Aroma Korporatokrasi dalam Pembangunan PLTB Ciemas



Ciemas adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sukabumi yang saat ini menjadi penyangga wisata Geopark Ciletuh. Di sana terdapat tempat wisata alam yang menawarkan pemandangan hamparan batu karang laut serta beberapa air terjun pegunungan yang cantik. Lengkap dari gunung, air terjun hingga lanskap cantik yang berlatar belakang laut. 


Obyek Wisata Geopark Ciletuh di Ciemas Sukabumi Jawa Barat adalah kawasan yang terdiri atas gunung dan pantai yang di dalamnya dapat dijumpai komposisi batuan purba. Batuan itu muncul ke permukaan kerena terendapkan dalam palung laut hasil penunjaman lempeng samudera di bawah lempeng benua pada Zaman Kapur, 50-65 juta tahun silam (ihategreenjello.com, 5/8/2020).


Saat pemerintah sedang fokus mempersiapkan Ciemas menjadi obyek wisata andalan di Jawa Barat, tetiba diumumkan bahwa di Ciemas ini akan dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB). Izin sudah dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Sukabumi kepada PT UPC Sukabumi Bayu Energi untuk kegiatan perubahan luasan PLTB atas tanah seluas 150 Ha yang terletak di Desa/Kel. Ciemas Kec. Ciemas Kabupaten Sukabumi pada tahun 2020. Kini PLTB tersebut sedang menyelesaikan tahap pembukaan eksplorasi yang telah menghabiskan dana Rp70 miliar. Total investasi PLTB Ciemas senilai Rp3,3 triliun. Proyek ini ditargetkan selesai pada tahun 2024 mendatang. 


PLTB Ciemas berdiri di atas lahan milik pibadi, BUMN, dan Kehutanan. Memiliki turbin tipe EN145 3,3 MW dengan ketinggian hub 127 meter dan panjang baling-baling 72,5 meter, PLTB Ciemas dapat menghasilkan listrik dengan kapasitas 100-150 MW. Diketahui, PLTB Ciemas berdekatan dengan Puncak Darma yang merupakan bagian kawasan wisata Ciletuh yang telah ditetapkan sebagai Geopark Global UNESCO. Pemilihan lokasi ini melibatkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Badan Tenaga Nuklir Indonesia (Batan) (bandung.bisnis.com, 8/9/2021). 


Pemerintah mengatakan bahwa PLTB ini akan menjadi PLTB terbesar di Asia Tenggara. Namun, benarkah alasannya hanya untuk membantu kebutuhan listrik nasional di Jawa-Bali? Mengingat jaraknya cukup jauh dari ibukota. Selain itu, dilansir dari sukabumikab.bps.go.id (2019) diketahui bahwa Kec. Ciemas merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk paling rendah di Kabupatena Sukabumi yaitu 163 jiwa/km2? Lalu, adakah alasan yang lebih strategis untuk membangun PLTB Ciemas?


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh tiga peneliti dari FPMIPA UI pada tahun 2015 dengan judul “Sebaran Potensi Deposit Emas Epitermal di Simpenan-Ciemas Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat” diketahui bahwa di daerah Ciemas tersimpan deposit cadangan emas yang luar biasa. Berdasarkan hasil penelitian tersebut,  luas daerah yang memiliki cadangan deposit emas kelas sedang seluas 4711 Ha dan kelas tinggi seluas 2883 Ha serta kelas rendah seluas 2115 Ha. Sebaran emas epitermal yang menunjukkan sebaran tinggi menyebar merata meliputi Desa Kertajaya, Cihaur ke arah barat daya daerah penelitian yaitu Desa Ciemas.


