Khilafah, Sistem Pendidikan Terbaik di Dunia dalam Melahirkan Generasi Berkualitas



Marak tawuran antar pelajar, bukanlah menjadi hal yang baru. Bahkan tawuran menjadi sesuatu yang terus berulang dan menjadi “tradisi” bagi para pelajar. Tawuran yang identik dengan kekerasan hanyalah salah satu dari deretan panjang permasalahan yang terjadi pada pelajar. Para pelajar tak segan-segan menyiapkan berbagai senjata tajam sebagai  alat yang selalu mereka gunakan untuk  menghadapi lawan-lawannya. Miris rasanya melihat potret generasi calon penerus bangsa ini, yang mereka dalam menyelesaikan permasalahannya selalu dengan cara kekerasan.

Seperti yang terjadi baru-baru ini, seorang pelajar SMA Negeri di Kota Bogor tewas akibat dikeroyok sesama pelajar, yang kasus ini membuat gempar seluruh warga sekitar. Kejadiaan naas itu terjadi pada Rabu malam, 06 Oktober 2021 di Taman Palupuh, Kelurahan Tegal Gundil Kecamatan Bogor Utara. Motif pengeroyokan disinyalir karena dendam pribadi pelaku kepada korban yang pernah dianiaya, hal ini diungkapkan oleh Kasat Reskrim Polresta Bogor Kota Dhony Erwanto (RadarBogor, 07/10/2021)

Berbagai macam upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengantisipasi maraknya tawuran dan permasalahan para pelajar lainnya. Seperti halnya yang dilakukan oleh Walikota Bogor Bima Arya yang mengapresiasi langkah yang dilakukan Kantor Cabang Dinas Pendidikan Jawa Barat terhadap dua sekolah yang terlibat kasus penusukan yang menewaskan seorang siswa dengan menghentikan sementara aktifitas Pelajaran Tatap Muka (PTM). Langkah ini diharapkan dapat memutus mata rantai berkelanjutannya dari kasus ini (detiknews.09/10/2021)

DPRD Kota Bogor pun mengusulkan 6 langkah untuk mengatasi kekerasan pelajar di Kota Bogor, agar kejadian serupa tidak terulang dimasa mendatang. Langkah pertama adalah melakukan pendekatan hukum pada pelaku kekerasan dan memberikan hokum yang berat dan tegas sebagai efek jera dari tindakan kekerasan yang dilakukannya. Langkah kedua, Pendekatan pola pembelajaran oleh Dinas pendidikan dengan mengadakan berbagai kegiatan akademik dan non akademik. Langkah ketiga, pendekatan pembinaan intensif terhadap kepribadian siswa. Langkah keempat, pola komunikasi tiga pihak yaitu anak, orang tua dan sekolah perlu ditingkatkan serta penggunaan teknologi digital harus diawasi secara berkala.  Langkah kelima, hukuman dari sekolah bagi pelajarnya yang terlibat tawuran dan kekerasan dengan sanksi yang berjenjang. Dan yang terakhir adalah peran sentral orang tua dalam hal pengawasan terhadap anak (republika.co, 10/10/2021)

Begitu kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh generasi saat ini. Dan tak satupun upaya yang dilakukan pemerintah mampu menuntaskan berbagai macam permasalahan yang dihadapi oleh para pelajar. Justru yang terjadi permasalahan ini terus menerus berulang dengan menggunakan berbagai macam cara. Upaya yang telah dilakukan tidak akan membuahkan hasil, dikarenakan upaya tersebut tidak menyentuh pada akar permasalahan yang sesungguhnya. Yang menjadi penyebab utama permasalahan remaja diakibatkan kegagalan sistem pendidikan kapitalisme dalam mewujudkan generasi yang beriman dan bertakwa (berimtak). Bukankah generasi berimtak merupakan tujuan dari sistem pendidikan nasional yang terkandung dalam UUD  1945? Namun sayangnya, tujuan itu hanya teori yang tidak akan mungkin teraplikasi selama kapitalisme masih menjadi rujukan lahirnya berbagai aturan di negeri ini.

Kapitalisme yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) menjadikan sistem pendidikan yang ada hanya bisa melahirkan generasi pintar diatas kertas  namun  mengalami krisis indentitas, dekandensi moral dan jauh dari nilai spiritual. Bak jauh panggang dari api, di satu sisi ini mewujudkan generasi yang berimtak tetapi disisi lain sistem yang diterapkan justru memfasilitasi para pelajar sikapnya bertolak belakang dengan  tujuan pendidikan yang diharapkan.

