Sosok Anies Baswedan kembali menjadi sorotan setahun menjelang purna tugas sebagai gubernur DKI Jakarta, 16 Oktober 2022 mendatang. Pasalnya Anies dianggap sosok yang popularitasnya cukup tinggi menuju pemilu 2024.
Sebuah jurnal yang diterbitkan Institute of Southeast Asian Studies (ISEAS) Yusof Ishak Institute tanggal 19 Mei 2020 menyebutkan bahwa Anies memiliki popularitas tinggi versi dua survei terakhir yang dilakukan Indo Barometer dan Median pada Februari 2020. Anies menduduki urutan kedua di belakang Prabowo Subianto (capres runner up 2014 dan 2019), dan di atas Ketua DPR Puan Maharani, serta Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Popularitas Anies membuatnya dilirik banyak pihak untuk mendongkrak capaian menuju pilpres 2024. Nasdem merapat, relawan bala Anies sudah muncul pula. Namun, tidak demikian dengan PKS. Sikap PKS justru seolah menjauh dari Anies setelah sebelumnya sangat mesra.
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyatakan, bahwa partainya telah memilih Ketua Majelis Syuro Habib Salim Segaf Al-Jufri (Salim Segaf) untuk diusung dalam kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Padahal sebelumnya PKS-lah yang berperan sangat besar dalam membawa Anies menempati kursi DKI-1.
Bahkan secara jelas Mardani Ali Sera menyarankan Anies agar fokus menyelesaikan masa kepemimpinannya di DKI. Ia mengingatkan Anies agar tak terlalu menanggapi dukungan dan deklarasi oleh para relawan. Bukan menolak, kata Mardani, namun ia ingin Anies fokus di tahun terakhirnya memimpin DKI sebagaimana dilansir cnnindonesia.com (22/10/2021)
Beberapa analisa menunjukkan jalan terjal Anies menuju 2024. Diantaranya adalah pertama, adanya jeda waktu 2 tahun setelah lengser dari Gubernur DKI menuju pilpres 2024 disinyalir akan meredupkan popularitas Anies. Apalagi Anies dianggap tidak memiliki cukup logistik untuk bertarung di pilpres 2024 mengingat dia bukanlah kader partai manapun. Sehingga sulit rasanya untuk bersaing dengan para kandidat kader partai.
Kedua, sebagai gubernur yang dikenal dengan sikap “oposisi”nya terhadap pemerintahan pusat, ada kemungkinan waktu 2 tahun ini digunakan oleh pusat untuk merobohkan citra Anies selama ini. Di tambah lagi dengan adanya pilkada serentak 2024 yang pada akhirnya disinyalir akan memangkas panggung politik Anies. Meski yang akan kehilangan panggung politik tak hanya Anies, gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, juga akan berakhir pada 2023.
Ketiga, dengan meredupnya popularitas Anies dan turunnya elektabilitas ini akan memberi kesempatan bagi kandidat lain yang masih memiliki panggung politik untuk memanfaatkan berbagai momen guna mendongkrak elektabilitas dan juga popularitasnya. Mereka ini adalah orang-orang yang sampai 2024 masih duduk di kursi parlemen, kementrian dan kepala daerah-kepala daerah lain yan masih menjabat hinggat 2024. Dan ini adalah kesempatan besar bagi pemerintah pusat untuk kian menguatkan pengaruhnya.
Beberapa analisa yang menunjukkan jalan terjal Anies menuju 2024 ini justru membukakan mata kita, bahwa semua itu sangat mungkin terjadi dalam sistem demokrasi yang dibuat oleh manusia. Sebab semua aturan, UU dan juga keputusan-keputusan politik bisa dibuat dan diatur oleh manusia (penguasa, red) meski harus melanggar hukum positif yang ada.
Yang jelas dirasakan dalam sistem demokrasi semacam ini adalah tidak ada kawan dan lawan abadi. Yang ada hanyalah kepentingan yang abadi. Sikap PKS yang mengubah dukungan menjadi contoh yang baik akan hal ini. Ambisi kekuasaan pada partai politik saat ini jelas sekali terlihat kosong dari visi memperjuangkan kepentingan rakyat.
Ya, demokrasi memang telah membuat sikap dan perilaku seseorang berubah hanya karena kepentingan. Bukan berdasarkan benar atau salah, baik atau buruk apalagi berdasarkan halal dan haram. Demokrasilah yang membuat orang dan parpol yang ada begitu berambisi dengan kekuasaan meski tak memiliki visi yang jelas.
Dan Rasul sudah mengingatkan kaum muslim jauh-jauh hari dengan bersabda:
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الإِمَارَةِ وَسَتَصِيرُ نَدَامَةً وَحَسْرَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَنِعْمَتِ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتِ الْفَاطِمَةُ
“Sungguh kalian akan berambisi terhadap kepemimpinan (kekuasaan), sementara kepemimpinan (kekuasaan) itu akan menjadi penyesalan dan kerugian pada Hari Kiamat kelak. Alangkah baiknya permulaannya dan alangkah buruknya kesudahannya.” (HR al-Bukhari, an-Nasa’i dan Ahmad).
Karenanya demokrasi, sebagai sistem yang rusak dan merusak, harus terus dijelaskan kebobrokannya. Agar kaum muslimin tak lagi melihat sistem ini sebagai sistem terbaik. Dan segera menggantinya dengan sistem Islam. Wallahu a’lam.
Kamilia Mustadjab.
0 Komentar