Selain itu, informasi dari penduduk sekitar, penambangan emas di daerah Ciemas ini sudah berlangsung selama dua puluh tahun. Para penambang lokal berkumpul dalam sebuah koperasi komunitas penambang lokal untuk bisa mengeksplorasi emas yang ada di daerah tersebut. Hanya saja pada tahun 2018 mulai muncul aduan hingga izin penambang lokal dicabut oleh pemerintah berupa surat permohonan penutupan dan penertiban (PETI) di wilayah Ciemas dari kepala desa Ciwaru, Taman jaya, dan Kepala Desa Mekarsakti yang ditujukan kepada Gubernur Jawa Barat dan instansi terkait.


Setelah izin penambang lokal dicabut, pemerintah mulai mengizinkan PT Renuka Coalindo Tbk untuk mengekplorasi emas di Ciemas. Hanya saja pada tahun 2019, PT Renuka menjual sahamnya ke PT Wilton Resources Holding Pte Ltd. Saat itu kemajuan pembangunan pabrik pengolahan dengan kapasitas 500 ribu ton ore atau 38,48 ribu troy ounces emas per tahun dan mencapai 70%. Total dana untuk pembangunan pabrik sebesar US$ 26 juta yang berasal dari Wilton Resources Holding Pte Ltd (WRH) yang bertindak sebagai pembeli siaga (stand buy buyer) sekaligus pemegang saham utama Renuka (dunia-energi.com, 1/2/2019).


Selanjutnya, Wilton Resources Holdings Pte Ltd menjual sebanyak 323,95 juta saham Wilton Makmur Indonesia dengan nilai sekitar Rp 48,92 miliar. Dengan penjualan saham ini, kepemilikan saham Wilton Resources berkurang menjadi 90,42%. Chairman and Director Wilton Resources Wijaya Lawrence mengatakan, Wilton Resources menjual saham Wilton Makmur sebanyak dua kali. Pertama, pada 27 Oktober 2020, Wilton Resources menjual sebanyak 312,68 juta saham dengan harga Rp 150 per saham atau senilai Rp 46,9 miliar. Transaksi kedua dilakukan pada 4 November 2020. Pada tanggal tersebut, Wilton Resources menjual sebanyak 11,27 juta saham dengan harga Rp 180 per saham atau senilai Rp 2,02 miliar (investor.id, 21/12/2020). Transaksi tersebut membuat jumlah saham yang dimiliki Wilton Resources berkurang menjadi 14,04 miliar saham. Sedangkan kepemilikan saham berkurang menjadi 90,42%. Penjualan saham tersebut adalah bagian dari pengalihan saham. 


PT Wilton Makmur Indonesia Tbk (SQMI) melanjutkan pembangunan pertambangan emas yang berlokasi di Ciemas, Sukabumi, Jawa Barat. Proyek ini direncanakan memiliki kapasitas produksi 1.500 ton per hari meningkat tiga kali lipat dari tahun sebelumnya. Direktur Utama Wilton Makmur Indonesia, Oktavia Budi Raharjo mengatakan, proyek kapasitas produksi 1.500 ton per hari merupakan lanjutan dari kapasitas pertambangan emas perseroan yang tahun ini memproduksi 500 ton per hari. Rencananya peningkatan kapasitas ini dilakukan pada tahun kedua. 


Apabila kinerja produksi ditingkatkan ke 1.500 ton per hari, maka mereka akan mempunyai tiga kali lipat kapasitas produksi dari 500 ton per hari. Dilihat dari fakta adanya upaya eksplorasi emas yang akan ditingkatkan tiga kali lipat di Ciemas oleh PT Wilton ini, maka patut diduga bahwa pembangunan PLTB Ciemas adalah untuk mendukung kebutuhan penambangan tersebut. Bila ini benar, maka sungguh ini bukti bahwa negara merupakan pelayan korporasi, bukan rakyat. 


Negara Pelayan Swasta


Ketika menghadapi nestapa rakyat, semestinya negara kian menguatkan posisi sebagai pelayan rakyat. Sedangkan realitas hari ini membuat rakyat harus berhadapan dengan negara yang “rida” berposisi sebagai pelayan swasta, pemodal kuat yang sanggup mengendalikan negara --Korporatokrasi.


