Apresiasi Dari AS; Prestasi atau Strategi Intervensi?

 


Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditunjuk Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden sebagai salah satu kepala negara yang dimintai masukannya dalam mengatasi pandemi Covid-19. Hal tersebut terungkap melalui pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang ikut mendampingi kepala negara dalam pertemuan Global Covid-19 Summit secara virtual. "Presiden menjadi salah satu dari empat pimpinan di dunia yang dipilih secara pribadi oleh Presiden AS untuk memberikan masukan bagaimana kita bisa segera mengatasi pandemi Covid-19," kata Budi, dalam tayangan Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (23/9/2021). (cnbcindonesia.com, 23/09/2021)

Apresiasi ini tentu membuktikan bahwa Indonesia diakui dunia, dalam hal ini terkait penanganan pandemi covid-19. Hal ini juga sekaligus menjadi legitimasi keberhasilan pemerintah dalam merancang regulasi-regulasi selama menangani pandemi.

Namun benarkah demikian? Karena jika diperhatikan, jejak digital media-media nasional justru mengabarkan yang sebaliknya. Kata karut marut penanganan pandemi lebih sering muncul mendominasi kanal-kanal berita.

Kebijakannya yang berubah-ubah bahkan saling bertentangan antar institusi yang satu dengan yang lain, akhirnya menimbulkan kegaduhan. Dilema PSBB hingga PPKM yang tidak diikuti dengan pemenuhan kebutahan pokok, seolah memaksa rakyat harus memilih antara keluar terancam korona, atau dirumah terancam kelaparan. Tidak sedikit pula yang mengkritisi kebijakan pemerintah lebih mengedepankan ekonomi daripada nyawa rakyat sendiri.

Bahkan tagar #indonesiaterserah sempat trending di jagat twitter. Munculnya tagar tersebut diiringi dengan keluhan dan rasa kecewa dari warganet yang menilai pemerintah belum secara maksimal menanggulangi wabah Covid-19. (kompas.com, 16/05/2021). Para tenaga medis sebagai garda terdepan penanganan pandemi merasakan kelelahan yang luar biasa. Disisi lain, dana insentif untuk mereka justru terkendala.

Data perkembangan kasus dianggap tidak transparan. Kasus pasien yang di-covid-kan demi memuluskan cairnya danapun sempat mencuat di tengah masyarakat. Dana bantuan sosial yang tidak merata karena karut marutnya data, menambah datar panjang kesemrawutan penanganan. Beras bantuan di beberapa daerah ditemukan sudah tidak layak konsumsi, berubah warna, berbau, berkutu dan mengeras. Hingga puncaknya dihantam dengan korupsi dana bansos oleh Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara senilai belasan milyar rupiah.

Lantas, masukan seperti apa yang diharapkan oleh negeri adidaya Amerika dari penanganan kasus pandemi di negeri ini?

Justru yang menggelitik dari pertemuan dengan orang nomor satu di Amerika tersebut adalah munculnya komitmen bersama untuk membangun arsitektur kesehatan global. Disampaikan bahwa, hari ini dunia telah terbentuk sistem ketahanan keuangan global di bawah mekanisme IMF. Maka di bidang kesehatan perlu dilakukan hal yang sama. Biden menyampaikan, kalau ada negara di dunia yang mengalami masalah kesehatan bisa segera dibantu sama seperti kalau ada negara di dunia mengalami kesulitan keuangan bisa dibantu oleh badan internasional seperti IMF. (kemkes.go.id, 23/09/2021).

IMF hari ini dipandang sebagai penyelamat perekonomian suatu negara, khususnya negara berkembang. Padahal dana bantuan IMF adalah utang yang harus dikembalikan dengan banyak syarat dan konsekuensi, selain bunga yang tinggi. Bahkan, kritisi tentang “uluran tangan” IMF sudah disampaikan ekonom senior Rizal Ramli sejak krisis moneter melanda negeri ini pada tahun 2008. Mengutip laman tempo.com, Rizal mengatakan ketika itu ia satu-satunya ekonom yang menolak kedatangan IMF ke Indonesia. Alasannya, ia melihat perekonomian Amerika Serikat lebih rusak setelah didatangi IMF. (2/05/2017).

Pada kesempatan yang lain, Rizal Ramli menyatakan, Indonesia harus lepas ketergantungan dua lembaga keuangan internasional, yaitu IMF dan Bank Dunia jika ingin menjadi negara maju. "Kenapa kita miskin, apa karena korupsi? Benar, salah satunya. Kedua, karena garis ekonominya, kebijakan ekonominya manut sama Bank Dunia dan IMF. Tidak ada negara hebat yang ikut saran dari IMF dan Bank Dunia. Jadi harus ada perubahan," tandas dia. (liputan6.com, 03/07/2018).

Terbaru, Rizal juga mengkritisi langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang meminta bantuan IMF hingga Bank Dunia dalam mengelola utang negara. Rizal mengingatkan kembali sejarah kelam Indonesia saat berurusan dengan IMF. Bukannya keluar dari krisis moneter tahun 1998, Indonesia malah terjerumus ke dalam krisis ekonomi hingga mematik kerusuhan di bidang politik dan keamanan. (indonews.id, 18/04/2021).
Nah, jika faktanya demikian, mungkinkah skema ketahanan global semacam IMF jika diterapkan dalam bidang kesehatan, akan mampu memberikan jaminan kesehatan seperti yang diharapkan?

Faktanya, dana bantuan alias utang justru membuat negara menjadi tersandera kedaulatannya. Meninggalkan beban negara hari ini dan generasi-generasi selanjutnya karena jumlah yang terus bertambah karena berbunga, hingga jangka pelunasannya pun semakin panjang. Bahkan, utang dikatakan sebagai bentuk penjajahan gaya baru yang cukup efektif dalam upaya mengendalikan sebuah negara, termasuk untuk menguasi potensi kekayaannya.

Sekilas tentu saja undangan secara pribadi ini merupakan bentuk penghargaan atau apresiasi pemerintah AS terhadap pemerintah Indonesia atas upaya-upayanya dalam hal penanganan pandemi covid-19. Namun melihat fakta-fakta penanganan pandemi yang telah diuraikan sebelumnya, maka apresiasi ini tentu menjadi sesuatu yang aneh.

Apalagi ada rencana bersama untuk membangun arsitektur kesehatan global. Maka sudah seharusnya kita waspada, adakah motif atau tujuan tertentu di balik sikap manis presiden AS kepada Indonesia ini?. Karena memang seperti itulah wajah asli negara kapitalis sekuler. Ruh kebebasan memiliki apapun mendorong mereka terus menancapkan hegemoni demi ambisinya menguasai dunia.

Sebenarnya ada skema ketahanan berskala global yang telah terbukti membawa keberhasilan yang luar biasa, tidak hanya pada satu bidang ekonomi saja, atau satu bidang kesehatan saja, melainkan seluruh aspek kehidupan manusia. Yaitu skema ketahanan skala global yang didasarkan pada syariat Islam. Tidak bisa dipungkiri, sejarah telah membuktikan 13 abad lebih peradaban gemilang pernah diraih pemerintahan yang menerapkan syariat Islam secara sempurna.

Akankah kita mempertahankan sistem global yang telah jelas menampakkan kerusakannya? Sementara fakta sejarah lain juga menunjukkan, bahwa ada sistem berskala global yang bisa mewujudkan ketahanan sekaligus dalam segala bidang, yaitu Islam?


Oleh Anita Rachman

Posting Komentar

0 Komentar