampuan tenaga pengajar dan sarana prasarana pendidikan yang dimiliki oleh sekolah menjadi faktor terpenting keberhasilan pencapaian kurikulum dan output pendidikan. Sehingga sekolah yang terkendala dengan berbagai bentuk keterbatasannya membuat output pendidikan yang dihasilkannya pun jauh dari yang diharapkan.
Tidak dipungkiri, pendidikan sekuler yang diadopsi di negeri ini menjadikan output pendidikan tidak jauh dari orientasi materi. Di negeri ini, output sekolah dikatakan berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi belajar siswa menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam : (1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, UNAS, karya ilmiah, lomba akademik, dan (2) prestasi non akademik, misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olah raga, kesenian, keterampilan, dan kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler lainnya. Indikator poin kedua masih belum mencerminkan kondisi ideal karena pada faktanya generasi muda saat ini tak lepas dari pergaulan bebas, berperilaku buruk terhadap orang tua, kecanduan gadget/game online, tawuran, narkoba dan lain sebagainya. Pendidikan yang mereka dapatkan di sekolah tidak mampu menjadikan mereka sebagai generasi yang ideal.
Fakta output pendidikan di atas sangat jauh berbeda dengan output pendidikan dalam sistem Islam (Khilafah). Dalam sistem pendidikan Islam yang menjadi output pendidikan adalah melahirkan generasi yang berkepribadian mulia, faqih fiddin dan terdepan dalam sains dan teknologi. Dalam hal ini negara memiliki peranan penting untuk mewujudkan output yang diharapkan dengan menerapkan kurikulum yang berbasis pada aqidah Islam.
Semua pembelajaran yang diberikan kepada siswa bermuatan aqidah, baik ilmu agama maupun ilmu umum yang menyangkut aktifitas kehidupan manusia. Tidak satu pun kurikulum yang dibuat bertentangan dengan aqidah Islam. Tenaga pengajar pun harus memiliki kepribadian Islam karena mereka akan menjadi teladan bagi para siswa. Output pendidikan dalam Islam bukan hanya untuk mengejar selembar ijazah demi orientasi materi, bukan pula sekedar mengejar prestasi akademik. Sistem pendidikan dalam Islam akan melahirkan generasi yang mampu menyelesaikan permasalahan kehidupannya sesuai dengan syariat sang pencipta. Semua ilmu yang didapatkan di sekolah berkorelasi dalam kehidupan mereka sebagai seorang hamba yang tujuan hidupnya adalah ibadah kepada Rabb-nya.
Untuk mencapai output yang diharapkan perlu adanya sinergi dari keluarga sebagai madrasah pertama dan utama bagi anak, kemudian peran masyarakat dalam melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, serta peran negara dalam menerapkan sistem pendidikan Islam sekaligus membentengi generasi dari hal-hal yang dapat merusak output pendidikan, antara lain dengan menyortir media-media yang berpotensi merusak generasi. Jika ada pihak yang dengan sengaja menyebar konten-konten yang akan berpengaruh pada rusaknya aqidah dan moral generasi, maka negara tidak segan-segan untuk memberikan sanksi yang berat kepada pihak manapun yang melanggar.
Selain itu negara pun memberi fasilitas (sarana prasarana) pendidikan yang terbaik dan berkualitas, seperti gedung sekolah, laboratorium, perpustakaan, sarana ibadah, sarana olah raga, ruang kesehatan, dan lain sebagainya. Penyediaan sarana dan prasarana ini menjadi tanggung jawab negara yang didanai dari kas negara dalam baitul maal. Oleh karena itu, kualitas pendidikan di setiap wilayah tidak ada pembedaan baik di kota maupun di desa, semua mendapatkan kualitas pendidikan yang sama-sama terbaik dan berkualitas. Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak ini berlaku bagi seluruh warga negara, tanpa memandang status sosial mereka apakah mereka kaya atau miskin, muslim atau non muslim, semua memiliki hak yang sama.
Adanya wabah/pandemi pun tidak akan menjadi penghalang bagi negara dalam memberikan pelayanan pendidikan yang terbaik dan berkualitas bagi generasi. Apabila negara harus mengambil kebijakan pembelajaran daring, maka negara siap membangun infrastruktur yang dibutuhkan, termasuk penyediaan alat komunikasi sehingga para generasi bisa belajar dengan baik tanpa harus disibukkan mencari sinyal karena ketiadaan jaringan di wilayah mereka, atau bahkan kondisi tidak punya HP android karena keterbatasan ekonomi keluarga. Semua permasalahan yang ditimbulkan sebagai konsekuensi dari suatu kebijakan, sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara. Karena fungsi utama negara adalah mengurusi urusan rakyatnya.
Negara yang memahami benar fungsi utamanya sebagai pelayan umat ini hanya akan terwujud ketika Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai khilafah. Sejarah telah mencatat keberhasilan sistem pendidikan Islam dalam rentang waktu yang sangat panjang, hingga mampu melahirkan para polymath yang bukan hanya menguasai ilmu agama tetapi juga menguasai ilmu-ilmu kehidupan serta memiliki akhlak yang mulia. Sudah saatnya umat ini beranjak meninggalkan sistem yang rusak menuju sistem kehidupan yang diridhoi dan diberikahi oleh Allah SWT, yaitu kembali pada sistem Khilafah. []
Oleh: Siti Rima Sarinah (Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban)
0 Komentar