Demi korporatokrasi, pemerintah selalu punya alibi. Selain utang, investasi swasta selalu dianggap sebagai penyelamat krisis. Apalagi Indonesia tak pernah lagi mengalami lonjakan investasi. Karena itu pemerintah perlu menjaga kepercayaan investor dan stabilisasi pasar (bebas). Termasuk memberi karpet merah kepada para investor yang akan mengekplorasi sumber daya alam di negeri ini.


Fenomena pengesahan Revisi UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) usai rapat paripurna DPR (12/5/2020) disinyalir publik lekat dengan kepentingan perusahaan tambang. Korporasi tambang banyak diuntungkan melalui wacana usulan pemotongan tarif royalti kepada negara, insentif fiskal dan nonfiskal, perpanjangan otomatis bagi pemegang izin PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara) tanpa pengurangan luas wilayah plus lelang, termasuk menghapuskan pasal 165 tentang sanksi pidana bagi pelanggaran penerbitan izin.


Ketika barang tambang dikelola oleh korporasi maka wajar keuntungan bagi negara tidak banyak. Uang masuk ke kantong para konglomerat. Data statistik menunjukkan bahwa ketidakmampuan negara mengatasi kemiskinan, ketidaksetaraan, dan membiayai pendidikan gratis bukan disebabkan kurangnya uang. Tetapi disebabkan, siapa yang memiliki uang itu. Yang terjadi saat ini para konglomerat telah melakukan penyedotan besar-besaran sumber daya milik bersama, dari warga negara dan lembaga publik demi memperkaya orang yang sudah sangat kaya. Fenomena ini merupakan bagian integral dari fase restrukturisasi model ekonomi neoliberal. 


Islam telah memiliki solusi untuk menangkal korporatokrasi. Dalam kitab Muqaddimah ad Dustur pasal 126 dinyatakan, “Harta adalah milik Allah semata. Allah memberikan penguasaan kepada manusia di dalamnya.” Namun, penguasaan itu tidak serta merta membuat manusia dapat  mengklaim kepemilikan harta seenak perutnya. Karena kelanjutan pasal 126 menunjukkan, “Dialah Yang memberikan izin kepada seorang individu untuk memperoleh harta.” 


Dengan demikian, setiap manusia tidak bisa menguasai dan memiliki harta secara langsung. Kepemilikan harta hanya dibolehkan jika sesuai dengan ketentuan Allah, Sang Pemilik bumi, langit, dan seisinya. Sehingga pemilik korporasi atau pemilik saham terbesar –terlepas dari kebatilan perseroan terbatas yang menjadi penyangga sistem kapitalisme- semestinya tidak bisa menguasai sumber kekayaan seluas-luasnya untuk menjajah mayoritas manusia lainnya.


Inilah yang menjadi asal muasal ketidakadilan pemilikan, pemiskinan, dan instabilitas politik-ekonomi-sosial sebagai realitas yang selalu melekat pada kapitalisme. Apalagi kekayaan itu didapat karena mengangkangi aset yang semestinya dikuasakan dalam kepemilikan umum; Atau mengembangkan bisnis yang terkait dengan hajat orang banyak seperti tambang, bisnis kesehatan, telekomunikasi, internet, transportasi publik, pendidikan, penjualan alutsista untuk hankam, perbankan ataupun bisnis finansial lain.


Pengelolaan Tambang dalam Islam

Dalam sistem ekonomi Islam, kepemilikan atas barang dan jasa dikelompokkan menjadi tiga: milik individu, milik umum dan milik negara. Kepemilikan Umum itu terdiri dari tiga kategori: Pertama, sarana umum yang diperlukan oleh seluruh rakyat dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, seperti air. Rasulullah Saw. telah menjelaskan mengenai sifat-sifat sarana umum:


“Kaum Muslim bersekutu (dalam kepemilikan) atas tiga hal: yaitu air, padang rumput dan api” (HR al-Bukhari).