Kurikulum berbasis kapitalisme telah terbukti gagal dalam melahirkan para pelajar yang mampu menyelesaikan permasalahan hidupnya. Minimnya mata pelajaran agama yang didapatkan para pelajar di sekolah, dan pelajaran agama yang didapatkan hanya berkutat dengan ibadah mahdhoh semata. Padahal pelajaran agama yang lainnya masih banyak yang belum tersampaikan kepada pelajar. Hal inilah yang mengakibatkan para pelajar jauh dari nilai spiritual, ditambah lagi negara tidak berperan aktif dalam menjaga para generasi dari berbagai kerusakan yang diakibatkan oleh media sosial dengan konten-konten yang mengandung unsur kekerasan, pornografi, L98T dan lain sebagainya.

Melihat fakta di atas, maka sangatlah wajar apabila para generasi yang lahir dari sistem pendidikan di negeri ini hanyalah para generasi yang suka dengan kekerasan dan berbagai macam penyimpangan. Jika hal ini terus berlangsung, maka kehancuran generasilah yang akan kita jumpai. Generasi yang baik akan lahir dari sistem pendidikan yang baik, sebaliknya generasi yang buruk akan lahir dari sistem pendidikan yang buruk pula.

Sejarah kegemilangan Islam telah menorehkan tinta sejarah, bagaimana sistem pendidikan di masa khilafah Islam, telah berhasil melahirkan generasi yang bukannya menguasai ilmu agama tetapi juga mumpuni dalam ilmu kehidupan (saintek). Sistem pendidikan khilafah yang menjadikan akidah Islam sebagai pondasi yang kuat dan menjadikan para generasinya terikat pada hukum Allah serta dihiasi dengan akhlak yang mulia. Adalah gambar keberhasilan sistem pendidikan khilafah dan mencetak generasi polymath dan penemu yang menjadi sumbangan terbesar bagi peradaban dunia.

Keberhasilan sistem pendidikan ini, tak lepas dari adanya sinergi dari 3 komponen yaitu pertama, peran keluarga sebagai sekolah pertama dan utama dalam mendidik dan mengajarkan anak-anak mereka tentang keimana dan ketakwaan kepada Allah dan Rasulnya. Kedua, peran masyarakat sebagai kontrol sosial dalam melakukan amar ma’ruf nahi mungkar dan peka melihat apa saja yang terjadi disekelilingnya. Dan yang ketiga adalah peran negara, negara pemegang peranan penting untuk mewujudkan generasi berkepribadian Islam dan menjadikan sebagai kebutuhan pokok bagi rakyat yang harus dipenuhinya.

Negara mewajibkan asas pendidikan berbasis akidah Islam, baik dari kurikulumnya, metode pembelajarannya hingga tenaga pengajarnya harus bersyaksiyyah Islam. Negara pun wajib melakukan pengaturan media massa, agar setiap informasi yang didapatkan dalam rangka memberikan pendidikan terbaik bagi umat, untuk menjaga akidah dan kemuliaan akhlak serta  untuk menyebarkan kebaikan di tengah-tengah masyarakat. Media yang memuat konten yang mengandung unsur kekerasan, pornografi, ide L98T dan segala hal yang dapat merusak akhlak dan agama, akan diberi sanksi tegas oleh negara.

Sanksi yang diberikan oleh negara akan memberikan efek jera sebagai upaya preventif dan kuratif, agar tidak ada satu orang pun yang berani untuk melakukan pelanggaran. Dengan mekanisme seperti ini negara akan mampu mengcounter ide-ide liberlisme, kapitalisme dan ide perusak lainnya tidak akan mampu menyentuh para generasi. Sehingga para generasi akan tumbuh dan berkembang sebagai pribadi muslim yang tangguh, mutiara-mutiara umat, pejuang dan pembangun peradaban dunia dalam lindungan negara.

Hanya khilafah yang mampu melakukan fungsi negara sebagai pihak pelayan dan pengurus urusan rakyatnya karena berstandar pada ideologi Islam. Mewujudkan kembali kegemilangan sejarah pendidikan Islam, bukanlah hal yang mustahil. Kelak akan lahir kembali generasi emas, para polymath dan para penemu untuk melanjutkan sejarah kembali kegemilangan peradaban Islam dibawah naungan Khilafah Islamiyyah. Wallahu a’lam.


Oleh Siti Rima Sarinah
Studi Lingkar Perempuan dan Peradaban


Posting Komentar

0 Komentar