Kabar mengejutkan publik, datang dari Putri Presiden Pertama RI Diah Mutiara Sukmawati Soekarnoputri, yang memutuskan pindah ke agama Hindu. Ia akan menjalani ritual pindah agama dari Islam ke Hindu di Kawasan Sukarno Heritage Bale Agung Singaraja, Buleleng, Bali, Selasa (26/10/2021). Undangan pun disebar, termasuk ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan seluruh menteri Kabinet Indonesia Maju.
Penanggung jawab acara yang juga Kepala Soekarno Center Arya Wedakarna mengatakan, pelaksanaan ritual tersebut bertepatan dengan ulang tahun Ke-70 Sukmawati Soekarnoputri. "Kegiatan ibu Sukmawati untuk pindah ke agama Hindu itu dilaksanakan pada 26 Oktober di Singaraja, bertepatan dengan 70 tahun ulang tahun beliau," kata Wedakarna kepada Kompas.com, Sabtu (22/10/2021).
Terkait kepindahan keyakinan Sukmawati, publik mendadak mengungkit puisi Sukmawati yang dianggap kontroversi. Dalam puisinya banyak yang menuding jika Sukmawati telah membandingkan kidung Ibu Indonesia dengan suara azan. Dan kini pada akhirnya publik pun tak heran jika memang Sukmawati memutuskan untuk pindah keyakinan dari Islam ke Hindu.
Seperti kita ketahui pada tahun 2018, puisi berjudul Ibu Indonesia yang dibacakan Sukmawati Soekarnoputri menjadi polemik. Bait puisi yang dibacakan dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018, digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis 29 Maret 2018 itu ada menyinggung soal azan dan cadar.
Profesor Sosiologi dari Universitas Gajah Mada Sunyoto Usman menjelaskan bahwa fenomena pindah agama adalah sesuatu yang sejak lama wajar terjadi dalam masyarakat Indonesia. "Saya kira pindah agama sudah lama terjadi, dulu penduduk Hindu dan Budha berpindah ke Islam, sebagian pindah Kristen," kata Sunyoto.
Perpindahan agama yang mendapat perhatian lebih di media sosial, menurut Sunyoto, adalah karena isu tersebut dekat dengan keseharian masyarakat. Akibat sejarah panjang perpindahan agama yang terjadi di Indonesia, pindah agama sudah terekam dalam perbendaharaan pengetahuan masyarakat. Apalagi jika pelaku pindah agama adalah memang seorang figur publik.
Apalagi, orang memang akan cenderung mendekati, atau membuat koneksi yang intens dengan sesuatu yang memiliki persamaan nasib dan identitas yang sama. Sehingga, warganet pun merasa tertarik dengan kabar mengenai selebritas yang pindah agama atau selebritas yang meninggalkan agama yang dia peluk.
Berita terkait dengan agama akan selalu menjadi bahan pembicaraan menarik di masyarakat. Tak cuma soal pindah agama, masyarakat sangat tertarik dengan identitas agama para politikus dan selebritas. Tak jarang, kata pencarian populer terkait tokoh tertentu adalah selain prestasinya, juga soal agamanya.
Hal ini menandakan betapa fitrahnya manusia dalam kehidupan sosial, akan selalu peduli dengan agama apa yang dianut oleh orang lain. Merasa agama yang dianutnya adalah agama yang benar dan menginginkan orang lain menganut agama yang sama dengan dirinya. Maka ketika ada kabar perpindahan agama seseorang, akan disambut dengan sukacita oleh penganut agama tertentu, yang telah diputuskan menjadi tujuan oleh seseorang yang berpindah agamanya tersebut.
Namun, realita perpindahan agama ini seolah dipaksakan untuk tidak direspon secara berlebihan. Diaruskan agar dangggap menjadi sesuatu yang biasa saja, karena memang negeri ini tidak mengakui klaim kebenaran pada salah satu agama tertentu. Kedudukan semua agama ialah sama. Dan semua agama dianggap benar. Anggapan ini lahir dari paham pluralisme, yang menjadi anak dari induknya yakni ideologi kapitalisme-sekularisme.
Sekularisme, secara garis besar adalah sebuah pemahaman yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan negara harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam masalah kepercayaan serta tidak menganakemaskan sebuah agama tertentu.