Air, padang rumput dan api merupakan sebagian harta yang pertama kali dibolehkan Rasulullah Saw. untuk seluruh manusia. Harta ini tidak terbatas yang disebutkan pada hadis di atas, tetapi meliputi setiap benda yang di dalamnya terdapat sifat-sifat sarana umum.


Kedua, harta yang keadaannya asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya secara pribadi. Menurut al-Maliki, hak milik umum jenis ini, jika berupa sarana umum seperti halnya kepemilikan jenis pertama, maka dalilnya mencakup sarana umum. Hanya saja jenis kedua ini menurut asal pembentukannya menghalangi seseorang untuk memilikinya, Seperti jalan umum yang dibuat untuk seluruh manusia, yang bebas mereka lewati, dan tidak boleh dimiliki oleh seorang pun.


Ketiga, barang tambang (sumber daya alam) yang jumlahnya tak terbatas, yaitu barang tambang yang diprediksi oleh para ahli pertambangan mempunyai jumlah yang sangat berlimpah. Hasil dari pendapatannya merupakan hasil milik bersama dan dapat dikelola oleh Negara. Bisa juga Negara menggaji tim ahli dalam pengelolaannya.


Tambang emas yang dikelola PT Wilton Makmur merupakan tambang emas yang jumlahnya besar. Oleh karena itu, dalam pandangan Islam, tambang di Ciemas tersebut merupakan milik umum yang wajib dikelola oleh Negara sebagai wakil dari umat. Haram dikuasai oleh individu apalagi pihak asing.


Pengelolaan kepemilikan umum oleh Negara dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama: Pemanfaatan secara langsung oleh masyarakat umum. Sebagaimana penambangan lokal oleh warga. Siapa saja dapat mengambil emas tersebut. Dalam konteks ini Negara tetap mengawasi pemanfaatan milik umum ini agar tidak menimbulkan kemadaratan bagai masyarakat.


Kedua, Pemanfaatan di bawah pengelolaan Negara. Kekayaan milik umum yang tidak dapat dengan mudah dimanfaatkan secara langsung oleh setiap individu masyarakat—karena membutuhkan keahlian, teknologi tinggi, serta biaya yang besar—seperti emas maka wajib dikelola oleh Negara. Hasilnya dimasukkan ke dalam kas Negara sebagai sumber pendapatan utama APBN untuk kepentingan rakyat.


Mengenai barang-barang tambang yang tidak dikonsumsi rakyat—semisal emas, perak, tembaga, batubara dll—bisa dijual ke luar negeri dan keuntungannya—termasuk keuntungan pemasaran dalam negeri—dibagi kepada seluruh rakyat, dalam bentuk uang, barang atau untuk membangun sekolah-sekolah gratis, rumah-rumah sakit gratis dan pelayanan umum lainnya.


Sayangnya, aturan yang paripurna dapat mensejahterakan rakyat ini hanya akan terwujud bila sistem Khilafah Islamiyah tegak di atas bumi. Tidak hanya mencegah aspek batil dalam politik ekonomi, Khilafah memiliki format khas dalam pemerintahan dan membangun peradaban.


Independensi Khilafah yang hanya menjadikan wahyu Allah SWT sebagai rujukan tunggal dalam bernegara, meniscayakan sistem ini unggul dalam menjalankan pemerintahan, termasuk menempatkan manusia dalam posisi mulia, bukan menganggapnya sebagai objek politik atau faktor produksi semata.


Kapitalisme adalah sistem rusak yang merusak. Absurditasnya telah dirasakan oleh para penduduk bumi. Selalu terbuka kesempatan untuk mengungkap kebusukannya, demi memberikan kesadaran pada seluruh umat bahwa ada sistem terbaik yang unggul dari segala sistem di dunia ini, yakni Khilafah Islamiyah.


Wallahu’alam bishshawab


Posting Komentar

0 Komentar