Wacana Sertifikasi Vaksin, Menuai Masalah Baru



Massifnya Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dalam program percepatan vaksinasi kepada seluruh masyarakat direalisasikan dengan menyediakan beberapa titik sentra vaksin setiap harinya sehingga mudah diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Untuk memastikan keberhasilan program ini ada beberapa kebijakan yang dilakukan oleh Pemkot Bogor. Hal ini untuk mengetahui apakah seluruh masyarakat sudah mengikuti program vaksinasi tersebut. Salah satunya seperti yang dilansir pada Republika.co.id, pada 01/09/2021 Pemerintah Kota Bogor berencana menerapkan pengecekan sertifikat vaksin covid-19 kepada masyarakat pengguna angkot setelah capaian vaksinasi di kota tersebut mencapai 70 hingga 80 persen.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Bogor Eko Prabowo mengatakan, kebijakan sertifikat vaksin sangat mungkin diterapkan sebagai salah satu upaya bersama untuk tetap menjaga protokol kesehatan sekaligus mendorong warga untuk vaksinasi. Pasalnya, masih ada saja masyarakat yang enggan untuk divaksin dengan berbagai alasan, salah satunya adalah khawatir efek yang akan ditimbulkan setelah vaksinasi. Banyak beredar video dan informasi dari media, terkait efek dari vaksin mulai dari demam, pusing, mual bahkan ada yang sampai meninggal dunia. Terlepas benar atau tidaknya informasi tersebut, namun berita ini cukup membuat masyarakat merasa takut untuk divaksin.

Wacana sertifikasi vaksin ini bukan hanya untuk pengguna angkutan umum saja, melainkan juga pengguna kereta api, bis, pesawat dan alat transportasi lainnya akan memberlakukan hal yang sama. Kebijakan ini tentu akan mengundang permasalahan baru bagi masyarakat, yaitu akan menimbulkan kemacetan yang semakin parah dan akan sangat merepotkan bagi masyarakat yang menggunakan alat transportasi ini untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Saat ini sertifikat vaksin menjadi hal yang sangat penting dibanding surat-surat ijin berkendaraan, yang seringkali diminta pihak aparat kepada pengemudi yang melintas di jalan raya.

Benarkah wacana sertifikasi vaksin ini sebagai upaya menjaga protokol kesehatan bagi pengguna kendaraan umum, sebagai herd imunity dalam menekan angka kasus positif covid-19. Ataukah sebagai bukti lambannya pemerintah dalam mengatasi kasus covid-19 yang setahun lebih telah melanda negeri ini. Karena sejak awal wabah covid-19 menyerang, terlihat pemerintah salah langkah dalam menanganinya. Sehingga banyak masyarakat yang harus bertaruh nyawa melawan virus kecil yang tak kasat mata.

Berpangkal dari kesalahan pemerintah dalam mengatasi wabah, telah memunculkan berbagai permasalahan baru di tengah masyarakat. Karena selama ini yang menjadi tolak ukur pemerintah dalam menangani wabah hanya berlandaskan pada kacamata bisnis dan hitung-hitungan untung rugi. Setelah banyak korban jiwa yang berjatuhan, barulah pemerintah bergerak untuk mengatasinya. Walaupun dari lembaga kesehatan dunia sudah mengingatkan untuk melakukan lockdown, namun hingga hari ini kebijakan tersebut tidak dilakukan dengan dalih negara tidak mampu untuk menjamin kebutuhan masyarakat.

Walaupun nyawa rakyat harus menjadi taruhan akibat kesalahan penanganan wabah, hal ini tidak lantas membuat pemerintah tergugah hatinya untuk mengeluarkan kebijakan yang lebih mendasar, yaitu kebijakan lockdown. Justru orientasi ekonomi tetap menjadi fokus dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, termasuk percepatan program vaksinasi. Semua ini dilakukan agar pemulihan ekonomi bisa berjalan normal seperti semula. Yang lebih menyedihkan ketika pemulihan ekonomi ini bukan ditujukan untuk rakyat semata, tetapi lebih mengedepankan kepentingan korporasi.