Sekularisme juga merujuk kepada anggapan bahwa aktivitas dan penentuan manusia, terutamanya yang politis, harus didasarkan pada apa yang dianggap sebagai bukti konkret dan fakta, dan bukan berdasarkan pengaruh keagamaan. Namun kita juga tidak boleh melupakan bahwa paham sekularisme ini memperoleh akar intelektualnya dari para filsuf Yunani dan Romawi.
Agar aplikasi sekularisme bisa berjalan dengan baik, maka diberikanlah freedom atau kebebasan. Maka, kebebasan akan senantiasa dituhankan. Kebebasan selalu dijunjung tinggi dan menjadi hak bagi setiap individu. Oleh karena itu, fenomena perpindahan agama di alam sekuler menjadi hal yang biasa. Karena sistem ini menganut kebebasan berakidah. Tidak ada klaim kebenaran pada agama tertentu. Walaupun di atas sempat disinggung, tampaknya ini justru menyalahi fitrah. Karena dengan fenomena perpindahan agama itu sendiri, maka menjadi bukti bahwa fitrah dasar manusia akan selalu mencari kebenaran. Seperti halnya dalam keyakinan dan agama. Ia akan mencari agama apa yang paling ia yakini kebenarannya.
Fenomena perpindahan agama pun seiring jalan dengan derasnya arus moderasi beragama yang digaungkan di negeri ini. Salah satu tujuan dalam moderasi beragama ialah menjadikan paham agamanya sebagai instrumen untuk menghargai perbedaan dan umat agama lain. Moderasi beragama meniscayakan cara pandang dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem. Sehingga apabila ada yang merespon kontra soal perpindahan agama ini, maka dianggap tidak moderat. Karena belum bisa terbuka dengan perbedaan cara pandang orang lain, seperti halnya di sini terkait keyakinan agama dari orang lain.
Apabila kita memandang dari kacamata seorang muslim, Dari sini dapat kita dapati salah satu dampak dari moderasi beragama justru berbahaya, walaupun mungkin tak disadari oleh masyarakat. Karena dengan dalih moderasi dan kebebasan berakidah ini, maka akan menjadikan seseorang mudah berpindah-pindah agama. Sehingga dampaknya, moderasi agama ini justru akan menjadikan Islam dipahami secara tidak utuh. Secara cepat atau lambat, paham ini justru bisa menggeser ajaran Islam itu sendiri.
Dalam Islam, penjagaan akidah umat Islam menjadi perhatian yang sangat serius. Seseorang tak bisa dengan begitu mudah berpindah-pindah agama. Murtad atau meninggalkan keyakinan dan keimanan dari Allah Swt mempunyai konsekuensi hukum dalam Islam. Sebagai salah satu dari imam madzhab, Imam Syafi'i menjabarkan tentang bagaimana hukum murtad dengan disandarkan kepada dalil-dalil yang ada.
Dalam kitab Al-Umm, Imam Syafi'i berkata seseorang yang berpindah meninggalkan kesyirikan menuju keimanan, kemudian dia berpindah lagi dari keimanan menuju kesyirikan, maka jika orang itu adalah orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan dia diminta bertaubat. Jika dia bertaubat, maka taubatnya itu diterima. Namun jika dia tidak bertaubat, maka dia harus dihukum mati. Dan atasi hal ini, para Ulama yang lurus pun telah bersepakat. Bahkan banyak pula dalil ancaman dari Allah Swt terhadap orang yang murtad.
"Barang siapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab yang besar." (QS. An-Nahl: 106)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, murtad adalah kekafiran yang sukarela. Dalam dalil di atas, disebutkan bahwa Allah Swt murka dan akan memberi azab yang besar kepada orang yang kafir secara sukarela, yakni murtad.
Hal itu kembali ditegaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 217 yang artinya: "...Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya."
Oleh karenanya, sekularisme dan paham-paham yang lahir dan menjadi turunannya seperti moderasi, pluralisme yang mendukung adanya perpindahan agama ini justru menyalahi dan sangat bertolak belakang dengan pemahaman dari Islam itu sendiri. Lalu kita sebagai umat muslim, perlu menyikapi hal ini dengan benar. Apakah kita lebih percaya pada teori moderasi dan pluralisme yang lahir dari akal manusia, ataukah Wahyu yang berasal dari Allah Swt? Karena pandangan dan sikap kita dalam merespon hal ini pun akan dimintai pertanggungjawaban oleh-Nya kelak. []
Wallahu a'lam biashshawab.
Oleh Novita Sari Gunawan
0 Komentar