Harga Telur Anjlok, Peternak Jawa Barat Tertohok



Telur merupakan salah satu sumber protein yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Selain mudah diolah, pun harganya terjangkau. Telur juga mudah didapati, karena hampir di seluruh wilayah Indonesia terdapat peternakan ayam petelur.

Namun, selama empat bulan terakhir harga telur terus mengalami penurunan. Seperti yang dialami peternak di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Harga telur di tingkat peternak berkisar Rp. 15.500 sampai Rp. 16.000 per kilogram. Jauh dari harga eceran normal Rp. 19.000. (detiknews.com, 1/10/2021)

Hal yang sama juga terjadi pada peternak-peternak di wilayah Jawa Barat lainnya. Seperti di Purwakarta, Majalengka, dan Pandangandaran. Bahkan merata menimpa seluruh peternak di Indonesia.

Seperti dilansir dari laman antaranews.com (11/10/2021), bahwa para peternak menderita kerugian sekitar Rp. 8000 sampai Rp. 9000 per kilogram setiap harinya. Hal ini disebabkan jatuhnya harga telur jauh di bawah harga pokok produksi (HPP), yakni berkisar Rp. 21.500 per kilogram. Ditambah dengan naiknya harga pakan jadi di kisaran Rp. 6500 sampai Rp. 7000 per kilogram. Dari yang seharusnya hanya Rp. 3150 per kilogram.

Penyebab Anjloknya Harga Telur

Anjloknya harga telur disebabkan banyak faktor. Diantaranya adalah banyaknya peternak menunda afkir sekitar 3 bulan yang lalu karena harga doc (anak ayam) mahal. Selain itu turunnya permintaan sejak pemberlakuan PPKM, dan juga _over supply_.

Pemberlakuan PPKM membuat daya beli masyarakat menurun. Dimana hal ini berimbas pada stok telur yang menumpuk. Sehingga dikhawatirkan membusuk. Kondisi ini diperparah dengan masuknya perusahaan perunggasan besar yang ikut memasok di pasar tradisional.

Hal ini berdasarkan data dari Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka), bahwa terjadi _over supply_ tersebab perusahaan perunggasan besar membudidayakan ayam petelur. Padahal menurut Permentan No. 32/2017, pelaku usaha integrasi hanya boleh melakukan budidaya sebanyak 2 persen. Sedangkan 98 persen ditujukan untuk peternak rakyat. Namun, pada faktanya saat ini pelaku usaha integrasi menguasai ayam petelur sampai 15 persen secara nasional. (tirto.id, 12/10/2021)

Inilah yang menyebabkan harga telur terjun bebas di pasaran. Baik di tingkat peternak maupun pedagang pasar tradisional. Jika tidak segera diatasi, maka akan banyak peternak yang gulung tikar.

Permasalahan ini akan terus berulang. Selama tidak ada aturan tegas yang mengatur produksi ayam petelur dan distribusi telur. Serta pengawasan yang ketat dari pemerintah demi berjalannya aturan tersebut.

Hal ini terjadi akibat dari sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Dimana pihak kapitalis atau yang memiliki modal besar selalu menjadi pihak yang diuntungkan. Selain itu sistem distribusi yang tidak merata, yang hanya berfokus di wilayah-wilayah perkotaan atau padat penduduk.  Sehingga diperlukan solusi yang komprehensif yang dapat menyelesaikan secara tuntas.

Solusi Islam

Islam memiliki aturan yang sempurna dalam mengatasi setiap problematika kehidupan. Termasuk dalam permasalahan ketersediaan pangan dan distribusinya.

Dalam Islam, seorang Khalifah wajib memenuhi kebutuhan hidup warga negaranya. Termasuk di dalamnya mengatur pendistribusian bahan-bahan pangan agar kebutuhan pokok rakyat tercukupi dan harga stabil.

Daulah akan menyerahkan masalah harga kepada mekanisme pasar. Tidak ada penentuan harga dari Khalifah. Namun, untuk mencegah terjadinya fluktuasi harga yang ekstrim atau jatuhnya harga yang dapat menyebabkan kerugian besar, maka dibuat regulasi yang adil dan solutif.

Regulasi seperti melarang praktik penimbunan atau pun monopoli perdagangan. Yang dapat mematikan pedagang-pedagang kecil. Bila hal itu terjadi, maka akan ada sanksi tegas terhadap pelakunya.

Begitulah solusi Islam dalam mengatasi masalah fluktuasi harga bahan pangan. Solusi yang lahir dari keagungan syariah Islam. Yang hanya bisa diterapkan dalam naungan Daulah Khilafah Islamiyyah.


Oleh Diyani Aqorib S.Si.
(Pegiat Literasi)


Posting Komentar

0 Komentar