Inilah gambaran kepemimpinan dalam sistem kapitalisme yang menaungi negeri ini. Penguasa kapitalis hadir sebagai pelayan bagi para korporasi yang memberi keuntungan dan kekuasaan baginya. Rakyat yang seharusnya dilayani justru diabaikan kepentingannya, bahkan harus menjadi korban kebijakan yang hanya memberi keuntungan bagi para korporasi. Miris nian nasib rakyat yang hidup dalam sistem yang rusak dan merusak ini. Rakyat bergelimang kesengsaraan dan kemiskinan, sedangkan kenikmatan dan kesejahteraan hanya dirasakan segelintir orang saja yakni para korporasi yang dekat dengan penguasa.

Jika kita menengok pada sejarah kejayaan kekhilafahan Islam, terbukti sistem Islam mampu mengatasi wabah jauh sebelum munculnya wabah covid-19. Keberhasilan mengatasi wabah ini karena negara khilafah menjadikan syariat Islam sebagai rujukannya.  Islam sebagai agama sekaligus ideologi yang berasal dari pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan, paling mengetahui apa yang terbaik bagi ciptaanNya. Islam memfokuskan penanganan wabah untuk menyelamatkan jiwa manusia bukan orientasi ekonomi seperti halnya yang terjadi dalam sistem kapitalisme.

Melakukan test dan tracing, menjadi langkah awal negara khilafah untuk mengetahui dan memisahkan mana rakyat yang sakit dan yang sehat. Program vaksinasi pun dilakukan di awal untuk membentuk imunitas pada masyarakat, tentunya dengan menggunakan vaksin yang berkualitas tinggi. Sehingga yang sakit dikaratina dan diberikan pengobatan yang berkualitas dengan ditangani tenaga medis yang mumpuni dibidangnya. Sedangkan yang sehat bisa beraktivitas seperti biasa tanpa khawatir akan terpapar wabah. Wilayah lain yang tidak terpapar wabah bisa menopang perekonomian negara.

Dalam hal ini negara memiliki peran yang sangat penting. Negara khilafah hadir secara langsung dengan memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat, baik kebutuhan ekonomi, pendidikan, kesehatan, transportasi dan lain sebagainya. Sehingga rakyat merasa terjamin segala kebutuhannya walaupun wabah melanda. Tindakan preventif dan kuratif dilakukan oleh negara untuk memaksimalkan penanganan wabah. Upaya ini bisa berjalan optimal seiring dengan sosialisasi massif terhadap masyarakat dengan memberikan informasi yang benar dan akurat, sehingga rakyat pun merasa nyaman dan percaya sepenuhnya pada kebijakan khalifah. Hal ini tentunya membutuhkan dana yang sangat besar. Kebutuhan dana tersebut diambil dari kas negara khilafah (baitul mal) berdasarkan pos-pos pemasukan dan pengeluaran sesuai tuntunan syariat.

Mengurus urusan rakyat adalah amanah penguasa yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. Cerminan pengurusan negara seperti ini tidak akan terwujud dalam sistem kapitalisme sebagaimana yang diterapkan di negeri ini. Berharap hadirnya sosok pemimpin yang peka dan peduli terhadap urusan rakyat, bak pungguk merindukan bulan. Hanya sistem Islam (Khilafah Islamiyyah) yang dapat mewujudkan pemimpin yang akan menjadi ra’in (penggembala) dan junnah (perisai) bagi rakyatnya. Hal ini telah terbukti selama 13 abad penerapan sistem Islam. Para pemimpin Islam mampu menyejahterahkan hidup rakyatnya dan menjaga rakyatnya dari berbagai ancaman kepentingan asing. []


Oleh : Siti Rima Sarinah




Posting Komentar

0 Komentar